Hukum Pemerkosaan dalam Islam
Ulama mengategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina. Hukumannya adalah had yang sudah ditetapkan dalam kasus perbuatan zina.
SELAMA beberapa pekan terakhir ini, di Indonesia sangat banyak sekali kasus-kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual. Kasus kejahatan seksual terhadap perempuan, dan mirisnya korban merupakan banyak yang masih anak-anak atau usia dibawah umur.
Dalam sepekan terakhir, sudah ada 3 kasus kejahatan seksual di sekolah yang muncul di beberapa daerah, dan para pelakunya merupakan tenaga pengajar hingga pemimpin pondok pesantren. Misalkan Kasus kejahatan seksual yang dialami oleh para santriwati yang terjadi di Pondok Pesantren Madani Boarding School, di Kota Bandung, Jawa Barat.
Pemerkosaan dalam istilah bahasa Arab disebut sebagai Ightisab yang berasal dari perkataan ghasb yang berarti merampas atau mengambil sesuatu tanpa kerelaan. Orang yang melakukan pemerkosaan berarti melakukan tindak pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual.
Ulama mengategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina. Hukumannya adalah had yang sudah ditetapkan dalam kasus perbuatan zina. Jika pelaku belum menikah, hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Jika pelakunya sudah menikah maka hukuman rajam bisa dilaksanakan. Dalam kasus pemerkosaan ada pengecualian bagi korban.
Syariat Islam menetapkan perempuan yang diperkosa tidak boleh dihukum. Kasus jenayah pemerkosaan hanya wajib dikenakan ke atas lelaki yang memperkosanya saja, karena perempuan yang menjadi korban adalah orang yang dipaksa (ikrah) atau didzalimi. Dalam hukum Islam orang yang terpaksa tidak dikenakan dosa. Sebagaimana dalilnya dalam Al-Quran surah Al-An’am ayat 145 yang artinya:
“Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Rasullulah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga sabda yang bermaksud:
“Umatku akan diberikan pengampunan didalam tiga keadaan, tersalah, lupa dan yang dipaksa.”
Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththa’ mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.”
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dari perbuatan keji dan merusak, dan semoga Allah berikan hidayah kepada orang-orang yang berbuat dzalim. Allahumma aamiin. Wallahu a’lam bishowab. [Shabirin/Daaruttauhiid.org]