Crispy

Kuatir Pengaruh Cina, AS Cabut Pembatasan Kepada Menhan Prabowo Subianto

Prabowo, mantan komandan pasukan elit Kopassus, ditolak mendapatkan visa AS pada pertengahan tahun 2000, ketika ia ingin menghadiri wisuda putranya di Boston.

JERNIH– Amerika Serikat telah mencabut larangan 20 tahun terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Langkah itu menurut beberapa ahli merupakan upaya untuk menyeimbangkan pengaruh militer dan ekonomi Cina yang dinilai AS tumbuh menguat di Indonesia.

Keputusan Washington untuk menjamu Prabowo muncul di tengah meningkatnya ketegangan AS-Cina yang mengguncang Asia. Irawan Ronodipuro, juru bicara urusan luar negeri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)—partai politik Prabowo, mengatakan kepada This Week In Asia “larangan telah dicabut”. Untuk itu Prabowo akan bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Mark Esper, yang menurut Irawan, “Sekitar bulan November.”

“AS menyadari bahwa Indonesia adalah sekutu strategis di Indo-Pasifik, karena kami juga memahami peran penting yang dimainkan [AS] dalam memastikan kawasan yang damai dan stabil,” kata Irawan, seraya menambahkan inilah alasan pencabutan larangan tersebut. Menurut dia, Indonesia sama-sama menghargai hubungan militer Amerika dan Cina, dengan kebijakan luar negeri yang akan selalu bebas dan aktif.

“Kami ingin berteman dengan semua bangsa… dan saat kami menghadapi pandemi, kami harus bekerja sama sebagai satu kesatuan,”kata Irawan.

Prabowo, mantan komandan pasukan elit Kopassus, ditolak mendapatkan visa AS pada pertengahan tahun 2000, ketika ia ingin menghadiri wisuda putranya di Boston. Dia mengatakan kepada Reuters pada tahun 2012 bahwa dirinya masih tidak bisa mendapatkan visa AS, karena tuduhan berada di balik kerusuhan yang menewaskan lebih dari 1.000 orang setelah jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1998.

AS ragu-ragu untuk mencabut larangan tersebut setelah penunjukan Prabowo sebagai menteri pertahanan hampir setahun yang lalu. Selama periode ini, dia telah didekati, baik oleh Cina maupun Rusia.

Bulan lalu, Menteri Pertahanan Cina Wei Fenghe mengunjungi Indonesia sebagai bagian dari tur empat negara bulan lalu.

Juru Bicara Prabowo, Irawan Ronodipuro, mengatakan Menteri Pertahanan akan membahas hubungan militer dan kerja sama antara kedua negara. “AS selalu memainkan peran penting dalam pertahanan dan pengadaan strategis negara kami. Dalam iklim saat ini, kami yakin peran yang ditingkatkan sangat dibutuhkan,” kata Irawan.

Tidak jelas apakah kunjungan Prabowo akan dilakukan sebelum atau sesudah pemilihan presiden AS pada 3 November.

“Rekan Prabowo dari AS, Esper, mungkin tidak akan menjabat selama kunjungan Prabowo karena dia telah mengindikasikan bahwa dia mungkin akan mundur terlepas dari hasil pemilihan,”kata Profesor Zachary Abuza dari National War College, di Washington.  “Kapan [Esper akan mundur], saya tidak tahu. Prabowo kemudian akan menemui penjabat sekretaris [jika Esper mundur],”kata Abuza, yang mengkhususkan diri pada Studi dan Keamanan Asia Tenggara.

“Waktunya aneh [tapi] ini adalah kemenangan yang signifikan bagi Prabowo,” kata Abuza. “Jelas AS telah membebaskan sanksi demi hubungan bilateral.”

Tindakan penyeimbangan

Alex Arifianto, peneliti di S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, mengatakan, mendekati Prabowo adalah cara AS untuk menyeimbangkan pengaruh Cina, untuk memastikan Indonesia tidak bergerak “terlalu jauh ke pihak Cina.

“Cina telah secara signifikan meningkatkan investasi militer dan ekonominya– terutama infrastruktur dan pertambangan–di Indonesia sejak pemerintahan Joko Widodo menjabat pada tahun 2014,” kata Arifianto.

Dia mengatakan pemerintahan Trump dipandang kurang terlibat dengan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya daripada pemerintahan Obama. Pertemuan itu akan menjadi kesempatan bagi Washington untuk menunjukkan bahwa mereka masih tertarik dengan sekutu Asia Tenggara, meskipun lebih bersifat bilateral daripada multilateral, katanya.

