Crispy

Polemik RUU HIP: Dari ‘Accident’ Bakar Bendera PDIP Hingga Nuansa Ateistik

JAKARTA — Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serempak memasang bendera partai di rumah dan kampung di Surabaya pada Kamis (25/6/2020) sebagai aksi lanjutan menyikapi pembakaran bendera PDIP beberap hari lalu. Belum diputuskan sampai kapan aksi ini berlangsung.

“Ini respon kawan-kawan PDI Perjuangan Kota Surabaya. Kami spontan saja. Bendera kami dibakar, kami justru makin solid. Kami kibarkan bendera PDI Perjuangan di rumah masing-masing, di kampung-kampung atau lingkungan masing-masing kader,” ujar Wakil Sekretaris Dewan Pengurus Cabang PDIP Kota Surabaya Anas Karno, Senin (29/6/2020), dilaporkan detiknews.

Di lain tempat, sejumlah kader PDIP Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melakukan aksi long march menanggapi insiden ini pada Senin (29/6/2020). Massa memulai aksi dari Sekretariat DPC PDIP Kota Tangsel menuju Mapolres Tangsel.

Kedua aksi ini ini merupakan reaksi atas pembakaran bendera PDIP Rabu lalu (24/6/2020). Dikabarnya sebelumya, bendera partai banteng mencong putih itu dibakar oknum peserta aksi “Selamatkan Pancasila Dari Komunisme” yang berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Dilaporkan tvOne, peserta aksi yang mengatasnamakan Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK)  NKRI ini menuntut pemerintah mencabut Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari Prolegnas Prioritas 2020. Sejumlah ormas Islam turut serta dalam aksi ini, di antaranya Front Pembela Islam (FPI), Persatuan Alumni (PA) 212, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.

Terkait insiden pembakaran bendera partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut, koordinator lapangan (korlap) aksi tersebut, Edy Mulyadi, menyatakan bahwa pembakaran merupakan accident (kecelakaan).

“Pembakaran bendera PDIP itu adalah accident, karena tidak ada rencana pembakaran bendera, apalagi bendera PDIP,” ujarnya, dilaporkan TribunJateng

Pada aksi tersebut, selain bendera PDIP, turut dibakar pula bendera berwarna merah bergambar palu.arit yang disebut para peserta aksi sebagai bendera PKI.

Menanggapi pembakaran tersebut, politisi senior partai banteng moncong putih, Tjahjo Kumolo, mengatakan wajar jika kader partainya merasa terganggu dengan aksi tersebut.

“Saya kira setiap orang, setiap kelompok, setiap organisasi pasti akan merasa terhina, tersinggung, kalau lambang-lambang pastainya, organisasinya, termasuk harga diri dan kehormatannya itu diganggu,” kata Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu, dikabarkan Merdeka.com.

Pihak PDIP menyatakan akan menempuh jalur hukum guna menyelesaikan persoalan ini. “Karena itulah mereka yang membakar bendera Partai, PDI Perjuangan dengan tegas menempuh jalan hukum,” ungkap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

KompasTV melaporkan, Polda Metro Jaya telah memeriksa lima orang saksi terkait insiden ini. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono mengatakan pihaknya masih dalam tahap penyelidikan.

“Kita sifatnya masih penyelidikan, ya. Masih penyelidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya. Dan polisi akan melakukan menyelidikan dan penyidikan secara profesional. Tentunya nanti daripada hasil penyelidikan nanti akan digelarkan, ya,” tuturnya dalam sebuah keterangan.

Dinilai Khianati Negara

Sejak mencuat ke publik pada April 2020, RUU HIP terus mengalami penolakan. Kompas melaporkan dalam Catatan Rapat Legislasi Pengambilan Keputusan atas Penyusunan Rancangan  Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP merupakan usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2020.

Menurut catatan tersebut, yang menjadi latar belakang munculnya RUU HIP adalah belum adanya Undang-Undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun, beberapa poin di dalam RUU yang diakui Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto  diusulkan oleh fraksi partainya tersebut dianggap bermasalah dan menuai polemik.

Baca Juga : Melacak ‘Ketuhanan Yang Berkebudayaan’, Frasa Bermasalah RUU HIP

Banyak kalangan menilai, pasal 7 RUU HIP yang mencantumkan Trisila sebagai ciri pokok Pancasila dan Ekasila sebagai kristalisasinya merupakan pengkhianatan negara karena dikhawatirkan membuka peluang bangkitnya kembali komunisme di Indonesia.

Dilaporkan Liputan 6, Survei dari Media Survei Nasional (Median) mengungkap sebanyak 35,9 persen publik percaya bahwa RUU HIP akan membuka peluang tampilnya kembali aliran atau paham komunisme di Indonesia yang secara umum disimbolkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut bahwa RUU ini bernuansa ateistik dan sekularistik sebab memuat konsep trisila.

“RUU HIP memuat nuansa ajaran sekularistik dan juga ateistik sebagaimana tercermin dalam pasal 7 ayat (2) RUU HIP yang berbunyi, ‘Ciri Pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan,” kata putra mantan presiden RI ke-6 itu dalam web seminar (webinar) yang digelar Partai Demokrat, Jumat (26/6/2020), dilaporkan CNN.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdatul Ulama (NU), serta Muhammadiyah dikabarkan bereaksi terhadap RUU ini. Ormas-ormas Islam tersebut pada umumnya menyatakan ketidaksepahaman dengan beberapa poin dalam RUU HIP.

MUI bahkan mengeluarkan maklumat Nomor: Kep-1240/DP-MUI/VI/2020 tertanggal 12 Juni 2020 yang berisi delapan poin. Salah satu poin, yakni poin lima (5) maklumat tersebut berbunyi:

“Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia, dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib.”  

Back to top button