Oikos

Mengapa Jerman Susah Ikut Memboikot Minyak Rusia?

Dunia industri Jerman menolak untuk menjatuhkan sanksi terhadap gas alam Rusia. “Mematikan keran akan menyebabkan kerusakan permanen industri kita,” kata Martin Brudermüller, kepala eksekutif BASF, produsen bahan kimia. Melakukan transisi dari gas alam Rusia ke pemasok lain atau pindah ke sumber energi alternatif akan membutuhkan empat hingga lima tahun, bukan dalam ukuran pekan, kata dia. “Apakah kita ingin menghancurkan seluruh perekonomian nasional yang telah kita bangun selama beberapa dekade secara membabi buta?” kata Brudermüller

JERNIH—Terbuai sekian lama dalam kemudahan mendapatkan energy dengan hanya mengandalkan satu pemasok, Jerman kini kelimpungan sendiri. Ia tak bisa bersikap tegas, bahkan di saat kemarahan kian memuncak seiring penemuan bukti-bukti kekejaman Rusia dalam invasinya ke Ukraina.

Pada 2021 lalu, kebutuhan Jerman akan gas alam lebih dari setengahnya dipasok Rusia. Itu termasuk kurang lebih sepertiga dari semua minyak yang dibakar warga Jerman untuk mencegah mereka beku didera dingin saat winter menerpa rumah-rumah mereka. Negeri itu akan menjadi laiknya negeri di puncak kutub yang gelap dan remang, karena pembangkit listrik tak mampu berproduksi, sementara transportasi mandek karena tangki bus dan truk pun harus terisi. Selain itu, batu bara–yang penting untuk industri baja Jerman—juga datang dari Rusia.

Menuju Jerman, terbentang pipa gas alam pertama yang selesai pada 1980-an, menghubungkan negara itu ke Siberia. Warisan Perang Dingin itu berdiri dan menjadi saksi infrastruktur energi di timur Jerman, terkait langsung dengan Rusia. Kini jaringan yang dulu sangat bermanfaat itu menjadi pilihan sulit untuk berpaling dan mendapatkan minyak alternative dari negara lain.

Semua ketergantungan itu membelenggu Jerman yang kini terjebak di antara kemarahan atas agresi Rusia dan berbagai bukti kekejian terus bermunculan, dengan kebutuhan mereka akan energi dari Rusia yang belum tergantikan.

“Sebuah kesalahan bahwa Jerman menjadi sangat bergantung pada impor energi dari Rusia,” kata Christian Lindner, menteri keuangan Jerman, saat ia berbicara kepada rekan-rekannya di Uni Eropa manakala mereka bertemu di Luksemburg. Kata-katanya terdengar seolah omongan orang linglung menghadapi kenyataan di saat terbangunkan dari mimpi.

Namun, entah dengan cara apa nanti, Lindler mengindikasikan bahwa Jerman akan bersedia mendukung sanksi terhadap batu bara Rusia. Ini perubahan sikap dari selama ini meyakini bahwa sanksi energi akan lebih merugikan Jerman daripada Rusia.

Tergantung dan terkepung

Jerman yang serba tergantung itu tengah bingung. Semua pimpinan pabrik, dari perusahaan kimia dan baja terkemuka hingga pembuat permen, tahu pasti bahwa tanpa pasokan gas, minyak, dan batu bara yang stabil, produksi mereka akan terhenti.

Hampir setengah dari semua rumah Jerman dipanaskan dengan gas alam, yang juga digunakan untuk menghasilkan listrik, termasuk untuk industri berat. Serikat pekerja Jerman yang kuat di sektor kimia, pertambangan dan farmasi telah memperingatkan pemerintah bahwa pengurangan serius dalam impor gas dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan secara substansial.

Beberapa ekonom di Leopoldina National Academy of Sciences dalam sebuah laporan bulan lalu mengatakan, penghentian jangka pendek pengiriman gas Rusia “dapat diatur” jika Jerman dapat meningkatkan ketergantungannya pada sumber energi lain.

Robert Habeck, menteri energi Jerman, berusaha keras untuk melakukan hal itu. Ia terbang ke Qatar dan Washington untuk mengamankan kemitraan energi negerinya. Jerman sudah mampu mengurangi ketergantungannya pada gas dari Rusia sebesar 15 persen, menurunkannya menjadi ‘tinggal’ 40 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini, kata kementerian energi.

Tetapi dunia industri Jerman menolak untuk menjatuhkan sanksi terhadap gas alam Rusia. “Mematikan keran akan menyebabkan kerusakan permanen industri kita,” kata Martin Brudermüller, kepala eksekutif BASF, produsen bahan kimia yang berbasis di barat daya Jerman, memperingatkan. Melakukan transisi dari gas alam Rusia ke pemasok lain atau pindah ke sumber energi alternatif akan membutuhkan empat hingga lima tahun, bukan dalam ukuran pekan, kata dia.

“Apakah kita ingin menghancurkan seluruh perekonomian nasional yang telah kita bangun selama beberapa dekade secara membabi buta?” kata Brudermüller dalam sebuah wawancara dengan Frankfurter Allgemeine Zeitung, pekan lalu. Saya pikir eksperimen seperti itu tidak bertanggung jawab.”

