Depth

Kratom, Potensi Yang Bakal Disia-siakan Sebab Dianggap Narkoba

Pengiriman kratom tersebut, dipastikan bakal rutin dilakukan dengan potensi pendapatan sebanyak Rp 50 triliyun pertahun.

JERNIH- Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat, bisa jadi sangat bangga sebab kratom, tanaman asli daerah tersebut berhasil diterbangkan ke negeri Belanda, Amerika Serikat dan beberapa negara Asia lainnya dalam rangka ekspor.

Ekspor perdana pada 29 September lalu menuju Belanda menggunakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, melalui Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Kegiatan tersebut, disaksikan langsung Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan Luar Negeri dan PKTN Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kalbar.

Berdasar hasil informasi yang diolah dari berbagai sumber, pengiriman kratom tersebut, dipastikan bakal rutin dilakukan dengan potensi pendapatan sebanyak Rp 50 triliyun pertahun.

Kratom atau daun purik yang punya nama ilmiah Mitragyna speciosa punya segudang manfaat antara lain, meredakan nyeri, cemas, gangguan tidur, menambah stamina dan lain sebagainya.

Di Bengkulu, daun kratom dipakai meredakan sakit perut, diare, bengkak, dan sakit kepala. Di Sulawesi Barat, daunnya dipakai mengobati buang air besar berdarah dan bisulan.

Sedangkan di Kalimantan Timur, kulit batangnya dimanfaatkan untuk menghaluskan wajah, daunnya perawatan nifas, serta menghilangkan lelah dan pegal linu. Kratom juga dimanfaatkan di Asia Tenggara sebagai obat cacingan, darah tinggi, hingga penghilang rasa lelah.

Selain menyebar di kawasan Pontianak hingga Kapuas Hulu, tumbuhan ini juga subur di wilayah Thailand, Filipina, Papua Nugini dan Myanmar. Sementara di Kalimantan Barat sendiri, 90 persen wilayahnya atau sekitar 42 ribu hektar lebih, merupakan lahan basah yang bisa ditanami kratom dengan sangat subur. Gubernur setempat bilang, jumlah pohonnya mencapai 10 juta lebih dan juga berfungsi sebagai paru-paru dunia.

Namun sayang, segala potensi tersebut termasuk mendulang uang sebanyak Rp 50 triliyun pertahun, bakal punah. Sebab Badan Narkotika Nasional (BNN) punya pandangan lain. Menurut lembaga ini, kratom yang masih satu keluarga dengan tumbuhan kopi, termasuk ke dalam golongan narkotika kelas I.

Dasarnya, berdasarkan hasil identifikasi Puslab Narkoba BNN, kratom mengandung senyawa mitragyna dan 7-hidroksi mitragyna yang bersifat narkotik dan berdampak adiktif kepada penggunanya. Bahkan, efek stimulannya 13 kali lebih kuat dari morfin jika digunakan dalam dosis yang sama. Jika digunakan jangka panjang, maka berakibat pada depresi pernapasan, kecanduan bahkan kematian.

Atas dasar itulah, BNN memilih melarang segala aktifitas terkait kratom. Bahkan pada 2017 lalu, Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika, sepakat memasukkannya ke dalam narkoba golongan I.

South China Morning Post menyebutkan kalau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat mendapati 130 orang mati setiap harinya lantaran over dosis opioid, yaitu senyawa kimia yang dikandung kratom. Di Florida, seorang perawat ditangkap lantaran pasiennya tewas di dalam mobil miliknya. Belakangan diketahui, korban tewas tertidur setelah mengkonsumsi dua bungkus bubuk kratom.

Perkiraan pengguna daun kratom di AS sendiri, berdasar data The American Kratom Association, mencapai 15,6 juta orang. Akhirnya, badan pengawas narkotika AS pun mengawasi dengan ketat penggunaan kratom di beberapa kota di sana.

Kontro Versi di Dalam Negeri

Tentu, keputusan BNN memasukkan kratom ke dalam kategori narkotika golongan I menimbulkan polemik. Sutarmadji, Gubernur Kalimantan Barat yang sudah barang tentu melihat potensi besar atas tanaman tersebut, meradang hingga melayangkan surat kepada Presiden Jokowi terkait eksistensi tanaman tersebut.

Sutarmadji menepis tudingan bahwa kratom punya efek layaknya narkotika. Dia bilang, sama sekali tak ada efek halusinasi.

Sementara itu, Anggota DPR RI Daniel Johan dari daerah pemilihan Kalimantan Barat, seperti diberitakan Sariagri.id mengatakan, sikap BNN tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat sebab dalam Permenkes nomor 4 tahun 2021 tentang perubahan penggolongan narkotika, tidak ditemukan nama kratom di dalamnya. Makanya, pemerintah diminta segera melakukan penelitian mendalam dan final

Tentu saja, penelitian itu kudu melibatkan badan riset nasional, para ahli dan lain sebagainya agar bisa diambil kebijakan dengan dasar ilmiah kuat. Sebab kratom, termasuk harta kekayaan Indonesia.

Dia bilang, jika kratom diberangus tanpa landasan kuat, sama saja memberangus harta sendiri. Terlebih, jika itu terjadi, maka Thailand-lah yang diuntungkan sebab menganggapnya produk legal.

Thailand, memang tak mau bertele-tele. Melihat potensi yang ada, pada 24 Agustus, negeri ini menghapus kratom dari daftar narkotika. Menyusul di tanggal 8 September, parlemen mengesahkan Rancangan Undang-Undang terkait izin ekspor impor tanaman tersebut. Langkah ini, berurutan dengan pelonggaran aturan terhadap ganja dan rami.

Namun hingga saat ini, meski BNN sudah memutuskan kratom merupakan narkotika, penjualan di situs jual beli online, masih marak. Harganya pun terbilang murah. Perkilonya, dibanderol Rp 50 ribu hingga Rp 80 ribu.[]

Back to top button