SolilokuiVeritas

Indonesia di Abad Asia

Di Bandung, dalam udara dingin yang bergelora oleh semangat pembebasan, Bung Karno menyatakan dengan penuh keyakinan: “Inilah konferensi antarbenua pertama dari bangsa-bangsa kulit berwarna dalam sejarah umat manusia.” Sejak itu, Indonesia menjelma suluh yang membimbing Asia dan Afrika keluar dari kabut penjajahan.

Oleh     :  Yudi Latif

JERNIH– Saudaraku, dunia menjuluki abad ke-21 sebagai Abad Asia. Namun, di tengah fajar yang menyingsing di Timur, haruskah Indonesia—negeri dengan rekam jejak kepeloporan dan letak yang strategis—hanya menjadi bayang-bayang dalam terang yang pernah ia nyalakan?

Sejarah pernah menjawab dengan nyala. Dalam Makers of Modern Asia (Ramachandra, 2014), dunia mencatat bahwa Indonesia menggagas Konferensi Asia-Afrika 1955—langkah awal yang menyalakan obor menuju Abad Asia. Di Bandung, dalam udara dingin yang bergelora oleh semangat pembebasan, Bung Karno menyatakan dengan penuh keyakinan: “Inilah konferensi antarbenua pertama dari bangsa-bangsa kulit berwarna dalam sejarah umat manusia.” Sejak itu, Indonesia menjelma suluh yang membimbing Asia dan Afrika keluar dari kabut penjajahan.

Cahaya itu terus menjalar. Pada 1962, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke-4. Di depan maket Stadion Senayan, Bung Karno berseru: “Ini… ini akan jadi stadion terbesar di dunia… Kita tunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa besar, yang sanggup maju ke garis depan, memimpin pembebasan dunia menuju fajar barunya.” Dari impian itu lahir Gelora Bung Karno, TVRI, jalan-jalan protokol, Jembatan Semanggi, Hotel Indonesia, dan Monumen Selamat Datang—tanda bahwa dunia disambut, dan bangsa ini ingin hadir sebagai tuan rumah peradaban.

Bagi Bung Karno, olahraga bukan sekadar adu otot, melainkan jalan kebudayaan dan peradaban. “Jakarta akan jadi kota dunia,” ujarnya penuh harap. “Itu impianku. Dari Stadion Senayan ini akan dilingkari pusat-pusat kebudayaan. Kita akan melahirkan bukan saja atlet-atlet handal, tapi pelukis-pelukis jempolan, penari-penari kelas dunia, dan penyanyi-penyanyi yang lagunya bisa membangkitkan suara surga dari tanah Nusantara.” Dengan semua karya kebudayaan itu, katanya, akan “memberi jiwa bagi bangkitnya bangsa kita ke muka dunia internasional.”

Demikianlah, dulu Indonesia adalah suluh bagi Asia dan Afrika. Kini, di Abad Asia, saat dunia kembali menengok ke Timur, saatnya Indonesia merebut lagi marwahnya—bukan sekadar hadir, tapi memimpin arah zaman. []

Back to top button