Produsen cokelat, makanan ringan, dan permen di negara itu juga telah memperingatkan bahwa kekurangan gas akan menyebabkan malapetaka bagi kemampuan mereka untuk menghasilkan makanan berenergi tinggi tersebut.

“Gas adalah sumber energi terpenting di industri gula-gula Jerman,” kata Asosiasi Industri Gula-gula Jerman, atau BDSI, dalam sebuah pernyataan. “Perusahaan-perusahaan gula-gula Jerman memproduksi makanan, dan sangat penting untuk bisa memasok penduduk Jerman, terutama selama kekurangan makanan atau keadaan darurat lainnya.

Selama akhir pekan, Lithuania mengumumkan telah menghentikan semua impor gas dari Rusia mulai April. Namun proporsi pemakaian gas alam hanya 11 persen dari energi yang dikonsumsi negara Baltik yang berpenduduk 2,8 juta orang itu, sementara Jerman mengandalkan gas untuk 27 persen kebutuhan energinya.

Baru tahun ini pemerintah Jerman menjanjikan 500 juta euro guna membangun terminal yang diperlukan untuk mengimpor langsung gas alam cair. Itu merupakan bagian dari upaya untuk menggantikan 56 miliar meter kubik yang diimpor Jerman setiap tahun dari Rusia.

Selain memasok sejumlah besar gas, Rusia memiliki dan mengoperasikan ribuan mil pipa dan beberapa tangki penyimpanan utama di Jerman melalui anak perusahaan konglomerat energi milik negara, Gazprom. Di antara mereka adalah Astora, yang memiliki tangki penyimpanan bawah tanah terbesar untuk gas alam di Eropa Barat.

Menteri Habeck pada Senin lalu mengumumkan bahwa ia menempatkan Gazprom Germania, perusahaan induk Astora dan anak perusahaan utama Gazprom di Jerman, di bawah kendali negara hingga setidaknya September. Langkah itu dipandang sebagai upaya penting dalam merebut kembali kekuasaan atas pasokan gas dari tangan Rusia.

Pipa minyak sisa Perang Dingin

Lebih dari sepertiga dari semua minyak yang disuling di Jerman berasal dari Rusia. Sebagian besar mengalir langsung ke fasilitas di bekas Jerman Timur melalui jaringan pipa era Perang Dingin.

Jadi, mengganti minyak Rusia berarti harus mencari sumber pengganti minyak mentah dalam jumlah besar — ​​Jerman membeli 27 miliar ton dari Rusia pada tahun 2021 — tetapi juga mencari cara untuk mengangkutnya ke kilang-kilang di timur negara itu. Tidak ada jaringan pipa yang melintasi bekas perbatasan yang memisahkan Jerman Timur dan Barat.

Jerman telah mulai mendiversifikasi pasokan minyaknya, menurunkan pangsa Rusia menjadi 25 persen dari 35 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Mulai pertengahan April, kilang Leuna di Jerman timur hanya akan memproses setengah minyak Rusia dari tahun-tahun sebelumnya. Sebaliknya, minyak mentah yang dibawa dari negara lain diangkut dengan truk dan kereta api dari Jerman barat, kata kementerian ekonomi. Artinya, harga akan terpengaruh.

Tetapi kilang PCK di kota lain di Jerman timur, Schwedt, mayoritas dimiliki oleh perusahaan energi Rusia, Rosneft. Mereka tak senang membiarkan Jerman keluar dari kontrak untuk pengiriman minyak masa depan dari Rusia. Media Jerman telah melaporkan bahwa kementerian energi sedang mencari tahu apakah pengambilalihan negara dapat dibenarkan atas nama keamanan energi.

Ketergantungan batubara telah berkurang setengahnya, tetapi Jerman masih membutuhkan Rusia. Batubara adalah energi paling mudah untuk menggantikan tiga sumber energi. Namun, Jerman mengandalkan Rusia untuk menyediakan sekitar setengah dari impor batu bara kerasnya, setelah menutup tambang batu bara terakhirnya pada akhir 2018.

Selama enam pekan terakhir Jerman telah mampu mengubah rantai pengiriman dan menandatangani perjanjian baru, untuk mengurangi ketergantungannya menjadi dua, kata kementerian ekonomi. Sekarang 25 persen kebutuhan batu bara negara itu dipenuhi oleh Rusia. Jerman berencana untuk menghentikan impor bahan bakar sama sekali pada akhir musim panas.

Sampai saat itu, bagaimanapun, Menteri Habeck berkeras bahwa Jerman membutuhkan pasokan energi yang stabil untuk menegakkan perannya sebagai mesin ekonomi kawasan. Itu mungkin sangat mendesak, karena Eropa diminta untuk membantu menyediakan energi dan pasokan ke Ukraina, yang bulan lalu menghubungkan jaringan listriknya ke Eropa untuk memastikan stabilitas di saat perang.

Setelah menolak sekian lama, Jerman kini telah memasok Ukraina dengan senjata. Bajanya didukung oleh batubara, yang masih diimpor dari Rusia. “Kami diminta untuk memasok Ukraina dengan bahan mentah,” kata Habeck kepada televisi  ZDF pekan lalu. “Kami butuh infrastruktur yang utuh untuk melakukan itu.” [The New York Times]

Back to top button