Abuza mengatakan Indonesia secara sengaja “nonblok” dan tidak ingin terlibat dalam konflik kekuatan besar antara AS dan Cina. “Bahkan jika mereka prihatin dengan agresivitas Cina di sekitar Kepulauan Natuna, di mana negara-negara tersebut memiliki klaim teritorial yang bertentangan, mereka akan menjaga hubungan baik, karena Cina menggerakkan ekonomi Indonesia dan mengambil langkah maju dari krisis Covid-19 di Nusantara,”kata Abuza.

Para analis menyebut kunjungan itu sebagai kemenangan bagi hubungan AS-Indonesia tetapi merugikan kelompok hak asasi manusia.

“Itu kabar baik dan buruk. Kunjungan Prabowo akan berdampak positif bagi hubungan pertahanan… kesempatan untuk diskusi yang lebih dalam secara langsung tentang kerja sama dan pengadaan pertahanan,”kata Natalie Sambhi, direktur eksekutif Verve Research, sebuah organisasi independen yang berfokus pada pemahaman hubungan antara militer dan masyarakat di Asia Tenggara.

“Sayangnya, ini akan menjadi pukulan lebih lanjut bagi kelompok-kelompok hak asasi manusia di Indonesia yang mencari dukungan dalam mengejar akuntabilitas… selama kerusuhan di Jakarta tahun 1998.”

Menurut Sambhi, AS pertama kali melarang menteri pertahanan Indonesia pada tahun 2000 atas dugaan perannya dalam kekerasan itu, segera setelah AS meratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat.

Prabowo membantah semua tuduhan pelanggaran hak asasi manusia tersebut.

Dia mengatakan organisasi hak asasi manusia akan melihat ini sebagai bukti lebih lanjut dari AS yang menjauh dari penegakan norma global di bawah pemerintahan Trump, mengingat kedekatan presiden AS dengan para pemimpin otoriter seperti Vladimir Putin dari Rusia, Jair Bolsonaro dari Brasil, dan Viktor Orban dari Hongaria.

Pengadaan pertahanan

TNI Angkatan Darat sedang menjalani program modernisasi militer skala besar untuk menggantikan infrastruktur pertahanan yang sudah tua termasuk pesawat, kapal, tank, serta teknologi persenjataan, kata Arifianto.

Dalam beberapa bulan terakhir, Prabowo telah menyatakan minatnya untuk memperoleh 15 Eurofighter Typhoon Aircraft bekas dari Austria, F-16 Viper dari AS, dan jet tempur Rafale dari Prancis. Juli lalu, Rusia mengatakan kesepakatan untuk menjual 11 jet tempur Sukhoi Su-35 ke Indonesia senilai 1,14 miliar dolar AS, masih berjalan.

Pejabat Indonesia telah menyatakan keprihatinan bahwa Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act, undang-undang Amerika yang ditandatangani oleh Trump pada Agustus 2017, berpotensi menghambat pembelian pesawat tempur dari Rusia, lapor BenarNews.

Abuza mengatakan AS “sama sekali tidak penting bagi pengadaan pertahanan Indonesia” karena sistem senjatanya “terlalu mahal untuk Indonesia”, yang ingin menurunkan biaya dengan menegosiasikan perizinan untuk produksi dalam negeri.

“Pengadaan pertahanan Indonesia tidak fokus dan sebagian besar terpisah dari proses perencanaan strategis. Mereka membeli berbagai sistem, berdasarkan apa yang bisa mereka dapatkan dengan murah dan cepat,”kata Abuza.

“Tapi itu sangat tidak menguntungkan, karena sistem persenjataan saat ini ada di internet dan perlu saling berkomunikasi. Mereka membeli barang-barang yang tidak dirancang untuk saling menguatkan. Pengadaan harus dikaitkan dengan penilaian risiko strategis,”tambahnya.

Sambhi mengatakan embargo senjata AS tahun 1999 di Indonesia menyusul kekerasan di Timor Leste ketika negara itu memilih untuk melepaskan diri dari pemerintahan Jakarta membuat kesan mendalam di negara itu. Embargo dicabut pada tahun 2005.

“Pengalaman ini memberi kesan yang kuat bagi para pemimpin Indonesia untuk tidak pernah bergantung pada segelintir pemasok, oleh karena itu pendekatan internasional, sekarang tertanam kuat dalam budaya pengadaan,” kata Sambhi. Ia menambahkan bahwa peralatan dari banyak pemasok yang berbeda menciptakan tantangan tersendiri bagi TNI yang akan membutuhkan suku cadang dan dukungan logistik serta pelatihan untuk personel pemeliharaannya. [Amy Chew/South China Morning Post]

Back to top button