Sanus

Ini rekomendasi Ombudsman terkait Rumah Sakit yang Maladministrasi

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018, tidak ada dalil rumah sakit dapat memulangkan pasien secara prematur atau batasan waktu (kuota) jumlah hari layanan.

JERNIH-Maraknya kasus penolakan dan pemulangan paksa para pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh rumah sakit (RS) meskipun masih membutuhkan pertolongan medis, mendorong Ombudsman RI angkat suara.

Menurut Ombudsman, tindakan menolak atau memulangkan pasien BPJS merupakan bentuk malaadministrasi layanan Kesehatan dan penolakan serta pemulangan pasien yang masih membutuhkan pertolongan merupakan puncak dari gunung es permasalahan mutu jaminan kesehatan nasional di tanah air.

“Pasien kategori triase hijau pun harus dalam kondisi yang sudah tak memerlukan perawatan baru bisa diperbolehkan pulang,” kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng di Jakarta dan dilansir Antara pada, Senin (16/6/2025).

Ombudsman melalui Robert menyebut setidaknya empat poin perbaikan yang harus segera dilakukan pemerintah. Yakni:

Pertama, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus tegas dalam penegakan hukum dan penerapan sanksi administratif terhadap rumah sakit yang menolak atau memaksa pasien yang dipaksa pulang.

Kedua, BPJS Kesehatan harus memastikan dan terus-menerus mengedukasi rumah sakit mitra bahwa pelayanan kegawatdaruratan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Dalam beberapa temuan, kata Robert, rumah sakit yang menolak atau memulangkan paksa pasien kerap beralasan beberapa layanan medis atau layanan gawat darurat tidak dicakup pembiayaan BPJS Kesehatan atau menjadi alasan pending-claim atau klaim yang tertunda selama ini.

Dijelaskan Robert, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 secara jelas mengatur kriteria gawat darurat, termasuk yang ditetapkan oleh tenaga medis yang berwenang. Artinya, pasien dengan kondisi gawat darurat sepenuhnya dilindungi oleh fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ketiga, pemerintah daerah diminta untuk menindak Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang lalai dalam memberikan pelayanan pasien dalam kondisi gawat darurat lantaran kualitas SDMK menjadi penentu kondisi kesehatan pasien.

“Pemda harus mampu menjamin SDMK yang berkompeten dan berorientasi pada keselamatan manusia. Evaluasi berkala dapat dilakukan lewat audit rumah sakit, sidak berkala, monitoring kepuasan pasien, dan sebagainya,” kata Robert menegaskan.

Keempat, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) perlu mempertimbangkan pembaharuan akreditasi rumah sakit yang bermasalah.

Rumah sakit dengan rekam jejak menolak atau memulangkan pasien harus memperbaiki kualitas layanan sebelum bisa meningkatkan akreditasinya, dengan tolak ukur rumah sakit menjalankan hasil audit maupun saran perbaikan lembaga pengawas lainnya karena akreditasi juga merupakan cerminan reputasi dan kepercayaan publik.

Ombudsman juga mengimbau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan atau laporan jika mengalami atau menyaksikan tindakan malaadministrasi pelayanan kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman.

Laporan dapat dilakukan di kantor pusat dan kantor-kantor perwakilan yang saat ini sudah ada di 34 provinsi. (tvl)

Back to top button