Hindari Penangkapan, Ribuan Penduduk Desa anti-Militer Myanmar Lari ke Hutan
- Tiga polisi, salah satunya berpangkat kapten, tewas dalam insiden di Depayin.
- Tentara bersumpah mencari penduduk yang bertanggung jawab.
- Ribuan penduduk lima desa Kotapraja Depayin serentak lari ke hutan.
- Mimpi buruk tahun 2003, ketika massa preman bayaran pemerintah saat itu membantai 70 penduduk desa, muncul di benak masyarakat.
JERNIH — Ribuan penduduk lima desa di Kotapraja Depayin, Wilayah Sagaing, lari ke hutan setelah militer Myanmar bersumpah akan membalas kematian tiga polisi, salah satunya berpangkat kapten, Kamis 18 Maret lalu.
Eksodus terjadi sepanjang Jumat 19 Maret, setelah 200 polisi dan tentara dikerahkan ke biara Desa Thapyay Gone. Aparat juga menggeledah rumah-rumah di Desa Tei Taw yang lebih dulu ditinggalkan penghuninya.
Penduduk empat desa; Oakkse Ywar, Chaungmeto, Thapyaygone, dan Tha Yet Kan, serentak meninggalkan rumah karena takut ditangkap.
“Saya pikir kami harus kabur,” kata seorang warga Desa Tei Taw kepada The Irrawaddy. “Kami harus bersembunyi di dalam hutan untuk menghindari penangkapan.”
Selama penggrebekan di Desa Tei Taw, tentara dan polisi menjarah apa saja yang ada di rumah warga; makanan, pakaian, dan ternak.
Insiden Depayin
Global New Light of Myanmar, surat kabar pro-militer, memberitakan tiga polisi dihentikan seratus penduduk di dekat Desa Boke Htan Taw saat dalam perjalanan ke Kota Depayin.
Sejumlah sumber di Wilayah Sagaing mengatakan konfrontasi terjadi ketika tiga petugas yang mengendarai kendaraan bertemu penduduk yang baru kembali dari unjuk rasa anti-rezim di Kota Depayin, Kamis sore.
Dua anggota polisi tewas di tempat kejadian. Kapten polisi terluka parah dan meninggal di rumah sakit. Tiga senjata api milik polisi direbut massa.
Depayin adalah kotapraja yang punya sejarah kekerasan politik. Tahun 2003, 70 aktivis Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dibantai massa preman bayaran pemerintah. Aung San Suu Kyi nyaris menjadi korban pembantaian itu.
Khin Nyunt, kepala Badan Intelejen Myanmar saat itu, disebut-sebut berada di balik pembantaian. Ia menolak tuduhan itu dengan mengatakan justru dialah yang menyelamatkan Aung San Suu Kyi, dengan mengarahkan massa preman bayaran.
Balas Menyerang
Rabu 17 Maret, militer Myanmar mengklaim empat personel hilang saat menyerang desa-desa di negara bagian Kayah, dekat perbatasan negara bagian Shan. Serangan dilakukan untuk menindak penduduk yang menolak penempatan militer di setiap desa.
The Irrawaddy menulis tidak ada personel militer yang hilang, tapi militer terus menyerang; menduduki sebuah gereja, sekolah, dan rumah-rumah penduduk. Warga desa melarikan diri ke hutan.
Ko Khun Myo Hlaing Win, anggota komite pemogokan umum anti-rezim negara bagian Kayah, mengatakan militer menahan 30 epnduduk desa. Komite meminta pembebasan semua yang ditahan, tapi tidak ada informasi dari militer tentang keberadaan para tahanan.
Di Kotapraja Kawlin, wilayah Sagaing, tentara menggeledah rumah-rumah penduduk dengan alasan mencari senjata yang dicuri dari pos polisi Kantha, dekat kawlin.
Dua hari sebelumnya, penduduk menggrebek pos polisi terdepan di Kantha. Penggrebekan terjadi setelah penduduk mendengar kabar polisi Kantha membunuh satu pengunjuk rasa dari Kawlin dan melukai tiga lainnya.
Polisi melarikan diri. Pengunjuk rasa menguasai pos terdepan, sampai seratus tentara dari Shwebo tiba.