![](https://jernih.co/wp-content/uploads/OBOR-Cinajernih.co_-1.jpg)
Negara ini juga merupakan tujuan yang nyaman untuk Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing (OBOR), yang berupaya memperluas hubungan komersial Cina dengan Asia, Afrika, dan Eropa. Karena Taliban telah dijauhi sebagian besar negara Barat, investasi dan perdagangan Cina adalah proposisi yang menguntungkan.
JERNIH– Sementara negara-negara Barat memilih menutup kedutaan besar mereka seiring penguasaan Taliban atas Afghanistan, Republik Rakyat Cina alias RRC justru bersikap mesra dengan kalangan penguasa dari golongan santri ini. Alhasil, Cina relatif masih sendirian berbaik-baik dengan Taliban di awal-awal pemerintahan mereka saat ini.
Sikap ‘terbuka’ Cina atas Taliban itu terlihat dari media dan pemerintah Cina yang menggambarkan kemenangan Taliban sebagai “kehendak dan pilihan rakyat Afghanistan”. Cina juga berjanji untuk tetap membuka kedutaannya di Kabul sebagai awal konsolidasi di antara kedua negara.
Outlet media Cina yang tentu saja dikuasai pemerintahnya itu juga merayakan penarikan Amerika Serikat yang kacau dari Afghanistan, an runtuhnya pemerintah yang didukung AS. Media Cina membingkai peristiwa itu sebagai tanda ketidakmampuan dan keengganan Amerika untuk mendukung sekutunya.
Kepentingan Cina di Afghanistan—sebagaimana biasa, sebagian besar semata urusan ekonomi daripada politik. Afghanistan kaya akan sumber daya, dengan banyak sumber daya berharga, termasuk emas dan tembaga, yang ingin diimpor Cina.
Negara ini juga merupakan tujuan yang nyaman untuk Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing (OBOR), yang berupaya memperluas hubungan komersial Cina dengan Asia, Afrika, dan Eropa. Karena Taliban telah dijauhi sebagian besar negara Barat, investasi dan perdagangan Cina adalah proposisi yang menguntungkan.
Afghanistan berbagi wilayah perbatasan kecil dengan Cina; negara ini berbatasan dengan wilayah otonomi Xinjiang di Cina, di mana tindakan Beijing terhadap populasi Uighur di provinsi itu telah menjadi subyek kritik luas di Barat.
Beijing selaras dalam kebijakan mereka untuk mengejar hubungan diplomatik dengan Taliban sambil memperkuat perbatasan Afghanistan-Tajik. Kedutaan Cina–ditambah Rusia–di Kabul adalah satu-satunya misi diplomatik yang berfungsi normal di Afghanistan, menyusul gelombang evakuasi barat dalam beberapa pekan terakhir.
Cina, sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri dunia, tampaknya akan memimpin perlombaan untuk membantu Afganistan membangun sistem pertambangan yang efisien untuk memenuhi kebutuhan mineralnya yang tidak pernah terpuaskan. “Kontrol Taliban datang pada saat ada krisis pasokan untuk mineral-mineral tersebut di masa depan dan Cina membutuhkannya,” ujar Michael Tanchum dari Institut Austria untuk Kebijakan Eropa dan Keamanan, kepada Deutsche Welle. “Cina sudah dalam posisi di Afganistan, untuk menambang mineral-mineral ini.” [Deutsche Welle]