Junta Militer Bunuh Lima Pastor Penentang Kudeta
Pihak junta menyalahkan para pastor yang berada di tengah baku tembak antara pasukan pemerintah dan militan Chin.
JERNIH-Junta militer Myanmar terus memburu para pejabat sipil dan aktivis, berbagai tokoh publik yang kedapatan menentang kudeta. Tak terkecuali pemuka agama seperti pastor.
Wakil Eksekutif Direktur Kelompok Hak Asasi Manusia di negara bagian Chin, Salai Za Op Lin, melaporkan setidaknya lima pastor tewas dibunuh dan empat lainnya ditahan oleh junta militer Myanmar sejak kudeta berlangsung pada Februari lalu.
Sebagian besar pendeta yang menjadi korban berasal dari kota Kanpetlet, Mindat, Matupi dan Thantlang.
“Laporan kami menunjukkan ada sembilan pemimpin Kristen, termasuk pastor, yang menderita di tangan junta. Lima dari sembilan orang ini dibunuh,” kata Lin kepada Radio Free Asia.
“Peristiwa yang sama terjadi di wilayah Magway, di luar negara bagian Chin,” tambahnya.
Kepala Asosiasi Baptis Chin, Yang Mulia Ngun Htaung Man, menyebut pembunuhan pemimpin agama ini tidak dapat diterima.
“Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi. Ini menistakan agama dan menimbulkan masalah rasis. Agama harus diakui dengan setara dan dihargai. Pandangan kami adalah aturan dan regulasi hukum internasional harus diobservasi,” tutur Ngun.
Seorang saksi mata yang berbicara secara anonim kepada RFA menceritakan kejadian tanggal 11 Desember. Pastor Um Kee (30 tahun) dari desa Otpo di Kanpetlet, diambil dari rumahnya. dua hari kemudian jenazahnya ditemukan warga di dekat Hotel Pan Laybyay. Pastor Um Kee ditusuk di bagian abdomen dan ditembak di kepala.
“Ia (Um Kee) dibawa (junta militer) untuk diinterogasi. Kami tahu ia ditangkap. Badannya ditemukan di samping jalan keesokan harinya. Abdomennya diiris terbuka akibat luka pisau, dan dia memiliki luka besar di kepala,” kata warga tersebut.
Sedangkan Pastor Salai Ngwe Kyar dari desa Thekkedaung, ditangkap di Saetottara, Magway, pada 6 Desember lalu. Ia ditangkap dengan tuduhan menjadi anggota Kelompok Perlawanan Sipil (PDF) anti-junta militer. Namun pada 9 Desember masyarakat mendapati Pastor Salai meninggal dunia di Rumah Sakit Magway akibat luka selama interogasi.
Sebelumnya, pada 23 Seprtember, Junta militer menangkap Naing Kone, pastor dari desa Ngalai di Matupi. Baru pada 17 November keluarganya tahu kematian Kone.
Sementara pada 19 September, seorang pendeta ditembak mati. Ia adalah orang yang membantu memadamkan kebakaran di sebuah rumah di Thantlang. Kebakaran itu terjadi setelah bentrok antara junta militer dan anggota militan suku Chin (CDF).
Namun pihak junta militer Myanmar diwakili juru bicaranya Mayor Jenderal Zaw Min Tun, membantah pembunuhan pastor di tangan pasukannya. Ia juga mengklaim laporan bahwa pemuka agama Kristen dibunuh junta militer merupakan kabar bohong.
Zaw menyebut justru menyalahkan para pastor yang berada di tengah baku tembak antara pasukan pemerintah dan militan Chin.
“Suatu hari ada penembakan. Pemimpin Kristiani datang ke area kejadian dan terbunuh. Kami tidak tahu peluru siapa yang menyebabkan ia tewas. Ia sudah dikubur,” tutur Zaw lagi.
“Setelahnya, ada kabar bahwa cincin yang ia pakai diambil dari jarinya di tempat penguburan. Kami bisa membuktikan kami tidak melakukan hal itu. Penguburan dilakukan oleh anggota gereja. Tuduhan seperti ini akan selalu ada. Kami ingin menjadi teman bagi semua agama.”
Sejak junta militer melakukan kudeta pada pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Myanmar dilanda kekacauan. Lebih dari 1.000 orang tewas akibat bentrokan antara warga penentang kudeta dan pasukan junta militer menurut laporan kelompok hak asasi manusia di Myanmar.(tvl)