Peneliti Temukan Lima Spesies Landak Berbulu, Satu dari Gunung Leuser Aceh
- H.vorax, landak berbulu dari Gunung Leuser, ditemukan tahun 1939 tapi baru diteliti sekarag.
- Satu lagi spesies baru, H.macarong, berasal dari Vietnam. Lebih besar dari spesies asal Aceh.
JERNIH — Peneliti menemukan lima spesies berbeda landak berbulu sutra di sekujur Asia Tenggara. Salah satunya H.vorax, landak berbulu sutra dari Gunung Leuser, Aceh.
Penemuan lima spesies ini sebetulnya bukan baru, tapi peneliti butuh waktu lama untuk mengklasifikasikan spesies baru atau bukan. Dua spesies yang sebelumnya tidak diketahui, kini masuk spesies baru.
Tiga spesies lainnya ditingkatkan statusnya dari subspesies menjadi spesies.
Penelitian yang diterbitkan Zoological Journal of Linnean Society ini meningkatkan jumlah spesies landak yang dikenali dari dua menjadi tujuh. Landak berbulu halus adalah spesies unik dalam beberapa keluarga landak, terkenal karena moncong panjang dan runcing, serta tubuh ditutupi bulu bukan duri.
Bentuk fisik landak berbulu sutra mengingakan kita pada hibirda tikus, termasuk tikus ekor pendek. Makanan mamalia kecil ini beragam, mulai dari serangga, berbagai invertebrata, dan buah-buahan. Mereka aktif di siang-malam.
H.macarong, yang baru-baru ini masuk daftar spesies baru, ditemukan di Vietnam dan menjadi terkenal karena taringnya panjang. Macarong adalah kata dalam bahasa lokal Vietnam yang artinya vampir. Spesies landak ini berukuran kecil, sekitar 14 cm, dengan bulu cokelat.
H. vorax, yang ditemukan di Gunung Leuser, Aceh, berukuran lebih kecil, yaitu 12 cm, dengan bulu cokelat tua, ekor hittam, dan moncong sangat ramping. Pakar mamalia Frederick Ulmer yang kali pertama menemukannya tahun 1939. Nama yang diberikan Ulmer untuk spesies satu ini mengacu pada nafsu makannya yang berlebihan.
Arlo Hinckley, peneliti utama studi ini dan rekan pascadoktoral Margarita Salas dari Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian dan Universitas Seville, menekankan pentingnya penelitian landak bagi upaya konservasi.
Menurutnya, penemuan spesies mamalia baru — terutama mamalia kecil yang aktif di malam hari — menunjukan kesenjatangan signifikan dalam pengetahuan kita tentang satwa liar. Studi ini memeriksa 232 spesimen fisik dan menganalisis 85 sampel jaringan, menggunakan sumber dari 14 koleksi sejarah alam di Asia, Eropa, dan Amerika.