POTPOURRIVeritas

Ananda Sukarlan Award 2025: Menjemput Cahaya Musik dari Tanah Air

“Saya tidak ingin mereka memainkan karya yang itu lagi, itu lagi. Musik klasik harus hidup bersama zaman,”kata Ananda. Tahun ini Ananda membuatkan lagu-lagu baru dari puisi Fanny Jonathan Poyk, Marlin Dinamikanto, Darmawan Sepriyossa, Doddi Ahmad Fauji, Juniarso Ridwan, Isbedy Stiawan ZS, hingga Yoevita Soekotjo. “Mereka harus menyelami makna puisi itu. Ini efektif agar mereka juga mendalami sastra kita,” ujar Ananda.

JERNIH– Di tengah hiruk-pikuk zaman yang bergerak cepat, Ananda Sukarlan Award (ASA) kembali berdiri seperti lilin dalam badai—memberi arah, memberi makna.

Kompetisi yang dirintis pada 2008 oleh Pia Alisjahbana dan Dedi Panigoro bersama Ananda Sukarlan ini, dalam diamnya, telah menjadi rumah bagi anak-anak muda Indonesia yang bermimpi menulis takdir lewat denting nada.

“Dari awal ASA memang saya maksudkan bukan sekadar lomba. Ini adalah jalan kecil untuk memperkenalkan Indonesia dalam bahasa musik kepada dunia,” ujar Ananda, pianis yang pernah dijuluki Sydney Morning Herald sebagai “one of the world’s leading pianists” itu.

Tahun ini, jalan kecil itu kembali terbuka. Pendaftaran ASA 2025 akan ditutup pada 11 Mei. Para peserta diminta mengunggah video penampilan mereka ke YouTube, sebelum diumumkan siapa yang berhak melaju ke final saat konser Ananda di Gedung Yamaha Music Center, Jakarta, pada 24 Mei.

Di panggung itu, nama-nama seperti Abigail Zoe Wang, Callista Kertalesmana, dan soprano Fae Bernice Robin, akan turut memeriahkan malam yang dijanjikan penuh keajaiban itu.

ASA memang tidak pernah sekadar mencari “siapa yang paling cepat jarinya” atau “paling tinggi nadanya.” Setiap peserta wajib membawakan karya Ananda Sukarlan—baik Rapsodia Nusantara yang memetik akar lagu daerah, maupun Tembang Puitik yang menjembatani puisi dan suara.

“Saya tidak ingin mereka memainkan karya yang itu lagi, itu lagi. Musik klasik harus hidup bersama zaman,”kata Ananda. Tahun ini Ananda membuatkan lagu-lagu baru dari puisi Fanny Jonathan Poyk, Marlin Dinamikanto, Darmawan Sepriyossa, Doddi Ahmad Fauji, Juniarso Ridwan, Isbedy Stiawan ZS, hingga Yoevita Soekotjo.

“Mereka harus menyelami makna puisi itu. Ini efektif agar mereka juga mendalami sastra kita,” ujar Ananda. Ia menambahkan, “Musik klasik itu bukan kuno, bukan kaku. Harus terus bergerak mengikuti zaman.”

Tak hanya itu. Ananda juga mengangkat puisi pendek Sihar Ramses Simatupang dan Shantined menjadi karya baru, yang akan dibawakan oleh Fae Bernice Robin dalam konser mendatang.

“Mereka harus menghayati puisi-puisi itu sebelum bernyanyi. Ini latihan mendalami bukan hanya musik, tapi juga sastra,” kata dia.

Fae Bernice sendiri bukan sosok asing. Juara Kompetisi Piano Nusantara Plus regional Palembang dan juara ketiga nasional itu juga menyandang gelar Puteri Anak Indonesia Pendidikan 2023. Golden Ticket menuju final ASA pun kini ada di tangannya.

Bukan hanya soal medali dan penghargaan. ASA membuka jalan lebar ke dunia: beasiswa kursus musim panas ke Prancis, peluang kuliah di Australian Institute of Music, dan panggung-panggung internasional yang menanti untuk dijejaki.

Ananda Sukarlan sendiri adalah saksi hidup bahwa musik dapat menjadi paspor menuju dunia. Ia pernah menerima penghargaan Real Orden de Isabel la Católica dari Kerajaan Spanyol, gelar Cavaliere Ordine della Stella d’Italia dari Presiden Italia, dan dinobatkan sebagai salah satu Asia’s Most Influential oleh Tatler Asia.

Dalam dirinya, musik tidak sekadar berbunyi. Musik menjadi bentuk diplomasi, menjadi percakapan diam yang lebih tajam daripada seribu kata. Seperti kata Johann Wolfgang von Goethe, “Music is liquid architecture; architecture is frozen music.”

Di tangan ASA, musik Indonesia bukan hanya diterjemahkan, tapi dihidupkan. Di tengah dunia yang kadang terasa makin sinis, kompetisi ini tetap percaya pada satu hal: bahwa talenta anak bangsa, bila diberi kesempatan, bisa menjadi cahaya yang menembus batas.

Mungkin, di antara nada-nada yang akan bergema pada final ASA nanti, terselip satu nama baru yang kelak dikenang dunia. Seperti lilin-lilin kecil yang satu per satu dinyalakan, menolak tunduk pada gelap yang mendera. [aink]

Back to top button