Crispy

Infeksi Covid-19 Merebak di Cina, Pakar Prediksi Kemunculan Varian Baru

  • Virus beredar di antara seperlima populasi dunia, dan menjadi lahan subur varian baru.
  • Dari seluruh sub lineage varian Omicron, tidak ada yang menunjukan risiko baru.

JERNIH — Kasus Covid-19 meledak lagi di Cina sebagai akibat pencabutan kebijakan nol-Covid. Sejumlah pakar memperkirakan varian baru akan muncul.

“Fakta bahwa 1,4 miliar orang tiba-tiba terpapar SARS-CoV-2 jelas menciptakan kondisi rawan munculnya varian baru,” kata Antoine Flahault, direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Jenewa, kepada AFP.

Setiap infeksi baru, menurut Flahault, meningkatkan kemungkinan virus akan bermutasi. Di Cina, virus beredar di antara seperlima populasi dunia — yang hampir seluruhnya tidak memiliki kekebalan — yang bisa menjadi lahan subur varian baru.

Bruno Lina, seorang profesor virologi Universitas Lyon Prancis, mengatakan kepada surat kabar La Croix bahwa Cina dapat menjadi tempat berkembang biak potensial bagi virus.

Soumya Swaminathan, ilmuwan kepala Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan sebagian besar penduduk Cina rentan terhadap infeksi karena banyaknya lanjut usia yang belum divaksinasi atau ditingkatkan.

“Kita perlu mencermati setiap varian yang muncul,” katanya kepada situs surat kabar Indian Express.

Ledakan infeksi di Cina terjadi tak lama setelah Beijing mengumumkan mengakhiri kebijakan non-Covid. Beijing juga mengumumkan pelancong tidak lagi dikarantina mulai 8 Januari.

Komisi Kesehatan Nasional Cina juga berhenti mengeluarkan angka kasus harian, meski pejabat di sejumlah kota memperkirakan ratusan ribu orang terinfeksi dalam beberapa pekan terakhir.

Cina seolah kembali ke awal pandemi, dengan rumah sakit dan krematorium di sekujur negeri kewalahan menerima pasien dan mengkremasi mayat.

Respon di Luar Cina

Lonjakan kasus Covid-19 di Cian direspon sejumlah negara. AS, Italia, Jepang, India, dan Malaysia, mengumumkan akan meningkatkan tindakan kesehatan bagi pelancong dari Tiongkok.

Pejabat AS mengatakan kurangnya data transparan dari Cina, terutama pengurutan genomik virus, membuat semakin sulit bagi pejabat kesehatan masyarakat memastikan dapat mengidentifikasi potensi varian baru dan mengambil langkah mengurangi penyebaran.

India dan Jepang mengatakan akan memberlakukan pengujian PCR wajib pada semua penumpang pesawat terbang dari Cina. Tindakan ini, menurut Flahault, bisa menjadi jalan keluar dari keterlambatan informasi dari Beijing.

“Jika kami mengambil sampel dan mengurutkan semua virus yang teridentifikasi dari setiap pelancong Cina, kami akan tahu setelah varian baru muncul dan menyebar,” katanya.

Varian Sup

Xu Wenbo, kepala lembaga pengendalian virus di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina, mengatakan pekan lalu bahwa rumah sakit di sekujur negeri mengambil sampel dari setiap pasien dan mengunggah informasi pengurutan ke database nasional baru, yang memungkinkan pihak berwenang memantau kemungkinan jenis baru dan waktu kemunculan.

“Lebih dari 130 sublineage Omicron baru terdeteksi di Cina dalam tiga bulan terakhir,” katanya kepada wartawan.

Dari 130 itu, sublineage XXB dan BQ.1 — yang telah menyebar di AS dan sebagian Eropa dalam beberapa bulan — bersaing untuk mendominasi dunia.

“Namun, sublineage BA.5.2 dan BF.7 menjadi strain Omicron utama yang terdeteksi di Cina,” kata Xu. “Berbagai sublineage kemungkinan akan beredar bersama.”

Flahault mengatakan ‘sup’ terdiri dari 500 subvarian Omicron baru teridentifikasi dalam beberapa bulan terakhir, meski seringkali sulit untuk mengetahui di mana masing-masing dari subvarian itu kali pertama muncul.

“Varian apa pun, ketika lebih menular daripada yang dominan sebelumnya; seperti BQ.1, B2.75.2, XBB, CH.1, atau BF.7, adalah ancaman, karena dapat menyebabkan gelombang baru,” katanya.

Menariknya, tidak satu pun dari varian ini menunjukan risiko baru tertentu dari gejala lebih parah. Meski demikian, bukan tidak mungkin varian baru yang akan muncul menunjukan risiko baru.

Back to top button