Baru 25 Dosis Vaksinasi di Negara Miskin, WHO Sebut Kegagalan Moral
Dunia berada di ambang bencana kegagalan moral. Harga dari kegagalan ini akan dibayar dengan nyawa dan mata pencaharian masyarakat di negara-negara miskin.
JERNIH – Nasib negara miskin untuk bangkit dari dampak Covid-19 makin sulit. World Health Organization (WHO) mencatat di semua negara miskin baru diberikan 25 dosis vaksin bandingkan dengan 39 juta dosis di negara-negara lebih kaya.
WHO mengistilahkan peristiwa ini bahwa dunia berada di tepi kegagalan moral dalam distribusi vaksin Covid-19. Peringatan ini diungkapkan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia mengingatkan bahaya penimbunan vaksin sejak inokulasi mulai diberikan di 49 negara yang sebagian besarnya berpenghasilan tinggi.
Seperti dikutip The Guardian, Selasa (19/1/2021), WHO mencatat baru Guinea negara berpenghasilan rendah yang telah memberikan suntikan vaksin pada pekan lalu. Negara itu memberikan dosis vaksin Sputnik Rusia hanya kepada 25 orang, termasuk presidennya.
Dalam pertemuan tahunan awal pekan ini, Tedros mengatakan adalah hal yang salah melihat orang dengan risiko rendah di negara-negara kaya mendapatkan vaksin, sementara sebagian besar dunia masih tidak memiliki akses ke suntikan tersebut. “Tidak benar bahwa orang dewasa muda yang lebih sehat di negara kaya divaksinasi sebelum petugas kesehatan dan orang tua di negara miskin,” ungkap Tedros.
Upaya sharing dana vaksin global, Covax, mengatakan pihaknya sedang bersiap memberikan dosis pertamanya pada Februari, tetapi mereka masih bersaing dengan negara yang melakukan kesepakatan sendiri untuk mendapatkan vaksin.
Ada sekitar 44 kesepakatan antara Covax dengan pengembang vaksin tahun lalu, tapi hanya 12 yang ditandatangani sejauh ini. Ia menyampaikan bahwa negara-negara berupaya menaikkan harga tawaran dan mencoba mengambil antrian dari koalisi.
Tedros menambahkan, hal ini dapat menunda pengiriman Covax dan menciptakan skenario buruk yang telah dirancang dengan adanya penimbunan, pasar yang kacau, respons yang tidak terkoordinasi, dan gangguan sosial ekonomi yang berkelanjutan.
“Dunia berada di ambang bencana kegagalan moral dan harga dari kegagalan ini akan dibayar dengan nyawa dan mata pencaharian masyarakat di negara-negara termiskin di dunia,” katanya.
Dia juga mengkritik beberapa beberapa produsen vaksin karena lebih memprioritaskan produknya disetujui negara-negara kaya, di mana perusahaan dapat memperoleh keuntungan lebih besar dibandingkan ikut serta dalam program Covax. “Pada akhirnya tindakan ini hanya akan memperpanjang pandemi,” tandasnya. [*]