Paus Leo XIV Kanonisasi ‘Influencer Tuhan’ Carlo Acutis’ Sebagai Santo Pertama dari Generasi Milenial

- Pengangkatan Carlo Acutis sebagai santo memberikan generasi muda umat Katolik seorang panutan berikut yang relevan.
- Ia mendapat julukan ‘influencer Tuhan’ berkat situs multibahasa yang mendokumentasikan mukjizat Ekaristi.
JERNIH — Paus Leo XIV Minggu 7 September mendeklarasikan Carlo Acutis, jenius komputer usia 15 tahun yang meninggal akibat leukemia, sebagai Santo Katolik pertama dari generasi milenial.
Kanonisasi Acutis diselenggarakan dalam upacara yang dihadiri ribuan generasi muda umat Katolik di Lapangan Santo Petrus. Paus Leo XIV juga mengkanonisasi Pier Giorgio Frassati, tokoh populer Italia lainnya yang meninggal di usia muda.
Pengangkatan Carlo Acutis sebagai santo memberikan generasi muda umat Katolik seorang panutan berikut yang relevan. Carlo Acutis menggunakan teknologi untuk menyebarkan iman dan mendapatkan julukan influencer Tuhan. Acutis meninggal dunia tahun 2006 pada usia 15 tahun.
Vatikan mengatakan 36 kardinal, 270 uskup, dan ratusan imam, mendaftar untuk perayaan Misa pertama bersama Paus Leo XIV, sebagai tanda daya tarik besar para santo bagi hierarki dan umat beriman awam.
Acutis lahir di London 3 Mei 1991 dari keluarga Katolik kaya raya tapi tidak terlalu taat. Tak lama setelah kelahiran Acutis, keluarganya pindah ke Milan. Acutis menikmati masa kecil bahagia, meski ditandai dengan pengabdian agama yang semakin intens.
Ia tertarik pada ilmu komputer dan melahap buku-buku pemrograman tingkat perguruan tinggi sejak dini. Ia mendapat julukan ‘influencer Tuhan’ berkat warisan teknologi utamanya, yaitu situs web multibahasa yang mendokumentasikan apa yang disebut mukjizat Ekaristi yang diakui oleh Gereja. Proyek ini diselesaikan pada saat pengembangan situs semacam itu masih menjadi ranah para profesional.
Acutis diketahui menghabiskan berjam-jam untuk berdoa di hadapan Ekaristi setiap hari. Hirarki Katolik telah berusaha mempromosikan praktik adorasi Ekaristi karena, menurut jajak pendapat, sebagian besar umat Katolik tidak percaya Kristus hadir secara fisik dalam hosti Ekaristi.
Seperti bocah seusianya, Acutis juga bermain game tapi hanya satu jam dalam sepekan. Ia seolah telah memutuskan semua itu sebelum TikTok muncul. Bahwa hubungan antarmanusia jauh lebih penting daripada hubungan virtual. Disiplin dan pengendalian diri terbukti menarik bagi hierarki Katolik, yang membunyikan peringatan akan bahaya masyarakat digerakan oleh teknologi.
Oktober 2006, di usia 15 tahun, Acutis jatuh sakit dan didiagnosa mengidap leukemia akut. Beberapa hari setelah dirawat, Acutis meninggal dunia. Ia dimakamkan di Assisi, yang dikenal karena hubungannya dengan Santo Fransiskus.
Tahun-tahun setelah kematiannya, umat Katolik muda berbondong-bondong ke Assisi untuk melihat Acutis melalui makam berdinding kaca. Acutis masih mengenakan celana jins, sepatu Nike, kaus oblong, dan seolah sedang tidur.
Sebagian besar popularitas Acutis dibangun berkat kampanye Vatikan, yang ingin memberikan teladan baru kepada generasi milenial beriman bahwa seseorang yang biasa-biasa saja bisa melakukan hal-hal luar biasa dalam hidup.
Pada diri Acutis, umat Katolik muda menemukan generasi milenial melek teknologi dan mudah dipahami, serta mencapai usia dewasa di milenium baru.
Frassati, santo lainnya, hidup antara 1901-1925, meninggal akibat penyakit polio. Beliau lahir dari keluarga terkemuka di Turin, tapi dikenal karena pengabdiannya dalam melayani kaum miskin. Ia melakukan berbagai tindakan amal sambil menyebarkan iman kepada sahabat-sahabatnya.