Sidang Perdana Syahganda: dari Pembatasan Pengunjung Sidang Sampai Larangan Memotret
Menurut Gde Siriana, aturan sidang virtual itu tidak diatur dalam KUHAP, hanya PERMA. “Jadi tidak absolut, dan pengadilan bisa tetap membuka agar bisa diakses publik,” kata dia.
JERNIH– Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, mengikuti sidang perdananya secara virtual atas kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sidang tersebut digelar secara terbatas di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, dengan agenda dakwaan pada Senin (21/12).
Sidang yang digelar di ruang sidang utama PN Depok hanya boleh dikuti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), kuasa hukum Syahganda, serta belasan masyarakat dan awak media.
Dalam pembacaan dakwaan oleh JPU, peserta dilarang mengambil foto dan merekam video ataupun suara, sebagaimana disampaikan pihak keamanan persidangan. Selain itu, dibatasinya kehadiran ruang sidang mengakibatkan sejumlah aktivis yang ikut mengawal tidak bisa masuk mengikuti jalannya persidangan.
Sidang berlangsung sekitar dua jam. Saat sejumlah wartawan ingin masuk ke ruang sidang utama PN Depok untuk mengambil foto dan merekam di dalam ruangan, hal itu dinyatakan dilarang.
“Pak izin masuk, mau merekam (sidang),” ujar salah seorang wartawan.
“Enggak boleh merekam, Pak, dilarang. Di dalam juga sudah penuh,”kata salah seorang aparat kemanan yang berjaga di depan pintu ruang sidang.
Hal tersebut mendapat sorotan Deklarator KAMI, Gde Siriana Yusuf, yang hadir dalam persidangan perdana Syahganda Nainggolan. Gde Siriana mengecam larangan tersebut.
“Wartawan tidak boleh foto jalannya sidang, ya mending ngomong terus terang saja sidang tertutup, tidak boleh dilihat,” ujar Gde Siriana di lokasi.
Lebih lanjut, Direktur Indonesia Future Studies (INFUS) ini menilai wajar jika pihak kepaniteraan menjalankan Surat Edaran Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Nomor 2/2020, tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.
“Namun jika begitu, seharusnya sesuai PERMA (peraturan MA), sidang virtual bisa disediakan dan diakses oleh publik. Misalnya disediakan link streaming oleh pengadilan,”kata dia.
Apalagi, kata dia, aturan sidang virtual itu tidak diatur dalam KUHAP, hanya PERMA. “Jadi tidak absolut, dan pengadilan bisa tetap membuka agar bisa diakses publik,” kata Gde Siriana. Dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Nomor 2/2020 mengatur larangan pengunjung sidang untuk merekam suara, mengambil foto, dan rekaman audio visual. Larangan itu berlaku pada saat persidangan berlangsung, dan apabila tidak mendapat izin dari Ketua Pengadilan. [ ]