Crispy

Kini, AS adalah Produsen Minyak No 1 Dunia

Texas — AS kini produsen minyak bumi nomor satu dunia, dengan rekor produksi 12 juta barel per hari.

Kurang satu dekade lalu, AS adalah negara dengan produksi minyak bumi empat juga barel per hari. Tambahan delapan juga barel per hari diperoleh booming shale oil.

Shale oil, atau minyak serpih, adalah minyak tidak konvernsional yang dihasilkan bebatuan minyak yang difragmetnasi oleh pirolisis, hidrogenasi, atau pelarutan termal.

Proses ini mengubah bahan organik di dalam bebatuan (karogen) menjadi minyak dan gas sintetnsi. Minyak dapat digunakan sebagai bahan bakar, atau ditingkatkan untuk memenuhi standar bahan baku kilang dengan menambahkan hidrogen dan menghilangkan kotoran; sulfur dan nitrogen.

AS menghasilkan shale oil di Permian Basin, bentangan seluas 86 ribu mil persegi yang berbatasan dengan Texas dan New Mexico. Wilayah ini bertanggung jawab atas sepertiga produksi minyak mentah AS.

Terdapat 864 pengeboran aktif di Permain Basin, dengan lebih dari setengahnya terus bekerja menghasilkan minyak.

Scott Sheffield, CEO Pioneer Natural Resources, memimpin revolusi yang menghasilkan shale oil sejak awal. Hampir dua dekade Scott dan perusahaannya bergerak, dan kini menambang minyak di wilayah seluas 680 ribu hektar.

“Kami bekerja di atas cadangan 80 miliar barrel di cekungan Midland, dan mungkin jumlah yang sama di cekungan Delaware,” kata Sheffield. “Mungkin jumlah ini sama dengan cadangan minyak beberapa negara di Timur Tengah.”

World Oil Outlook OPEC, dirilis pekan ini, menulis booming shale oil masih terus berlanjut, dan akan membuat produksi minyak AS menjadi 20 juta barel per hari dalam lima tahun.

Booming shale oil berimplikasi pada kebijakan luar negeri AS. Presiden Donald Trump secara terbuka mengatakan enggan mengerahkan pasukan untuk melindungi suplai minyak Timur Tengah ke AS, terutama minyak yang keluar dari Teluk Persia.

Minyak dari Teluk Persia adalah penyumbang seperlima kebutuhan harian dunia.

Fakta ini adalah jawaban atas pertanyaan mengapa AS tidak mengerahkan pasukan ketika Iran menyerang fasilitas Saudi Aramco. Shale Oil telah mengubah kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah.

Masih Impor

Meski berstatus produsen minyak nomor satu dunia, AS masih harus mengimpor sembilan juta barel per hari. Bedanya, AS tidak lagi tergantung pasokan asing.

Trump kini boleh gembar-gembor sukses menciptakan lapangan kerja baru. Sebagai negara mandiri di sektor energi, AS menyerap banyak tenaga kerja di sektor minyak dan gas, serta memungkinkan menjual dengan harga lebih rendah.

Harga minyak yang rendah dipastikan mendongkrak peluang usaha, dan memperluas ekspansi ekonomi. Selain itu, AS kini boleh membusung dada saat berhadapan dengan Qatar dan Rusia, dua raksasa energi dunia.

Si Sabine Pass, di perbatasan Texas dan Louisiana, terminal gas alam cair milik Cheniere Energy berdiri megah. Kelompok usaha ini menghabiskan 12 miliar dolar AS untuk membangun fasilitas, setelah Presiden Barack Obama mencabut larangan ekspor energi tahun 2015.

Cheniere kini mengekspor gas alam cair ke lebih 30 negara Asia, Eropa, dan Amerika Selatan. Qatar dan Rusia tidak bisa lagi mendominasi.

200 Perusahaan Bangkrut

Pertanyaannya, benarkah semua produsen shale oil menikmati hasil?

Wall Street menegakan disiplin keuangan baru untuk perusahaan yang bergerak mengelola ladang shale oil. Tindakan ini diambil menyusul bangkrutnya lebih 200 perusahaan shale oil dalam empat tahun terakhir, dengan meninggalkan utang 100 miliar dolar AS.

Sheffield, misalnya, tidak bisa mengingkari keadaan ini. Ia menunda rencana pensiun, untuk memangkas 100 juta dolar AS biaya overhead dan memberhentikan 530 pekerja.

Ia menargetkan pengebalian modal sebesar 15 persen, setelah Wall Street menerapkan aturan baru.

Penyebab semua itu adalah pasokan yang banyak membuat harga minyak dunia ambruk. Sheffield tidak bisa menjual dengan harga tinggi, untuk mengambalikan modal secepatnya.

Standard & Poor (S&P) 500 juga memotong kapitalisasi pasar perusahaan energi sampai 50 persen dalam empat tahun terakhir, karena investor institusional keluar dari sektor minyak dan gas.

Alasan investor sederhana saja, margin keuntungan sektor gas dan minyak terus terpangkas akibat isu perubahan iklim.

Banyak orang percaya booming shale oil belum selesai. Namun, bisakah produsen memangkas biaya produksi, dan memasang tanda ‘dijual’ atau menghadapi kebangkrutan.

Back to top button