Candi Cangkuang, Candi Hindu di Kota Seribu Pesantren
Tulisan “usil” Mang Ayat dianggap mencemarkan nama baik. Sehingga YP melaporkannya Kejaksaan Negeri Garut. Didampingi Pa Aca dan Edi S Ekajati (Prof.Dr. H., 1945-2015), Mang Ayat hadir ke Kejari Garut sebelum pk.10.00
Oleh : Usep Romli H.M.
Candi Cangkuang, salah satu candi peninggalan bersejarah agama Hindu dari abad ke-17. Terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdiri di sebuah pulau kecil yang berada di tengah-tengah Situ Cangkuang.
Asal muasal Candi Cangkuang pertama kali, dicatat oleh Vorderman,salah atau warga Belanda yang menetap di Garut. Dalam buku “Notulen Bataviaasch Genot-schap” (1893), dikatakan, di Desa Cangkuang terdapat peninggalan patung Dewa Siwa dan makam Embah Dalem Arif Muhammad, tokoh penyebaran agama Islam di daerah ini.
Namun candi ini baru ditemukan kembali pada tanggal 9 Desember 1966 oleh Tim Sejarah Leles, bentukan pengusaha Iji Hataji, tahun 1966, dengan peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita. Pemugaran Candi Cangkuang sendiri dilakukan tahun 1967.
Dari hasil penggalian, ditemukan pondasi candi berukuran 4,5×4,5 meter dan puing-puing candi berserakan. Tidak ada keterangan jelas siapa atau kerajaan apa yang membangun candi. Tapi, jika dilihat dari batuan dan kesederhanaan bentuk, Candi Cangkuang merupakan bangunan peninggalan masa Hindu-Budha yang diperkirakan berasal dari abad VII-VIII M.
Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya. Letaknya berada di kompleks Candi Cangkuang. Juga terdapat makam Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Konon Embah Dalem Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram ,yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, karena kalah dan takut mendapatkan sanksi apabila pulang ke Mataram, Embah Dalem Arief Muhammad memutuskan untuk bersembunyi di Cangkuang, sambil menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. (lihat juga: https://jernih.co/potpourri/ukur-38/)
Penduduk Kampung Pulo sekarang merupakan keturunan asli dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Bagunanan rumahnya hanya ada tujuh. Tak boleh ditambah bangunan dan kepala keluarga baru. Jika ada warga adat Kampung Pulo menikah, harus membangun keluarga di luar lingkungan kampung.
Beberapa bukti penyebaran dan pengajaran agama Islam oleh Embah Dalem Arief Muhammad dipamerkan di museum kecil yang ada di dekat makam keramat. Di museum tersebut terdapat naskah Alquran dari abad XVII dari daluang yang terbuat dari batang pohon saeh.
Terdapat naskah kotbah Idulfitri dari abad yang sama sepanjang 167 sentimeter yang berisi keutamaan puasa dan zakat fitrah.
Candi Cangkuang diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi, hampir bersamaan dengan sejarah Candi Sewu di Klaten dan Candi Jiwa yang juga berada di Jawa Barat. Candi ini merupkan salah satu candi peninggalan agama hindu Syiwa, dimana candi ini tidak memiliki relief di bagian dinding candi. Candi ini juga diyakini sebagai penghubung sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia pada masa lalu. Dimana sebelumnya juga ditemukan beberapa candi Hindu yang memiliki arsitektur bangunan seperti Candi Cangkuang, seperti sejarah Candi Dieng di Wonosobo, dan sejarah Gedong Songo dii Bandungan, Semarang.
Dalam proses rekonstruksi bebatuan asli dari bangunan ini hanya ditemukan sekitar 40 persen dari keseluruhanya, sehingga dibuatlah konstruksi bahan penyusun yang menyerupai dari bahan awal candi ini, mulai dari kaki candi, atap candi, dinding candi dan sebuah patung dewa Syiwa. Pemugaran candi ini selesai dan diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976.
Mang Ayat (Prof. Dr H.Ajatrohaedi, 1939-2006), dalam buku memoarnya “65-67, Catatan Acak-Acakan dan Catatan Apa Adanya” (2011), pernah “mengusili” pemugaran dsan rekonstruksi Candi Angkuang, yang menurutnya, menyimpang dari segi kesejarahan dan kepurbakalaan. Mang Ayat menganggap, pemugaran Candi Cangkuang lebih terkesan “pesanan”. Apalagi dibiayai oleh pengusaha asal Leles Garut, Iji Hataji, Direktur CV Haruman, yang menyediakan dana lewat Yayasan Purbakala. Tulisan “usil” Mang Ayat dianggap mencemarkan nama baik. Sehingga YP melaporkannya Kejaksaan Negeri Garut. Didampingi Pa Aca dan Edi S Ekajati (Prof.Dr. H., 1945-2015), Mang Ayat hadir ke Kejari Garut sebelum pk.10.00. Tapi pihak yang merasa dicemarkan nama baik dan pejabat Kejari tak ada. Ternyata mereka sedang menghadiri sebuah pesta yang diselenggarakan CV Haruman di Leles. Ahir kasus “ngabuntut bangkong”.Tak menentu. Karena tak ada lagi panggilan apapun dari pihak manapun (hal.322-323).
Terlepas dari kontroversi apapun, Candi Cangkuang kini menjadi salah satu maskot wisata Kabupaten Garut, dan menjadi satu-satunya bangunan candi di Jawa Barat. Nasibnya terbilang beruntung dibanding Candi Bojongmenje (Rancaekek, Kab.Bandung) atau Batujaya, Kabupaten Karawang. [ ]