Awas…..!! Sindrom Takut Bertemu Hantu Itu Menular
- Haunted People Syndrome (HPS) adalah fenomena lintas budaya, pengidapnya harus diperlakukan serius.
- Ketakutan terhadap hantu itu menular, karena orang pengalaman bertemu hantu akan bercerita.
JERNIH — Sebuah studi yang dipublikasikan jurnal Spirituality in Clinical Practice menyebutkan orang yang pernah bertemu hantu mengidap apa yang disebut Haunted People Syndrome, atau Sindrome Orang Berhantu.
Brian Laythe, penulis utama penelitian itu, mengatakan dalam wawancara dengan situs Therapytips bahwa fenomena menghantui saling terkait kompleks yang melibatkan kepribadian, ideologi, dan pengalaman sebelumnya untuk memahami suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dianggap menghantui.
Laythe dan timnya melakukan penelitian ekstensif selama lima tahun, yang menghasilkan 20 publikasi penelitian peer-review dan buku Ghosted. Mereka mengatakan kepada Mark Travers, psikolog kontributor Forbes, tujuan utama penelitian adalah mempelajari tentang hantu dan peristiwa paranormal lainnya.
Salah satu teori utama yang dikembangkan, sebagai hasil penelitian ini, adalah Haunted People Syndrome (HPS).
Menurut peneliti, HPS memiliki empat karakteristik utama; latar belakang pribadi, kepercayaan, kecemasan dan kesedihan. Tiga yang pertama mempengaruhi pertemuan dengan hantu. Yang terakhir terkait dengan hantu merupakan akibat dari kedekatan dan respon spontan terhadap peristiwa aneh.
Anomali lebih mungkin berkembang di sekitar orang yang mengalami HPS, ketika tertekan atau gelisah. Yang tak kalah penting adalah pengalaman merasa dihantui seringkali menular. Misal, ketakutan terhadap hantu di satu ruangan yang diceritakan akan membuat orang lain tiba-tiba takut.
“Seperti gejala flu, begitulah sindrome ketakutan terhadap hantu menyebar,” kata Laythe.
Psikolog berpendapat transliminalitas adalah indikator utama dari pertemuan tidak biasa. Ini adalah konsep yang berkaitan dengan batas antara sadar dan tidak sadar, serta dunia luar.
Dalam studi parapsikologi pertemuan ini dikaitkan dengan persepsi ekstrasensor, pengalaman di luar tubuh, dan pengalaman seperti visioner secara umum. Peneliti juga menekankan perlunya mengenali dan memperlakukan pengalaman bertemu hantu atau paranormal sebagai sesuatu yang asli dan terjadi secara nyata.
Pertemuan dengan hantu, pengalaman perdukunan, dan keanehanumum, tercatat sepanjang sejarah. Lebih dari itu, meski ada pergeseran dalam zeitgeist masyarakat modern, lebih satu abad psikologi empiris komtemporer menunjukan bahwa pengalaman itu selalu ada.
Akibatnya, mereka yang memiliki pengalaman bertemu hantu harus menganggapnya serius dan dianggap serius doleh para spesialis, karena model HPS menyiratkan bahwa sifat pengalaman semacam itu dapat menakutkan dan menimbulkan kecemasan individu.
Penyangkalan terhadap pengalaman bertemu hantu berbahaya bagi kesehatan individu. “Profesional klinis tentu tidak memberi tahu orang-orang dengan kecemasan atau depresi bahwa pengalaman mereka tidak nyata atau valid,” kata Laythe.
Laythe juga menegaskan HPS adalah fenomena lintas budaya yang umum dialami, dan harus diperlakukan seperti itu. Teori ini penting untuk memahami mengapa hantu di Indonesia yang populer adalah kuntilanak dan di Eropa adalah Drakula.
Mengapa hantu di Indonesia berpakaian kumuh, dan hantu di Barat keren-keren.