Crispy

Zoroaster, Majusi, Zarathustra: Kisah Agama Kuno Persia yang Nyaris Punah

  • Islam hanya mengenal satu nama pengelana keyakinan yang berakat Zoroaster, yaitu Salman al-Farisi.
  • Orang modern juga hanya mengenal satu sosok penganut Zoroaster, yaitu Freddie Mercury — vokalis Queen.

JERNIH — Berpakaian serba putih, seorang pendeta Zoroaster menambahkan kayu ke api di dalam sebuah kuil yang disakralkan salah satu agama tertua di dunia.

“Api itu telah menyala selama lebih 1.500 tahun,” kata Simin, seorang pemandu wisata yang menyambut pengunjung di Kuil Api Zoroaster di Propinsi Yazd, bagian tengah Iran.

Ada tiga sebutan untuk agama satu ini. Penganutnya disebut orang atau kaum Majusi, atau penyebah api. Orang Barat menyebutnya Zoraoster, yang berasal dari Zarathustra — pendiri gama itu.

Dalam kisah kekristenan disebutkan orang Majusi mengetahui kelahiran Raja Orang Yahudi, yaitu Nabi Isa atau Yesus Kristus. Dalam kisah Islam disebutkan api abadi di Kuil Zoroaster mati saat Nabi Muhammad lahir.

Sejarah Islam juga mencatat tentang Salman al-Farisi, penganut Zoroaster yang mewariskan cerita tentang orang Majusi yang mengetahui kelahiran Nabi Isa atau Yesus Kristus, menjadi penganut Kristen sampai akhir seorang pendeta Kristen memberi tahu tentang kedatangan nabi terakhir, yaitu Muhammad.

Sejarah modern bercerita tentang penganut Zoraoaster yang menjadi legenda musik rock dunia, yaitu Freddie Mercury — vokalis Queen yang lahir dari Keluarga Majusi dari India.

3.500 Tahun

Zoroastrianisme telah ada sejak 3.500 tahun. Pendirinya adalah Zarathustra, yang mengajarkan tentang monoteisme dan pertempuran abadi Ahuramazda dan Ahriman. Ahuramazda adalah Tuhan tertinggi dan Ahriman, dalam Avesta disebut Angra Mainyu adalah iblis.

Kemunculan Islam dan penaklukan Arab pada abad ketujuh membuat populasi penganut Zoroaster terus menyusut. Kini, di Iran dan India, penganut Zoroaster diperkirakan sekitar 200 ribu.

Dalam kepercayaan Zoroaster, air, udara, bumi, dan unsur-unsurnya tidak boleh terkontaminasi aktivita manusia. Mereka memuliakan api abadi, dan hanya pendeta Zoroaster yang diizinkan masuk ke dalam api suci di Yazd.

Pengunjung hanya bisa mengamati ritual dengan api sudi dari balik kaca berwarna.

Di Iran, menurut pemimpin Zoroaster, jumlah penganut agama kuno ini sekitar 50 ribu. Sensus terbaru, dilakukan tahun 2016, menyebutkan jumlah orang Majusi saat ini di Iran hanya 24 ibu. Namun jumlah itu tidak termasuk penganut baru.

Selama dua milenium Zoroaster menyaksikan konversi paksa ke agama lain dan kuil mereka dihancurkan, perpustakaan dibakar, dan warisan budaya hilang.

“Tapi Zoraoaster tetetap bertahan dan menempati posisi khusus dalam sejarah dunia. Agama kami akan terus ada,” kata Bahram Demehri, seorang Majusi berusia 76 tahun kepada AFP.

Seperti agama monoteis lain, Zoroaster mengajarkan kepercayaan pada akhirat, ramalan, dan kebajikan. Bahwa, manusia akan melewati sebuah titian (jembatan) untuk mencapai surga.

Jembatan itu menjadi sedemikian lebar bagi mereka yang beriman, beramal baik, dan menjaga lisan, selama di dunia. Jembatan itu akan terasa sempit, tak lebih seutas tali kecil, bagi mereka yang tak beriman, banyak berbuat dosa, dan tak berama.

Imam Mahdi Versi Zoroaster

Orang Kristen percaya Yesus Kristus akan turun kembali ke dunia jelang hari Kiamat. Islam mengenal Imam Mahdi. Zoroaster punya Saoshyant, yang akan melawan kesalahan dan menyelamatkan dunia.

Ajaran Zoroaster diwujudkan dalam Faravahar, simbol kuno seorang pria yang muncul dari piringan bersayap sambil memegang cincin. Simbol itu diukir di pedimen kuil Persia Kuno.

“Kegembiraan sangat penting dalam praktik agama kami,” kata Simin, seraya menyebut berbagai perayaan.

Salah satunya Festival Nowruz, yang menandai tahun baru Persia. Nowruz dirayakan hingga hari ini oleh mayoritas Syiah di Iran. Padahal, itu tradisi pra-Islam.

Iran mengakui penganut Zoroaster sebagai minoritas agama, memberi mereka kebebasan beribadah dan memiliki kursi di parlemen bersama komunitas Orthodox Armenia, Asyur, dan Yahudi.

Namun, Iran tidak memberi tempat kepada Bahai — kelompok non-Muslim terbesar di Iran. Bahkan Bahai tidak diakui sebagai agama.

Di Iran, penganut Zoraoster tidak ubahnya orang kebanyakan. Mereka berkarier di pemerintahan, perguruan tinggi, dan menekuni profesi lain, tapi tidak di militer dan mencalonkan diri sebagai presiden.

Memudar

Banyak ritual Zoroaster hilang setelah banyak penganutnya dipaksa mempraktekan keyakinan mereka secara diam-diam. Upacara penguburan, dikenal dengan nama dakhma, dilarang di Iran sejak 1960-an karena alasan sanitasi.

‘Dakhma’ melibatkan pemakaman dengan mengeksopose mayat di atas platform yang disebut ‘menara keheningan’. Mayat dibiarkan begitu saja untuk dimakan burung pemakan bangkai.

Larangan ini memaksa penganut Zoroaster membaringkan kerabat yang tewas di kuburan. Hanya dibaringkan. Tidak dikubur. Tradisi yang relatif sama dengan yang terpelihara di Desa Trunyan di Bali.

Tradisi ini ditantang oleh modernitas. Sangat tidak mungkin penganut Zoroaster di seluruh dunia melakukan hal serupa.

Freddie Mercury, misalnya, pada akhirnya harus dibakar karena tidak mungkin jenazahnya dibaringkan sampai membusuk dan hilang dimakan burung.

Yang juga telah memudar adalah makan roti tawar dalam salah satu peryaan. “Sulit bagi anak-anak muda yang mengenal pizza untuk makan roti tawar dalam tradisi kami,” kata Demehri.

Ada upaya memodernisasi ritus Zoroaster, dan kian dianggap penting untuk penganutnya yang tersebar di California, AS.

Back to top button