Crispy

Ini Kata Akademisi yang Dukung UU Cipta Kerja

Mereka meminta pihak-pihak yang menolak keberadaan UU Ciptaker agar menempuh jalur hukum dalam menyalurkan aspirasinya tetap mengikuti aturan yang berlaku

JERNIH- Pro kontra terkait disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) hingga kini masih berlanjut, meski Presiden RI Joko Widodo telah memberi penjelasan pentingnya UU Ciptaker bagi masyarakat Indonesia.

Dukungan pengesahan UU Ciptaker datang dari akademisi perguruan tinggi negeri di Indonesia. Salah satunya dari Rektor UGM Panut Mulyono. Ia mengapresiasi langkah pemerintah untuk menciptakan peluang kerja yang lebih besar kepada masyarakat Indonesia melalui UU tersebut.

“UGM mengapresiasi upaya pemerintah untuk menciptakan peluang kerja melalui upaya peningkatan kemudahan berbisnis bagi semua kalangan pengusaha, terutama UMKM melalui Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Panut.

Di internal DPR sendiri terbelah menjadi dua kubu dimana 2 fraksi, yakni dari Demokrat dan PKS menolak pengesahan UU Ciptaker, sementara 7 Fraksi lainnya yakni PDI-P, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, dan PAN menyatakan dukungannya.

Kelompok Buruh diberbagai daerah bahkan melakukan aksi unjukrasa selama tiga hari. Dimana aksi unjukrasa tersebut diwarnai dengan tindakan anarkhis.

UU Ciptaker terdiri dari 154 bab, 170an pasal, 1244 ayat dalam 905 halaman. Adapun yang paling banyak mendapat penolakan adalah yang terkait ketenagakerjaan.

Panut kemudian mengingatkan pihak-pihak yang menolak keberadaan UU Ciptaker agar dalam menyalurkan aspirasinya tetap mengikuti aturan yang berlaku.

“UGM menghargai perbedaan pendapat terkait Omnibus Law Cipta Kerja tersebut dan mengimbau kepada semua pihak agar penyampaian aspirasi dilakukan melalui saluran-saluran yang ada dan dengan cara yang selaras dengan peraturan dan etika,”.

Dukungan juga datang dari pakar hukum Universitas Padjadjaran, Profesor Romli Atmasasmita. Menurut Prof Ramli, UU Ciptaker merupakan langkah pemerintah memutus mata rantai korupsi birokrasi.

“Saya apresiasi upaya pemerintah yang telah berani menembus tembok tebal governmental corruption dengan memutus mata rantai mafioso dan birokrat korup,” kata Prof Romli, pada Jumat (9/10/20), dilansir benderranews.com.

Anggapan bawa UU Ciptaker akan menyengsarakan rakyat, menurut Prof Romli sangat absurd, tidak memiliki justifikasi filosofis, yuridis, dan sosiologis.

“Oleh pihak yang kontra, UU Ciptaker dianggap telah melemahkan dan menyengsarakan rakyat. Tetapi UU Ciptaker justru melemahkan dan menyengsarakan mafioso, maladministrasi, korupsi dan suap, serta perilaku rent-seeking,” kata Prof Romli, dilansir RMOL, Jumat, 9 Oktober 2020.

Prof Romli mendorong mereka yang menolak UU Ciptaker untuk menempuh jalur konstitusional, terutama para pakar hukum.

“Jika kita warga yang taat hokum, tempuh jalur konstitusional, termasuk pakar-pakar hukum. Utamanya, pakar hukum tata negara/administrasi negara,”.

Selanjutnya Prof Romli menyoroti penyusunan peraturan pemerintah (PP) yang kini tengah dikebut. Ia berharap PP tersebut mampu menampung aspirasi masyarakat yang positif bagi bangsa dan Negara.

Ada 39 PP yang harus disusun dengan hati-hati (with due care), pasti (certainty) dan jelas (lex certa), sehingga memerlukan waktu yang relatif lama, tidak tergesa-gesa dan asal jadi, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya.

Di samping itu pemerintah kini harus terus menerus melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait langsung dengan UU Ciptaker agar mereka memahami alasan  disahkannya UU tersebut.

“Sosialisasi intensif kepada stakeholder termasuk pengelola UKM karena memerlukan pemahaman yang paripurna atas tujuan dan substansi UU Cipta Kerja,”. (tvl)

Back to top button