Syarikat Islam Indonesia: Masyarakat Harus Lebih Sabar Jalani PPKM
“Situasi kondisi yang dihadapi masyarakat tentunya berbeda. Kemampuan masyarakat juga tidak sama, kadar akalnya pun juga berbeda-beda. Ini yang membuat masyarakat mudah diprovokasi dengan hoax”
JAKARTA – Keputusan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dimasa pandemi Covid-19 menjadi hal berat yang harus diambil pemerintah. Terutama bila mengingat dampaknya pada sisi ekonomi, sosial budaya, dan keagamaan. Namun itu diputuskan demi keselamatan masyarakat, dimana keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Oleh karena itu, masyarakat harus dapat menjaga agar tidak mudah dimanfaatkan oleh kelompok yang ingin memprovokasi, apalagi berbuat anarki terhadap ikhtiar dalam menjaga keselamatan jiwa.
“Situasi kondisi yang dihadapi masyarakat tentunya berbeda. Kemampuan masyarakat juga tidak sama, kadar akalnya pun juga berbeda-beda. Ini yang membuat masyarakat mudah diprovokasi dengan hoax,” ujar Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia, Muflich Chalif Ibrahim di Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Menurutnya, sosialisasi penanganan pandemi Covid-19 harus digalakkan dan dijelaskan dengan sebaik mungkin. Ini penting, agar masyarakat sadar dan dapat menerima keputusan dengan baik.
“Sosialisasi harus dijelaskan seterang-terangnya kepada seluruh masyarakat, mengingat cara pandang masyarakat yang berbeda-beda. Ini yang harus terus dilakukan baik itu oleh pemerintah, tokoh masyarakat dan juga tokoh agama,” kata dia.
Pelanggar kebijakan PPKM Darurat, ia menilai hal itu terjadi karena egoisme dari oknum yang tidak peduli orang lain, lingkungan dan sistem yang ada. Mereka tidak sadar bahwa dirinya ada di sebuah sistem dan memiliki berbagai peran sebagai masyarakat dari sebuah negara, sehingga cenderung tidak memikirkan kemaslahatan umat.
“Orang-orang ini lebih mementingkan diri sendiri, mengesampingkan hal yang lebih besar dan kemaslahatan yang lebih besar,” katanya.
Pun terkait provokasi yang justru dilakukan tokoh agama, Muflich mengatakan, sebagai tokoh agama tentunya adalah figur yang berilmu. Dengan demikian, seharusnya tokoh-tokoh itu juga bertindak sesuai dengan nilai dan ajaran agama, bukan justru memperkeruh suasana.
“Akal dan akhlaknya tidak berfungsi. Banyak orang yang mempertarutkan nafsu dengan tidak berpedoman pada wahyu. Sehingga mungkin saat ini kita seperti masuk ke era jahiliyah,” ujarnya.
Muflich berharap, upaya moderasi beragama haruslah diaplikasikan kepada generasi penerus bangsa, agar mereka disiapkan dan dididik supaya membekali diri dari gangguan, hambatan, tantangan dan ancaman, terutama menghadapi kondisi seperti pandemi Covid-19. Dimana generasi muda bangsa harus memiliki integritas moral tinggi, kejujuran, kebenaran, kemanusiaan, dan nilai inklusif dalam berbangsa agar tidak mudah terjerat provokasi bahkan radikalisme yang justru merugikan.