“Saya hanya ingin pulang ke rumah, ke Krimea,”kata Akayev, Muslim berusia 57 tahun, ayah 13 anak yang selalu berbicara dengan lembut. “Bahkan elang pun punya sarang,”kata dia,”kami yakin, pada saatnya akan kembali pulang.” Saat itu Krimea sudah dicaplok Rusia dengan sewenang-wenang, dan warganya–kaum Tatar Krimea yang mayoritas Muslim–kembali terbuang dari tanah kelahiran. ‘’Kembali”, karena bukan sekali itu orang-orang Rusia datang, merampas tanah dan hak milik mereka, mengusir Muslim Tatar keluar Krimea.
JERNIH– Bagi Isa Akayev, 26 Juni adalah tanggal yang selalu menggetarkan perasaannya. Untuk warga Tatar Krimea yang terusir dari kampung halamannya di Krimea menyusul pencaplokan wilayah yang dilakukan Rusia pada 2014 itu, tanggal tersebut selalu dan tetap akan memberinya bara semangat untuk kembali.
“Saya hanya ingin pulang ke rumah, ke Krimea,”kata Akayev, Muslim berusia 57 tahun, ayah 13 anak yang selalu berbicara dengan lembut. “Bahkan elang pun punya sarang,”kata dia,”kami yakin, pada saatnya akan kembali pulang.”
Tanggal 26 Juni adalah hari perayaan bagi warga Ukraina, khususnya warga Semenanjung Krimea. Hari itu dirayakan sebagai Hari Bendera Tatar Krimea berdasarkan keputusan Sidang III Kurultay Tatar Krimea pada 29 Agustus 2010. Pemerintah Ukraina menghormati dan ikut menetapkan hari itu sebagai hari besar.
Akun Telegram Kantor Kepresidenan Ukraina, tahun lalu menyatakan, tanggal itu adalah momen penting bari seluruh rakyat Ukraina untuk mengingat rakyat Krimea yang berjuang di bawah bendera Tatar Krimea. Berjuang demi hak mereka untuk mengidentifikasi dan menyatakan keberadaan diri.
“Pemulihan hak-hak orang Tatar Krimea sebagai penduduk asli Ukraina akan menjadi manifestasi nyata dari keadilan sejarah,”kata Kantor Kepresidenan Ukraina dalam sebuah pernyataan, tahun lalu. “Kami akan melakukan segala kemungkinan untuk hal ini.” Saat itu Krimea sudah dicaplok Rusia dengan sewenang-wenang, dan warganya–kaum Tatar Krimea yang mayoritas Muslim–kembali terbuang dari tanah kelahiran. ‘’Kembali”, karena bukan sekali itu orang-orang Rusia datang, merampas tanah dan hak milik mereka, mengusir Muslim Tatar keluar Krimea.
Pada 2014 itu Akayev sekeluarga segera pindah ke Kyiv, ibukota Ukraina. Dengan restu pemerintah, ia membentuk batalion Krimea, sebuah unit kecil yang didominasi kaum Tatar Krimea, kelompok Muslim Turki yang berasal dari semenanjung Laut Hitam.
Begitu pada 24 Februari lalu Rusia melakukan invasi ke Ukraina, 50 orang dari unitnya—termasuk Akayev, segera mengambil peran dalam pertempuran di sekitar wilayah Kyiv. Setelah pasukan Rusia terhalau mundur, kini batalion itu dikerahkan ke front selatan, untuk berperang di wilayah Kherson yang berbatasan dengan Krimea.
Saat ini target untuk merebut kembali Krimea itu terlihat lebih sulit dari sebelumnya, setelah sebagian besar wilayah Kherson jatuh ke dalam cengkeraman Rusia yang tak pernah terpuaskan akan wilayah. Saat ini pasukan Ukraina terdorong mundur lebih dari 100 km (60 mil) dari semenanjung.
Tetapi kejatuhan sebagian Kherson pun terbukti membawa kebaikannya sendiri. “Kejatuhan wilayah itu mendorong orang-orang Muslim Tatar untuk bergabung bersama kami,”kata Akayev. Ia mensyukuri hikmah itu, dan kian yakin bahwa di balik segala kesulitan, ada kebaikan, yang mungkin tersembunyi.
Aneksasi dan pengusiran Muslim Krimea
Banyak orang Tatar menentang pencaplokan Krimea oleh Moskow, yang berjalan seiring penggulingan presiden Ukraina yang pro-Kremlin pada 2013-2014 itu.
Kecurigaan kaum Muslim Tatar terhadap Moskow sendiri memiliki akar yang teramat dalam. Diktator Uni Soviet, Josef Stalin, telah memerintahkan deportasi massal warga Tatar Krimea yang mayoritas Muslim–kakek-nenek Akayev– pada tahun 1944, setelah melancarkan tuduhan keji sebagai alaan pembenar, yakni bekerja sama dengan Nazi Jerman.
Saat kaum Muslim Tatar diizinkan kembali, praktis yang datang adalah anak keturunan—pada 1980-an, seperti yang dilakukan Akayev dengan pulang dari Uzbekistan pada 1989. Saat itu banyak yang menyambut runtuhnya Uni Soviet pada 1991 itu sebagai momen pembebasan.
