Absurdnya Putusan Hakim MA Potong Hukuman Edhy Prabowo
Sebab Edhy melanggar sumpah jabatan yang pernah dia ucapkan, hukuman lima tahun menjadi sangat janggal. Terlebih jika diukur dengan staf pribadinya yakni, Amiril Mukminin yang dihukum lebih ringan enam bulan ketimbang atasannya itu.
JERNIH-Setelah Mahkamah Agung memutuskan menyunat masa tahanan Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dari sembilan tahun menjadi lima tahun penjara, pada Senin 7 Maret lalu, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai keputusan tersebut benar-benar absurd. Sebab jika dikatakan Edhy bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri, dia tentu tak akan diproses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, selama menjadi Menteri, Edhy sudah menggunakan jabatannya meraup keuntungan lewat jalan melawan hukum. Makanya dia ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti dan pencabutan hak politiknya.
“Alasan Mahkamah Agung mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd,” kata Kurnia.
Mengutip Tempo, Kurnia juga menyebutkan, sepertinya Majelis Hakim di MA mengabaikan ketentuan pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat ketika melakukan perbuatan pidana menggunakan kekuasaan, kesempatan dan sarana yang diberikan kepadanya. Dan secara spesifik, aturan ini menyebutkan penambahan hukuman sepertiga bukan malah dikurangi.
Sebab Edhy melanggar sumpah jabatan yang pernah dia ucapkan, hukuman lima tahun menjadi sangat janggal. Terlebih jika diukur dengan staf pribadinya yakni, Amiril Mukminin yang dihukum lebih ringan enam bulan ketimbang atasannya itu.
Selanjutnya, Kurnia menilai tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa sebab dampaknya sangat luas. Terlebih, di mata masyarakat ini merupakan perbuatan tercela dan dikutuk secara bersama-sama.
Makanya sekali lagi, Kurnia menilai betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy. Dan tak menutup kemungkinan, di masa depan pemotongan hukuman ini malah jadi multivitamin plus penyemangat bagi para pejabat yang ngin melakukan korupsi.
“Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera,” ujar Kunia.
Sebelumnya, pada sidang kasasi, Majelis Hakim menilai terdapat sejumlah hal yang jadi pertimbangan sehingga vonis dikurangi.
“Bahwa putusan Pengadilan Tinggi yang mengubah putusan Pengadilan Negeri kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa, sehingga perlu diperbaiki dengan alasan bahwa pada faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan,” begitu kata Hakim dalam pembacaan putusannya.