POTPOURRI

Malik bin Dinar dan Ikan-ikan yang Menawarkan Dinar

Awak-awak perahu memukuli Malik hingga pingsan. Ketika siuman, mereka meminta lagi,”Bayarlah ongkos perjalananmu!”

JERNIH–Kisah ketakwaan dan kesalehan Malik bin Dinar sangat abadi di kalangan para salaf, terutama para pegiat tasawuf. Malik terkenal karena zuhud dan kehati-hatian atau sifat wara’ yang ia hidupkan dalam dirinya.

Dalam kitab al-Kawâkib al-Duriyyah fî Tarâjim al-Sâdah al-Shûfiyyah, Syekh Zainuddin bin Muhammad Abdurrauf al-Munawi (w. 1031 H) memasukkan sebuah kisah menarik tentang Sayyar bin Dinar dan Malik bin Dinar. Sayyar juga seorang sufi.  

Sayyar mengenakan pakaian yang bagus, sementara para jamaahnya mengenakan pakaian shuf  atau wol kasar. Suatu hari Sayyar berkunjung ke rumah Malik bin Dinar. Malik bin Dinar bertanya kepadanya, “Pakaian apa yang kau kenakan?”

Sayyar menjawab,”Pakaianku ini merendahkan derajatku di hadapanmu atau malah menaikkannya?” 

Malik bin Dinar menjawab: “Merendahkanmu.”  

“Ini caraku untuk tawadu’,”ujar Sayyar. “Malik, aku khawatir dua pakaianmu ini diturunkan kepadamu dari manusia, tidak diturunkan kepadamu dari Allah ta’ala.”

Dalam versi lain kisah di atas terjadi di sebuah masjid ketika Sayyar bin Dinar shalat mengenakan pakaian yang bagus. Malik bin Dinar menegurnya setelah ia menyelesaikan shalatnya. Ia mengatakan: “Hadzihish shalâh wa hadzihits tsiyâb?” (Ini adalah shalat, dan kau mengenakan pakaian semacam ini?)”.

Sayyar bin Dinar balik bertanya kepada Malik, “Apakah pakaian ini menambah tinggi derajatku di sisimu atau menambah rendah?”

Malik menjawab, “Menambah rendah kedudukanmu.”

Sayyar mengatakan: “Hadzâ aradtu” (ini yang aku kehendaki). Lalu ia berujar,”Wahai Malik, sungguh aku menduga bahwa dua pakaianmu ini diturunkan padamu dari dirimu sendiri, tidak diturunkan padamu dari Allah” (Imam Abu al-Farj Abdurrahman bin al-Jauzi, Shifah al-Shafwah, Kairo: Dar al-Hadits, 2009, juz 2, h. 8).  

Mendengar jawaban Sayyar, Malik menangis dan bertanya: “Anta sayyâr?” (Kaukah Sayyar?). Kemudian Sayyar menjawab, “Iya.”  

Malik menyesal telah memandang rendah seseorang dari pakaiannya, apalagi pandangannya belum tentu sama dengan pandangan Tuhannya. Karena hanya Allah-lah yang berhak menilai derajat seseorang. Manusia tidak punya hak sama sekali untuk itu.  

                                                ***

Ketika Malik dilahirkan, ayahnya adalah seorang budak tetapi Malik seorang yang merdeka. Orang-orang mengishkan bahwa pada suatu ketika Malik bin Dinar menumpang sebuah perahu. Setelah berada di tengah lautan, awak-awak perahu meminta ongkos. “Bayarlah ongkos perjalananmu!”

“Aku tak mempunyai uang,” jawab Malik.

Awak-awak perahu memukuli Malik hingga pingsan. Ketika siuman, mereka meminta lagi,”Bayarlah ongkos perjalananmu!”

“Aku tidak mempunyai uang,”jawab Malik sekali lagi. Untuk kedua kalinya mereka memukulinya hingga pingsan.

Ketika Malik siuman kembali maka untuk ketiga kalinya mereka mendesak, “Bayarlah ongkos perjalananmu!”

“Aku tidak mempunyai uang.”

“Marilah kita pegang kedua kakinya dan kita lemparkan dia ke laut!” Pelaut-pelaut tersebut berseru.

Saat itu juga semua ikan di laut mendongakkan kepala meraka ke permukaan air dan masing-masing membawa dua keping dinar emas di mulutnya. Malik menjulurkan tangan, dari mulut seekor ikan diambilnya dua dinar dn uang itu diberikannya kepada awak-awak perahu. Melihat kejadian tersebut para pelaut pun gemetar dan berlutut. Dengan berjalan di atas air, Malik kemudian meninggalkan perahu tersebut. Inilah penyebab mengapa ia dinamakan Malik bin Dinar. [  ]

“Muslim Saints and Mistics” Fariduddin Aththar, terjemahan Pusataka Zahra, 2005

Back to top button