Yakin bahwa di bawah Moskow yang ada hanya penindasan, Akayev sekeluarga pindah ke Kyiv pada 2014, di saat Rusia datang menganeksasi Krimea. Dan apa yang dikhawatirkan banyak Muslim Tatar Krimea pun terjadi.
“Tatar Krimea lebih menderita di bawah pendudukan Rusia, sehingga mereka merasa lebih dekat dengan kami,” kata Muaz, seorang dari etnis Kabardian di Kaukasus Utara Rusia, yang justru bergabung dengan batalion Krimea setahun lalu.
Moskow, berbeda dengan berita-berita PR yang dilansir media Rusia, pada tahun 2016 melarang Mejlis, sebuah badan yang mewakili Muslim Tatar Krimea. Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2017 menuduh Rusia melakukan pelanggaran hak asasi manusia “berat” di Krimea, termasuk menjadikan Muslim Tatar sebagai sasaran intimidasi, penggeledahan rumah, dan penahanan.
Moskow tentu saja menolak laporan PBB tersebut. Mereka mengatakan, referendum Maret 2014 itu melegitimasi “penggabungan” Krimea menjadi bagian Rusia.
Jangan berpikir mudah saja membangun Batalion Krimea seperti yang dilakukan Akayev. Awalnya, ide itu ditolak pasukan keamanan Ukraina. “Itu sangat sulit, banyak orang Ukraina tidak mempercayai Muslim, dan terutama Tatar Krimea. Semua orang mengira kami akan menjadi separatis,” kata Akayev.
Tetapi ketika kaum separatis yang didukung Rusia mengangkat senjata melawan Ukraina di wilayah Donbas timur pada 2014, semua itu berubah.
Kelompok Akayev diizinkan untuk mendaftar sebagai unit sukarelawan, di bawah Kementerian Dalam Negeri Ukraina. Mereka bertempur sengit dalam konflik berikutnya, dengan tiga orang anggota terluka. Dua bulan lalu mereka menandatangani kontrak untuk menjadi unit penuh tentara Ukraina.
Lusinan batalyon sukarelawan lainnya bermunculan mulai tahun 2014, dan segera membantu tentara reguler Ukraina yang tidak siap untuk berperang di Donbas. Di antara mereka termasuk dua unit battalion Muslim Chechnya, dan satu Georgia.
Menariknya, batalion Akayev itu pun menarik masuknya orang-orang ke dalam Islam. “Inti unit ini adalah (orang-orang Krimea) karena mereka ingin membebaskan semenanjung mereka. Tetapi tidak ada aturan kaku bahwa battalion hanya boleh untuk orang-orang Krimea,” kata Serhiy, seorang Ukraina yang masuk Islam pada tahun 2004 dan kini bahkan menjadi imam unit tersebut.
Namun memang aturan Islam ketat terjaga di battalion itu. Misalnya, anggota non-Muslim pun diharuskan mengikuti aturan tertentu, termasuk larangan minum alkohol.
Seorang staf presiden Ukraina pada Maret lalu mengatakan bahwa batalyon sukarelawan tersebut sekarang berjumlah lebih dari 100 personel. Pemerintah Ukraina merayakan mereka sebagai pahlawan.
Rusia sendiri hanya punya kalimat pedas tentang unit Tatar Krimea tersebut. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, berkata di awal-awal invasi, bahwa memberikan pelontar roket anti-pesawat yang disandang di bahu kepada para sukarelawan itu hanya menjadi bukti dari sikap “psikosis militeristik”-nya Ukraina.
Tapi, apa yang salah dengan semangat orang tertindas untuk melawan? Dan tampaknya, Ukraina akan tetap mempertahankan wilayah Krimea, dan merebutnya merupakan tugas mulia bagi seluruh warga negara itu.
“Krimea adalah Ukraina. Kami tidak akan menyerahkan wilayah kedaulatan kami demi perdamaian dengan Rusia,”kata Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam sebuah pernyataan, baru-baru ini. Itu adalah jawaban atas usulan mantan Menlu AS, Henry Kissinger, dalam World Economic Forum di Davos, Swiss, bulan lalu. “Tujuan Ukraina tidak akan berubah: memulihkan integritas teritorial di dalam perbatasannya, yang diakui secara internasional. Kami berjuang untuk setiap warga negara Ukraina yang ditahan secara ilegal oleh otoritas pendudukan Rusia di Krimea dan akan terus berusaha keras untuk membawa mereka kembali ke rumah.”
Bagi Ukraina sendiri, aneksasi Rusia atas Krimea adalah pelajaran berharga bagi komunitas internasional. “Pada tahun 2014 dunia tidak cukup vokal dan berani menentang pendudukan Rusia atas Krimea. Tahun ini, hal itu mengakibatkan invasi skala penuh ke Ukraina. Jika dunia hari ini tidak menentukan sikap, kejahatan Rusia akan berulang lagi, dan lagi.”
Memang, tak semua penjahat akan bertobat setelah mengalami hukuman penjara, misalnya. Tetapi paling tidak itu akan membuat mereka berpikir berkali-kali. Tidak enteng dan jumawa seperti sebelumnya. [Reuters/Kemlu Ukraina/ dan lain-lain]