Pandemi Covid-19 di India; Neraka Bagi Penduduk, Surga Bagi Penipu
- Ketika terjadi krisis oksigen, penipu bermain di media online. Ribuan orang jadi korban.
- Ada obat antivirus palsu yang dijual dengan harga 40 kali lipat dari harga pasar.
- Dokter dan polisi kerjasama bikin klain asuransi palsu untuk ratusan penduduk.
JERNIH — Chandrakant, pekerja bursa saham, tewas di rumahnya di New Delhi setelah tabung oksigen yang mereka beli secara online tidak pernah tiba.
Shibesh Singh, perwira senior kepolisian New Delhi, melaporkan tim anti-kejahatan yang dipimpinnya menangkap geng pembuat dan penjual obat antivirus Remdesivir palsu dengan harga 40 kali lipat dari harga pasar.
Dua berita di atas hanya sebagian dari belasan kasus penipuan selama neraka pandemi Covid1-19 di India. Penipuan lainnya meliputi tabung pemadam yang disamarkan sebagai tabung oksigen, daur ulang peralatan pelindung pribadi, dan lainnya.
Memanfaatkan kepanikan warga, anggota gengster membujuk warga menarik tabungan dan menukarkan uang mereka dengan bitcoin. Setelah itu bitcoin diuangkan lagi dan dibawa lari. Sebanyak 4.500 orang kena tipu. Total kerugian 14 juta dolar AS, atau Rp 200 miliar.
Satu kasus penipuan yang rumit, melibatkan polisi dan dokter, muncul di awal pandemi. Polisi dan dokter membuat pernyataan palsu bahwa ratusan penduduk sebuah desa di negara bagian Haryana tewas dalam kecelakaan dan keluarga mereka mengklaim asuransi.
Penipuan Mematikan
Dua penipuan dengan korban nasabah bank dan kecelakaan fiktif relatif biasa. Yang tidak biasa, dan muncul sedemikian masif dan inovatif selama pandemi, adalah penipuan yang membunuh.
Komal Taneja, istri Chandrakant, mengatakan suaminya terkena Covid-19 tapi tidak mati akibat penyakit yang disebabkan virus korona itu. “Kami mati-matian mencari tempat tidur di rumah sakit selama sepekan,” kenang Taneja. “Dua rumah sakit swasta meminta satu juta rupee, atau Rp 196 juta. Kami tak punya uang sebanyak itu.”
Dalam keadaan putus asa, Taneja menemukan situs online yang menjajakan tabung oksigen, dengan pengiriman satu jam setelah transkasi. Tanpa pikir panjang, Taneja membeli secara online.
“Saya bayar 15 ribu rupee, atau Rp 2,9 juta, untuk satu tabung,” kata Taneja. “Namun tabung oksigen itu tidak pernah tiba.”
Taneja menghubungi penjual tabung oksigen itu lewat telepon, tapi sang penjual meminta uang lagi dan dalam jumlah lebih banyak. Di pembaringan, suaminya sekarat akibat kesulitan bernafas.
Pada 1 Mei, Chandrakant mengembuskan nafas terakhir. Ia meninggalkan istrinya yang kini harus bekerja keras untuk merawat orang tuanya yang sakit akibat terpapar virus korona.
Canggih
Narang, seorang eksekutif perusahaan swasta di Nodia, mengaku ditipu sekelompok penipu cerdas dengan metode canggih saat kelabakan mencari konsentrator oksigen untuk temannya sang kesulitan bernafas.
“Saya menemukan tautan pemasok konsentrator yang terlihat asli. Bahkan pemasok itu memiliki katalog model berbeda. Harganya juga kompetitif,” kata Narang.
Narang menghubungi nomor yang tertera di tautan dan memesan barang yang dibutuhkan. “Orang itu meminta 45 ribu rupee, atau Rp 8,8 juta, dalam dua kali angsuran,” kata Narang. “Saya yakin barang yang ditawarkan asli, dan saya bayar.”
Sampai sang teman mengembuskan nafas terakhir, konsentrator yang dipesan Narang tak pernah ada. Narang mungkin bukan satu-satunya yang kena tipu, dan temannya bukan satu-satunya korban tewas akibat penipuan.
Menurut Shibesh Singh, kasus yang melibatkan Chandrakant dan Narang adalah dua dari 600 kasus yang sedang diseledikit dalam sepekan terakhir. Ia yakin jumlah korban penipuan jauh lebih banyak tapi tak melapor.
Asumsinya, ribuan korban Covid-19 panik ketika terjadi krisis oksiben. Rumah sakit penuh, tapi pasokan oksigen menipis. Keluarga korban mencari oksigen dengan berbagai cara, salah satunya lewat online.
“Para penjahat itu melihat krisis oksigen sebagai saat tepat untuk menipu,” kata Singh.
Dalam kasus lain, menurut Singh, sekelompok orang mengecat ulang tabung pemadam dan menjualnya sebagai tabung oksigen. Sekelompok penipu mengaku dokter, berkeliaran di rumah sakit menawarkan tempat tidur.
Pekan lalu, enam pria ditangkap saat sedang mencuci, mengemas ulang, dan menjual puluhan ton sarung tangan bedah bekas dari rumah sakit.
“Kami hanya bisa mendesak setiap orang ekstra hati-hati saat mendekati kontak untuk bantuan online,” kata Singh.
Menurutnya, kepolisian menangkap puluhan penipu itu tapi ratusan lainnya masih berkeliaran dan menjalankan aksinya. Setiap penangkapan diumumkan ke publik, dan mengundang respon keras masyarakat.
“Gantung mereka,” kata Narang. “Jika tidak, pemerintah harus memastikan mereka dihukum seumur hidup. Aksi penipuan yang mereka lakukan tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tapi menyebabkan kematian. Mereka bermain dengan kehidupan manusia.”