
GREAT Institute mendesak Pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil langkah aktif dalam membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mendorong pembebasan aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, bersama 11 rekannya yang ditangkap dan disandera militer Israel (IDF)
JERNIH– Lembaga kajian strategis GREAT Institute mendesak Pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil langkah aktif dalam membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mendorong pembebasan aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, bersama 11 rekannya yang ditangkap dan disandera militer Israel (IDF) pada Senin dinihari, 9 Juni 2025.
Desakan itu disampaikan Direktur Geopolitik GREAT Institute, Teguh Santosa, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi. Menurut Teguh, Indonesia sebagai pendukung solusi dua negara sudah semestinya menunjukkan sikap tegas terhadap tindakan Israel yang terus melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
“Indonesia menerima solusi dua negara sebagai jalan keluar yang paling kredibel untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini. Sudah semestinya kita mengingatkan Israel dan Amerika Serikat yang selalu mendukung aksi teror Israel di Palestina bahwa prinsip two state solution hanya efektif bila dibarengi penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Teguh, Senin (9/6/2025).
Ditangkap Saat Bawa Bantuan ke Gaza
Greta dan rombongan berlayar menggunakan kapal Madleen, yang dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC). Kapal ini membawa bantuan kemanusiaan seperti beras, tepung, susu bayi, alat kesehatan, dan perlengkapan kebersihan perempuan serta anak-anak yang dihimpun dari donasi masyarakat internasional. Mereka berangkat dari Catania, Italia pada 1 Juni 2025 dan berupaya menembus blokade Israel ke Gaza.
Namun, pada Senin dinihari sekitar pukul 03.00 waktu setempat, kapal Madleen dicegat oleh IDF di perairan internasional. Para aktivis kemudian ditahan dan diarahkan ke pelabuhan Ashdod, Israel. IDF menyatakan bahwa operasi tersebut dilakukan secara damai dan tidak ada kekerasan, namun saksi mata melaporkan bahwa kapal sempat disemprot zat iritasi dan para aktivis diminta membuang telepon genggam mereka ke laut.
Mereka yang ditahan antara lain termasuk Greta Thunberg, aktivis iklim asal Swedia, serta Rima Hassan, anggota parlemen Prancis dari kubu sayap kiri La France Insoumise. FFC menyebut tindakan Israel sebagai bentuk “pembajakan kapal di perairan internasional” dan menuntut pembebasan segera seluruh awak dan penumpang.
Desakan ke PBB dan Kritik Atas Veto AS
GREAT Institute, lembaga yang dipimpin Dr Syahganda Nainggolan, itu juga meminta agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama Majelis Umum, memberikan tekanan maksimal terhadap Israel. Teguh menilai langkah itu penting, mengingat Dewan Keamanan PBB tidak dapat lagi diandalkan setelah veto terbaru Amerika Serikat yang menggagalkan resolusi gencatan senjata untuk Gaza.
“Meskipun tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, Resolusi Majelis Umum PBB dapat mempengaruhi perkembangan hukum internasional di mana resolusi tersebut dapat menjadi cerminan dari nilai-nilai global yang diterima luas,” kata Teguh.
Teguh juga menyebut bahwa tindakan Israel yang menutup akses bantuan kemanusiaan dan menculik aktivis di kapal Madleen adalah pelanggaran serius terhadap prinsip kemanusiaan yang seharusnya dijaga oleh masyarakat internasional.
Reaksi Internasional
Pemerintah dari negara-negara asal aktivis, termasuk Swedia, Prancis, dan Spanyol, telah menyampaikan protes diplomatik terhadap penahanan tersebut. Di sisi lain, Israel membela tindakannya dan menyebut kapal Madleen sebagai “kapal selfie” yang hanya bertujuan memprovokasi dan membangun pencitraan publik. Mereka menyatakan bahwa semua bantuan dari kapal akan disalurkan melalui jalur resmi setelah pemeriksaan keamanan.
Namun berbagai kelompok kemanusiaan dan pengamat internasional menyatakan tindakan Israel melanggar hukum laut dan hak asasi manusia. Human Rights Watch dan Amnesty International menyebut penyitaan kapal dan penahanan para aktivis sebagai “tindakan intimidatif terhadap solidaritas sipil internasional.”
Konteks Indonesia
Dorongan dari GREAT Institute sejalan dengan posisi Indonesia selama ini yang secara konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan menentang pendudukan Israel. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo atau Kementerian Luar Negeri terkait insiden penahanan Greta dan pembajakan kapal Madleen oleh Israel.
GREAT Institute berharap Indonesia tidak hanya berhenti pada pernyataan diplomatik, tetapi juga mengambil peran aktif dalam mendorong penyelesaian konflik dan memperluas akses bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza yang kini berada dalam kondisi darurat. [ ]