Solilokui

Dikejar Nenek Marah di Masjid Quba

Orientalis terkenal Dr.Snouck Hugronye, membuat banyak foto tentang Mekkah dan profil jamaah haji dari seluruh dunia, terutama Hindia Belanda.  Diterbitkan menjadi buku “Makkah a Hundred Years Ago  Or C.Snouck Hugronje’s Remarkable Album”.

Oleh   : Usep Romli H.M.  

Hingga tahun 2004, memotret dan dipotret di Mekkah dan Madinah, apalagi di sekitar Kabah, dan makam Nabi Muhammad Saw, masih dilarang. Banyak tulisan “mamnu tasywir” (dilarang memotret) tertempel di dinding dan tiang masjid.

Usep Romli HM

Sering terdengar teriakan “haram, haram !” dari para “askar” (keamanan masjid) kepada orang yang mencoba memotret. Bahkan “askar” perempuan berseragam “abayya” hitam dan wajah tertutup cadar, tak segan-segan merampas kamera yang dibawa jamaah perempuan. Mereka selalu melakukan penggeledahan kepada para jamaah perempuan yang akan memasuki masjid. Tindakan lebih keras ditujukan kepada para jamaah perempuan yang akan ziarah ke Raudah di Masjid Nabawi, hingga kini. Kamera atau handpone tak boleh dibawa.

Penulis pernah mengalami peristiwa mengejutkan soal potret-memotret ini. Tahun 1990, kebetulan dipercaya menjadi pembimbing umroh “Tiga Utama” Jakarta. Para jamaahnya antara lain artis Lenny Marlina, Yenni Rahman dan beberapa selebriti lain. Ketika ziarah ke Masjid Quba, Madinah, penulis meminta Lenny Marlina menjadi “model” dengan latar belakang taman masjid yang pertama kali didirikan Rasulullah Saw itu.

Tanpa disadari, di belakang Lenny ada nenek-nenek pedagang kaki lima. Ia menyangka akan dipotret. Baru saja mengatur fokus, tiba-tiba nenek-nenek tersebut bangkit. Mendekati penulis sambil berteriak “haram, haram, mamnu, mamnu”. Tidak sebatas berteriak, ia malah mengejar sambil mengamang-amangkan pelepah kurma. Mengancam akan memukul. Terpaksa penulis lari menjauh. Lenny Marlina juga segera menghindar ke arah rombongan. Pemotretan gagal total.

Aneh juga. Sebab di Mekkah dan Madinah sudah banyak toko kamera  moderen. Bahkan seabad lalu, orientalis terkenal Dr.Snouck Hugronye, membuat banyak foto tentang Mekkah dan profil jamaah haji dari seluruh dunia. Terutama Hindia Belanda.  Diterbitkan menjadi buku “Makkah a Hundred Years Ago  Or C.Snouck Hugronje’s Remarkable Album”. Terbitan mutaakhir tahun 1986 di London. Diedit dan diberi kata pengantar oleh Angelo Perce. 

Kebebasan memotret di Tanah Suci, baru terasa sekitar tahun 2005, ketika handphone mulai dilengkapi kamera. Kamera besar tipe professional juga bebas digunakan. Banyak jamaah berfoto bersama berlatar-belakang Kabah atau makam Rasululloh Saw. Suatu hal yang mustahil setahun sebelumnya. Para “askar” juga banyak yang minta atau mau diajak “selfi”.

Istilah “kamera” (camera) juga sudah lebih populer dari “alatut tasywir”. Sama seperti “paspor” untuk “jawazah safar” , taksi untuk “syayarah”, dan banyak lagi.

Fenomena baru nampaknya sudah merebak di Tanah Suci. Globlasisasi di bidang gaya hidup ternyata tak mampu ditahan oleh aturan sepuritan apapun.

Pengalaman penulis dikejar nenek-nenek yang menyangka akan dipotret, mungkin tak akan terjadi lagi sekarang dan nanti. [  ]

Back to top button