Ribuan Pekerja Indonesia di Taiwan Protes Penundaan Kenaikan Gaji
- Pekerja lama tidak menikmati kenaikan upah. Pekerja baru dibayar Rp 9,7 juta per bulan.
- Pekerja rumah tangga di dalam keluarga tidak tercakup dalam undang-undang.
JERNIH — Pekerja migran Indonesia, terutama yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan pengasuh, mengecam kebijakan pemerintah Taiwan yang tidak segera memberlakukan kenaikan upah baru.
“Pemerintah Taiwan tidak belajar dari kenaikan upah tahun 2015, yang membuat marah banyak pekerja karena hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kontrak baru,” kata Fajar, ketua Ganas Community — organisasi solidarita pekerja Indonesia — seperti dikutip Focus Taiwan.
Kenaikan upah bagi pengasuh yang bekerja dengan keluarga diumumkan Rabu pekan ini. Kenaikan ini, yang kali pertama sejak 2015, dari 17 ribu NT (Rp 8,3 juta) menjadi 20 ribu NT (Rp 9,7 juta).
Upah minimum baru masih 5.250 NT (Rp 2,5 juta) lebih rindah dari pekerja Taiwan, karena pengasuh yang tinggal di rumah tidak tercakup oleh UU Standar Tenaga Kerja Taiwan. Inilah yang menjadi kendala banyak pekerja asing yang terkena dampak kebijakan.
“Saya tidak heran ini terjadi lagi,” kata Fajar. “Ribuan pekerja migran sudah tidak menikmati kenaikan gaji.”
Menurut Fajar, Kementerian Perburuan Taiwan (MOL) mungkin mengatakan pekerja yang menandatangani kontrak baru akan mendapat kenaikan upay, tapi migran tidak akan diijinkan berganti majikan secara bebas karena mereka belum mendapat kenaikan gaji.
Jika MOL mendorong majikan menaikan upay pekerja yang sudah terikat kontra, itu tidak wajib. Artiya, pengasuh migran akan tertinggal oleh kebijakan MOL yang baru.
Beberapa pekerja akan mencoba merundingkan kenaikan gaji dengan majikan, baik melalui agen tenaga kerja atau berunding sendiri.. Namun, masih menurut Fajar, ini sangat tidak adil. Jika majikan tidak setuju akan terjadi konflik pekerja dan majikan.
Ema, salah satu pekerja migran Indonesia di Pingtung, mengatakan; “Orang menginginkan saya bekerja sangat keras, tapi diberi harapan kosong.”
Menurut Ema, penundaan kenaikan gaji adalah kebijakan tidak masuk akal. Pekerja migran seolah tidak berkontribusi apa pun.
Ema meminta majikan menaikan gajinya pada awal 2022 dengan alasan inflasi dan lainnya. Majikan justru mengatakan tidak membayar sesuai aturan MOL.
Marie Yang, pemimpin komunitas buruh migran Filipina dan seorang advokat, mengatakan telah menerima banyak keluhan atas kebijakan baru itu.
“Pekerja lama kecewa karena karena tidak mendapatkan gaji baru, karyawan baru menikmati gaji baru,” kata Yang. “Pemerintah Taiwan harus mulai memikirkannya. Disparitas upah akan menyebabkan perpecahan dan diskriminasi di antara pekerja.”