Cari Gara-gara, Warga Papua Nugini Nyatakan Perang Kepada Indonesia
Video itu tentu saja bukan yang pertama tentang sikap warga PNG terhadap Indonesia dan keinginan mereka untuk cawe-cawe urusan Papua Barat. Pada 2019, Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional, Powes Parkop, dikabarkan pernah mengatakan, penjajah Eropa membelah “Pulau Nugini” dan menyerahkan orang Papua Barat kepada Indonesia.
JERNIH– Sebuah video baru-baru ini muncul di media sosial di Papua Nugini (PNG), menampilkan sekitar 20 pria, berkumpul di sekitar pemimpin mereka, menyatakan perang terhadap Indonesia, tulis Leanne Jorari di The Interpreter, sebuah publikasi yang dikeluarkan The Lowy Institute.
“Orang-orang Sepik Timur,” ujar pemimpin itu, mengacu pada salah satu dari dua provinsi yang membentang di sepanjang garis pantai utara PNG menuju perbatasan dengan Indonesia. “Atas nama warga Papua Nugini, kami sekarang berdiri di sini untuk menyatakan bahwa kami siap untuk pergi dan berperang melawan tentara Indonesia, untuk membantu rakyat kami di Papua Barat.”
Mereka kemudian menuding Indonesia sebagai “pencuri” karena secara ilegal menduduki tanah adat dan menjarah sumber daya. “Pemerintah kami tidak memiliki inisiatif untuk mendukung rakyat kami di Papua Barat, oleh karena itu kami rakyat Sepik Timur, kami siap untuk pergi dan mendukung.”
Video tersebut juga berisi seruan untuk mempersenjatai diri dengan alasan ikatan identitas bersama. Video tersebut bersama kelompok gerilya yang tampak jelas berhasrat besar berperang itu, tentu saja tidak akan membuat militer Indonesia gentar. “Tetapi ada kekhawatiran, tampilan dukungan lintas-batas seperti itu dapat menyebabkan ketidakpercayaan dalam hubungan Indonesia-PNG,” kata Leanne Jorari.
Lokasi tempat video itu direkam masih menjadi tebakan, di mana para pria berkamuflase berdiri di tempat yang terlihat seperti desa biasa, dengan pohon palem di punggung mereka.
Tapi rekaman itu cukup untuk memicu kehebohan media, dan dengan jelas menimbulkan pertanyaan bagi pemerintah, nasional maupun provinsi. Baik Perdana Menteri PNG James Marape maupun Gubernur Sepik Timur Allan Bird belum berkomentar secara terbuka, tetapi itu bukan berarti pembicaraan diplomatik belum dilakukan secara tertutup.
Indonesia memiliki konsulat di kota perbatasan utama PNG, Vanimo, di Provinsi Sepik Barat, serta kedutaan besarnya di Port Moresby. Sangat mengherankan bila pihak Indonesia tidak segera mengetahui video yang tersebar massif di PNG itu.
Duta Besar Indonesia Andriana Supandy menyalahkan video tersebut sebagai akibat “kurangnya informasi yang seimbang.” Sementara Kepala Angkatan Bersenjata PNG Mayjen Gilbert Toropo mengatakan, “Warga negara PNG tidak boleh melibatkan diri dengan orang Indonesia dan masalah internal mereka”.
Pemerintah PNG di Port Moresby telah bekerja keras untuk tidak memperburuk hubungan dengan Jakarta, hampir sampai pada titik bahwa tampaknya ada prosedur operasi standard tentang “bagaimana menangani hubungan diplomatik dengan Indonesia dalam masalah yang berkaitan dengan Papua Barat”, yang ditulis untuk semua Perdana Menteri yang baru menjabat.
Sejak awal masa jabatannya, Perdana Menteri James Marape mengatakan, PNG akan menghormati “kedaulatan Indonesia dan perbatasan mereka”. Namun dia juga mengakui keadaan yang ada, dengan mengatakan bahwa penghormatan seperti itu “harus datang dalam konteks hak asasi manusia”.
Itu merupakan pernyataan diplomatis, tentu saja, tetapi jika posisi Marape ditentang oleh berbagai peristiwa, siapa yang tahu apa hasilnya kelak, kata Leanne Jorari.
Sementara itu, pihak berwenang di Provinsi Sepik Timur bersikeras bahwa video tersebut benar-benar bukan masalah. Namun, ini sepertinya tidak akan mengakhiri masalah.
PNG dan Papua Barat berbagi perbatasan. Namun tanpa garis pada peta, orang yang tinggal di kedua sisi akan terikat oleh kekerabatan, bahasa, dan ikatan komunitas. Jorari sendiri bukan tidak memihak. “PNG harus meminta pertanggungjawaban Indonesia atas pelanggaran HAM,” tulis dia dalam artikel tersebut.
Video itu tentu saja bukan yang pertama tentang sikap warga PNG terhadap Indonesia dan keinginan mereka untuk cawe-cawe urusan Papua Barat.
Pada 2019, Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional, Powes Parkop, dikabarkan pernah mengatakan, penjajah Eropa membelah “Pulau Nugini” dan menyerahkan orang Papua Barat kepada Indonesia.
“Saya menyerukan kepada rakyat Papua Nugini untuk bertobat karena mengabaikan orang Papua Barat sejak merdeka pada 1975,”kata Parkop, menambahkan bahwa orang-orang di PNG perlu berbicara untuk sesama Melanesia di seberang perbatasan.
Gubernur Oro Gary Juffa juga telah berbicara di banyak kesempatan, mengatakan PNG tidak dapat dianggap bebas selama orang Papua masih berjuang untuk kebebasan. Dia menuduh bangsanya sendiri melupakan saudara-saudari mereka.
“Orang-orang Melanesia kita ditindas,”kata Juffa selama kampanye musik Papua Barat Merdeka pada 2019. “Kita tidak bisa menjadi orang Kristen, Melanesia, dan manusia, dan berpura-pura bahwa apa yang terjadi tidak terjadi.” Ada nada provokasi yang kental di sana. [The Interpreter]