POTPOURRI

Banyak Jalan Menuju Target Kepesertaan BPJS Kesehatan

“Ibarat orang lapar, pakai BPJS seperti cuma dikasih makan kerupuk saja. Tapi ketika jadi (pasien) umum yang kelaparan dikasih makanan pokok semaksimal mungkin sampai kenyang,” kata dia mengumpamakan pelayanan rumah sakit dengan dan tanpa status kepesertaan JKN.

JERNIH-Ketika pemerintah menjadikan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat wajib dalam mengakses layanan publik, banyak pertanyaan yang disodorkan. Apakah ini merupakan inovasi, atau hanya sekedar mengejar kekurangan kuota saja.

Soalnya, kalau mengacu pada pasal 14 Undang-Undang nomor 40 taun 2004 tentang sistem jaminan nasional, ada dua prinsip kesehatan yakni, kepesertaan bersifat wajib yang artinya seluruh rakyat tanpa kecuali harus mengikuti program itu, dan kegotong royongan.

Namun, jika melirik angka jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional atau Kartu Indonesia Sehat, per 30 Novemberf 2021, banyaknya sudah menyentuh 229 juta jiwa lebih. Tapi kalau mengalihkan pandangan kepada jumlah peserta aktif BPJS Kesehatan, baru sekitar 193 juta orang.

Selanjutnya, ada 40 juta orang belum mendaftarkan diri menjadi peserta jaminan kesehatan, dan 47 lainnya pernah mendaftar kemudian menunggak lalu dinonaktifkan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar bilang, dengan angka segitu kepesertaan baru menyentuh 70 persen. Sedangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020-2024, wajib mencapai angka 98 persen dari seluruh jumlah rakyat Indonesia yang harus mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional.

Jika dikaitkan dengan konteks perintah penguasa kepada direksi untuk mencapai target itu, maka wajar ada regulasi turunan yakni, Peraturan Pemerintah nomor 86 tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan tiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.

Selanjutnya, jika dikatikan antara kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat utama dalam kegiatan jual beli lahan atau penerbitan SIM juga perpanjangan STNK, maka pasal 5 PP nomor 86 tahun 2013 menyebutkan begini :

(1) Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda; dan/atau c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Pasal 8 ayat (1) menegaskan bahwa pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota atas permintaan BPJS.

Sementara sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial termaktub dalam Pasal 9 ayat (2) yakn,i Izin Mendirikan Bangunan, Surat Izin Mengemudi, sertifikat tanah, paspor, atau Surat Tanda Nomor Kendaraan.

Timboel menilai, seharusnya kehadiran instruksi Presiden dalam peraturan itu dengan sanksi berupa tak adanya pelayanan publik, dimaknai dengan meningkatkan pelayanan dan jangan cuma mau uangnya saja untuk menggemukkan catatan saldo.

Soalnya, terkait peningkatan pelayanan juga sudah diamanatkan dalam pasal 24 ayat 3 Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 yan berbunyi :

“Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.”

Timboel bilang, pada kenyataannya, pasien yang mengantongi kartu JKN mendapat layanan berbeda dari pada pasien umum. Padahal, dalam konstruksi kemitraan, antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan sudah meneken perjanjian kerja sama. Sementara dalam kerangka hukum, BPJS merupakan pihak yang mewakili peserta agar manfaat-manfaat dalam regulasi bisa dilaksanakan.

Di lain pihak Ali Ghufron Mukti sebagai Dirut BPJS Kesehatan bilang, kalau perluasan cakupan kepesertaan JKN dengan berkongsi bersama 30 Kementerian atau lembaga termasuk Pemerintah Daerah, dan menjadikannya sebagai salah satu syarat utama, merupakan upaya pemenuhan hak kesehatan.

Hanya saja, klaim Ali malah membuat anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, terkaget-kaget.

“Ini mengejutkan buat kami karena melibatkan sekian banyak Kementerian/Lembaga dan urusan yang menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai persyaratan bagi urusan administrasi,” kata dia.

Soalnya, masih banyak cara yang bisa dilakukan dalam upaya menambah kepesertaan BPJS Kesehatan ketimbang menjadikannya syarat utama dalam pengurusan SIM, STNK, juga jual beli tanah. Misalnya, menggencarkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat, khususnya yang belum jadi peserta.

Menyusul, ada regulasi yang menjamin semua masyarakat tak mampu atau miskin dijamin menjadi anggota penerima bantuan iuran. Sehingga, mereka merasa dilindungi dan tercukupi pembiayaan jaminan kesehatannya.

Dan sekali lagi, seirama dengan Timboel, Kurniasih menyarankan agar kualitas layanan maupun fasilitasnya ditingkatkan. Sehingga, masyarakat bersemangat menjadi anggota karena melihat secara nyata dan bagus manfaatnya.

Salah seorang warga di DKI Jakarta, soalnya punya pengalaman kurang mengenakkan terkait layanan BPJS Kesehatan. Ellisya, ketika mengurus ibu mertuanya yang menderita diabetes di RSUD merasa, penanganan medis dilakukan setengah-setengah.

Begitu dia mencabut kartu JKN dari pelayanan rumah sakit dan beralih status sebagai pasien umum, pelayanan justru meningkat drastis.

“Ibarat orang lapar, pakai BPJS seperti cuma dikasih makan kerupuk saja. Tapi ketika jadi (pasien) umum yang kelaparan dikasih makanan pokok semaksimal mungkin sampai kenyang,” kata dia mengumpamakan pelayanan rumah sakit dengan dan tanpa status kepesertaan JKN.[]

Back to top button