Crispy

Italia Gasak Israel dengan Skor 3-0

Minggu kelam bagi sepakbola Israel. Digunduli Norwegia pada beberapa hari lalu, lalu digasak Italia. Peluang ikut Piala Dunia kian tipis. Sementara nuansa politik dengan gaung Free Palestine terus mengganggu telinga para pemain timnas Israel.

JERNIH –  Udine, sebuah kota tenang di timur laut Italia, menjadi pusat perhatian dunia sepak bola dan politik pada malam 14 Oktober 2025. Di stadion Bluenergy—dulu dikenal sebagai Friuli—tim nasional Italia menjamu Israel dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Eropa. Di atas kertas, ini hanyalah pertandingan penting bagi Italia untuk memastikan langkah menuju playoff. Namun di luar lapangan, atmosfernya jauh lebih kompleks.

Di tengah ketegangan politik global dan isu kemanusiaan di Timur Tengah, pertandingan ini menjadi panggung di mana olahraga, diplomasi, dan moralitas publik bersinggungan secara tajam.

Menjelang kick-off, kota Udine diliputi pengamanan luar biasa. Aparat Italia menyiagakan penembak jitu di atap stadion, kendaraan lapis baja di sekitar jalan utama, dan barikade keamanan untuk mengantisipasi potensi kerusuhan. Bukan tanpa alasan: kelompok pro-Palestina menggelar aksi damai di sekitar stadion, membawa spanduk “Free Palestine” dan menyerukan boikot terhadap tim Israel. Bagi mereka, pertandingan ini bukan sekadar olahraga, melainkan simbol solidaritas terhadap perjuangan kemanusiaan di Gaza.

Ketika lagu kebangsaan Israel dikumandangkan, sebagian penonton di tribun melakukan aksi diam, sementara sebagian lainnya terdengar mengejek. Bahkan membelakangi lapangan. Meski pihak UEFA telah memperingatkan agar laga tidak diwarnai simbol politik, emosi penonton sulit dikendalikan.

Italia memulai pertandingan dengan gaya khas mereka—menekan tinggi, mengalirkan bola cepat dari lini tengah, dan memanfaatkan lebar lapangan melalui sayap. Matteo Politano dan Federico Chiesa menjadi motor serangan di sisi kanan dan kiri, sementara penyerang Mateo Retegui menjadi ujung tombak utama.

Israel sempat memberikan perlawanan dengan pressing cepat dan beberapa percobaan tembakan dari luar kotak penalti, namun pertahanan Italia yang dipimpin Gianluca Mancini tetap solid. Menjelang akhir babak pertama, pelanggaran di kotak terlarang terhadap Chiesa membuat wasit menunjuk titik putih. Retegui maju sebagai eksekutor, dan dengan tenang menaklukkan kiper Israel, Omri Glazer. Skor 1–0 menutup babak pertama untuk keunggulan Italia.

Memasuki paruh kedua, Israel mencoba menekan balik. Mereka menyadari kekalahan akan menutup peluang untuk lolos dari grup. Namun Italia menunjukkan kedewasaan taktik yang selama ini menjadi ciri khas mereka. Pelatih Gennaro Gattuso menginstruksikan agar tim menjaga tempo dan menunggu momentum serangan balik.

Di menit ke-74, momentum itu datang. Umpan silang dari Barella berhasil dimanfaatkan Retegui yang menusuk ke kotak penalti. Dengan kontrol sempurna dan sepakan melengkung ke pojok kanan gawang, ia menggandakan keunggulan Italia menjadi 2–0.

Saat pertandingan memasuki masa injury time, bek Mancini menuntaskan kemenangan lewat sundulan dari situasi sepak pojok. Gol itu menutup laga dengan skor akhir 3–0—hasil yang bukan hanya memastikan Italia meraih tiga poin, tetapi juga mengamankan posisi mereka di jalur playoff menuju Piala Dunia 2026.

Ada beberapa hal yang membuat Italia begitu dominan dalam pertandingan ini. Pertama, efisiensi serangan. Dari sedikit peluang yang diciptakan, tiga di antaranya berbuah gol. Kedua, pertahanan solid yang membuat Israel kesulitan menembus kotak penalti.

Ketiga, faktor mental: Gattuso berhasil menanamkan rasa percaya diri dan urgensi kepada skuadnya. “Kami tahu ini bukan hanya tentang bermain indah,” ujar Gattuso setelah pertandingan. “Ini tentang menang ketika kami harus menang. Kami melakukan apa yang harus dilakukan.”

Selain itu, kehadiran pemain-pemain muda seperti Retegui menunjukkan generasi baru Azzurri yang mulai matang di bawah tekanan. Mereka bermain disiplin dan tidak terprovokasi oleh suasana politik di sekitar stadion.

Bagi Israel, kekalahan ini sangat menyakitkan. Secara matematis, mereka dipastikan tidak dapat lolos langsung dari grup kualifikasi. Namun, peluang kecil masih terbuka lewat jalur UEFA Nations League, bergantung pada hasil tim-tim lain.

Pelatih Ran Ben Shimon mengakui keunggulan lawan. “Italia bermain dengan sangat efisien. Kami mencoba memberikan tekanan, tapi mereka tahu kapan harus menyerang dan kapan harus bertahan,” ujarnya usai laga.

Meski di dalam stadion ekspresi politik berhasil diredam, di luar pagar stadion suara “Free Palestine” bergema keras. Ribuan pengunjuk rasa memadati jalanan Udine dengan spanduk dan nyanyian solidaritas. Tidak ada insiden besar, namun aksi itu cukup menggambarkan bagaimana sepak bola modern tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial-politik global.(*)

BACA JUGA: Rekor Haaland dan Cerita Timnas Norwegia Menggunduli Israel

Back to top button