POTPOURRI

Ternyata Kejagung Masih Punya ‘PR’ Tangkap 370 DPO

Mereka yang buron dan belum tertangkap itu diketahui melakukan berbagai tindak pidana, narkotika, sumber daya alam, perdagangan orang, pencurian batu bara atau batu bara illegal juga korupsi.

JERNIH-Dalam catatan Kejaksaan Agung (Kejagung) ternyata hingga Januari 2022 masih ada 370 buronan atau daftar pencarian orang (DPO) yang masih jadi pekerjaan rumah Kejagumg

Hingga kini Kejagung terus memburu 370 buronan yang masih bebas bekeliaran tersebut.

“Jumlah DPO yang belum berhasil ditangkap adalah 370 orang,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, beberapa hari lalu.

Sementara itu sejak 2018 hingga Januari 2022 lembaga yang dipimpinnya itu telah telah menetapkan sebanyak 1.037 orang dalam DPO. Dan sebanyak 667 orang DPO berhasil ditangkap.

“Jumlah DPO yang berhasil ditangkap sebanyak 667 orang,” katanya lebih lanjut.

Namun Burrhanuddin tidak menyebut rinci nama-nama DPO yang belum berhasil ditangkap oleh jajarannya tersebut.

Mereka yang buron dan belum tertangkap itu diketahui melakukan berbagai tindak pidana, seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO), narkotika, sumber daya alam, pencurian batu bara atau batu bara illegal juga korupsi.

Sebelumnya perjanjian ekstradisi RI dengan Singapura telah diteken pemerintah Indonesia dan Singapura dimana Indonesia diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.

Dalam perjanjian ekstradisi ini, kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

Nantinya aparat penegak hukum Indonesia akan mudah menangkap para buronan yang telah sekian lama bersembunyi di Singapura.

Hal yang menguntungkan dalam perjanjian ekstradisi ini adalah diatur pula bahwa perjanjian berlaku surut, sehingga memungkinkan menangkap pelaku tindak pidana yang sudah pindah warga negara.

Terlebih lagi perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. (tvl)

Back to top button