Solilokui

Bukan Ribuan Deklarasi; Ganjar Lebih Butuh Saat Hening dan Merenung

Elektabilitas Ganjar sendiri tidak bisa dipisahkan dari partai yang membesarkan namanya selama ini, PDIP. Lain dengan Anies Baswedan, tingginya elektabilitas Ganjar sangat erat terkait dengan keberadaan dirinya sebagai kader PDIP. Dan hal itu sangat disadari PDIP. Karena itu, PDIP sangat yakin, siapa pun calon presiden yang diusung Partai Banteng, suara pemilih yang selama ini potensial akan memilih Ganjar akan bisa mereka raup.

Oleh   : Darmawan Sepriyossa

JERNIH–Lautan manusia memadati Lapangan Bahbul, Desa Situterate, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Ahad (17/7) lalu. Mereka hadir dalam deklarasi dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai presiden 2024 yang digelar relawan Gerakan Rakyat Desa untuk (Gardu) Ganjar. Sebuah media daring menulis, lapangan Bahbul riuh oleh pekik dukungan untuk Ganjar Pranowo dari—konon– sekitar 10 ribu orang yang hadir di sana.

Tidak hanya di Cikande, Banten. Sepekan terakhir pekik yang sama juga bergema di banyak wilayah Tanah Air. Di hari orang-orang Banten bersikeras meneriakkan dukungan di Bahbul, Ganjar Milenial Jawa Barat menggelar “Ganjar Jabar Fun Fest” di Alun-alun Paamprokan, Kabupaten Pangandaran, khusus untuk mengenalkan Ganjar Pranowo kepada masyarakat.  

Juga di Sumatera Utara, dengan tajuk acara yang berbeda. Di sana, ribuan Srikandi Ganjar—istilah yang dipakai untuk para perempuan pendukung Ganjar—menggelar “Sports Fest” yang menurut SINDO News juga melibatkan ribuan peserta. “Acara ini bertujuan menebar inspirasi sosok Ganjar Pranowo yang gemar berolahraga,”kata Koordinator Wilayah Srikandi Ganjar Sumut, Firda Annisa Sirait, di Lapangan Terminal Selesai, Padang Brahrang, Kabupaten Langkat, Sumut.

Sehari kemudian, Senin (18/7) giliran Srikandi Ganjar NTT yang menggelar deklarasi dukungan bagi pencalonan Ganjar di Pilpres 2024. Pada acara yang lagi-lagi disebutkan dihadiri ribuan orang itu, komunitas Zumba se-NTT berikrar mendukung Ganjar untuk maju sebagai calon presiden.

Oh ya, bukan hanya komunitas joget dangdut, goyang Zumba atau ibing Sunda saja yang tercatat menggelar deklarasi dukungan buat Ganjar yang marak akhir-akhir ini. Di Desa Katapang, Bandung, pekan pertama bulan ini disemarakkan alunan shalawat dan doa buat maju dan menangnya Ganjar dalam Pilpres. Ribuan santri Pondok Pesantren Nurul Bahri Al Mashoolih, bersama masyarakat menggelar ‘Gebyar Sholawat dan Doa untuk Bapak Ganjar Pranowo Presiden 2024’.

Para pendukung Ganjar memang tengah all out menjual pujaan mereka. Massifnya dukungan tersebut sangat masuk akal, seiring masih cueknya PDIP sebagai partai yang menaungi dan menjadi ladang pengabdian Ganjar di dunia politik. Seberapa sering pun Ganjar menjadi salah satu bintang top—selain Prabowo Subianto dan Anies Baswedan—di sekian banyak survey beragam lembaga pengampu, toh PDIP masih bergeming pada sikapnya selama ini untuk memberikan kata akhir pada ketua umum mereka, Megawati Sukarnoputri. Sementara, kuat dugaan pilihan itu akan diberikan Mega kepada Puan Maharani, putrinya sendiri. Tentu dengan sekian banyak alasan yang juga sangat masuk akal.

Mengapa PDIP hingga saat ini belum memutuskan untuk menjadikan Ganjar sebagai calon presiden/calon wakil presiden, bahkan manakala hal itu bisa saja dilakukan dengan mengajukan calon-calon lain dari internal partai yang tak kalah bersinar, seperti Puan, misalnya?

Tentu tulisan ini akan sangat panjang bila faktor Puan turut kita elaborasi. Karena itu, marilah kita hanya melihat dari sisi Ganjar Pranowo sendiri.   

Pertama, elektabilitas Ganjar sendiri tidak bisa dipisahkan dari partai yang membesarkan namanya selama ini, PDIP. Lain dengan Anies Baswedan, tingginya elektabilitas Ganjar sangat erat terkait dengan keberadaan dirinya sebagai kader PDIP. Dan hal itu sangat disadari PDIP. Karena itu, PDIP sangat yakin, siapa pun calon presiden yang diusung Partai Banteng, suara pemilih yang selama ini potensial akan memilih Ganjar akan bisa mereka raup.

Barangkali ada sedikit ingar-bingar di permulaan, tapi tetap saja, suara kalangan itu pada saatnya akan memilih calon presiden yang didukung partai.

Kedua, berbeda dengan para pemilih Prabowo, suara pemilih Ganjar begitu fluktuatif.  Hal itu disebabkan karena pemilih Ganjar—juga Anies dalam beberapa hal–bukanlah pemilih loyal. Mereka pemilih yang sangat bergantung isu dan dinamika politik. Sementara pemilih Prabowo mayoritas adalah pemilih loyal, sehingga posisinya aman dengan selalu bertengger di posisi tiga teratas.

“Prabowo mendapatkan dukungan partai politik, yakni Gerindra. Sedangkan Anies dan Ganjar, meski memiliki elektabilitas tinggi, tidak memiliki dukungan partai politik, sehingga dukungan masyarakat masih mengambang, dan bisa berubah setiap waktu,”kata Direktur IndoStrategi Research and Consulting,  Arif Nurul Imam.

Itulah yang antara lain bisa jadi membuat hasil survey terakhir IndoStrategi pekan lalu pun mencatat bahwa elektabilitas Prabowo Subianto berhasil mengalahkan Anies dan Ganjar.

Pekan lalu pula, Direktur Eksekutif indEX Research, Vivin Sri Wahyuni, dalam siaran pers Lembaga itu mengatakan Prabowo masih unggul dalam bursa capres 2024, sementara Anies menggeser Ganjar di peringkat kedua.

Hasil survey index Research itu juga tentunya menguatkan kepercayaan diri PDIP soal keputusannya untuk belum secara tegas memilih Ganjar. “Faktor lainnya, kepastian dukungan parpol pada Anies dan Ganjar hingga hari ini juga tidak ada kejelasan,”ujar Vivin. Karena itu, menurut Vivin, meski memiliki modalitas elektabilitas, Ganjar dan Anies masih membuat pemilih ragu untuk memberikan dukungan.

Belum lagi hal tersebut seolah dikuatkan hasil survey lembaga survei Lanskap di Jawa Tengah dan Jawa Timur, baru-baru ini. Dari survey yang melibatkan 880 responden pada 29 Juni-8 Juli 2022 itu menegaskan bahwa dari aspek popularitas, baik di Jateng maupun di Jatim, secara umum nama Prabowo Subianto tampil sebagai tokoh yang memiliki tingkat popularitas paling tinggi.

“Di Jateng popularitas Prabowo berada di persentase 95,5 persen dan di Jatim dikenal oleh 85 persen public,”kata kata Direktur Eksekutif Lanskap, Mochammad Toha, dalam rilis survei secara daring, Senin (18/7) lalu. Ganjar sendiri mencatatkan angka di bawah Prabowo, yakni dikenal oleh 93,5 persen warga Jawa Tengah.

Ketiga, muncul sebagai tokoh yang dicitrakan sebagai ‘’the next Jokowi”  lantaran dideklarasikan oleh beberapa mantan relawan Presiden Jokowi, tak sepenuhnya menguntungkan Ganjar. Mungkin benar secara finansial, karena bisa menjadi pelimbahan tempat dana-dana para pendukung Presiden Jokowi saat ini mengucur.

Tetapi sebagaimana dikatakan pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, hal itu membuat public juga banyak yang menilai Ganjar sebagai alat dari oligarki untuk mempertahankan kekuasaan, seperti disampaikannya melalui kanal YouTube Refly Harun. Publik, kata Refly, lebih menginginkan tokoh yang tumbuh secara organik untuk menjadi pemimpin.

“Kepemimpinan yang berasal dari bawah, bukannya diambil atau ditaruh oleh oligarki, baik di bidang politik maupun ekonomi,”ujar Refly.

Di sisi lain, tokoh yang sering dianggap public sebagai pendukung Presiden Jokowi, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, justru mengatakan bahwa gubernur Jawa Tengah itu belum mampu menjadi presiden. Menurut Qodari, Ganjar tak memiliki kemampuan seperti Jokowi, terutama dalam soal konsolidasi.

“Ganjar memang elektabilitasnya papan atas, tetapi kemampuan konsolidasinya di level elite, lemah. Tak seperti Jokowi,” kata Qodari di sebuah diskusi di Jakarta, bulan lalu.

Qodari mengatakan, Jokowi tak pernah mengalami konflik politik dengan partainya, yakni PDIP. “Coba ingat, saat Pak Jokowi jadi wali kota, Mbak Puan ada di dapilnya Jokowi. Kalau mau berbenturan, kurang apalagi?”kata dia. Itu berbeda dengan Ganjar yang dinilainya punya konflik dengan PDIP.

“Kalau konsolidasi dengan internalnya saja tidak bisa, bagaimana akan berkonsolidasi dengan partai politik yang lain,”kata Qodari lebih lanjut.

Mungkin, yang harus dilakukan Ganjar saat ini adalah merenung di hening untuk meraih ide yang jernih dan bening. Sebab, bahkan PDIP sendiri tampaknya masih menunggu dirinya untuk menyatakan sikap tegas. Apa pun itu. Sementara, apa yang penuh gembira rakyat teriakkan di banten, Bandung, Langkat, Kupang dan di mana pun, tak pernah semua menjadi tidak berharga. Rakyat layak untuk bergembira. Tak soal apakah itu datangnya genuine atau tidak.  [  ]

Back to top button