SolilokuiVeritas

Mengalami Keajaiban dan Kebahagiaan

Kesanggupan menemukan makna hidup, lewat kesediaan berdamai dengan kenyataan dan pengorbanan untuk menjadi lebih besar dari diri sendiri, merupakan sumber kebahagiaan tertinggi

Oleh     :  Yudi Latif

JERNIH–Saudaraku, mengalami keajaiban itu tak perlu menunggu kedatangan mukjizat. Begitu pun mengalami kebahagiaan tak perlu menunggu durian runtuh. Kita bisa mengalami keajaiban dan kebahagiaan sekarang dan di sini juga dengan menyadari, mensyukuri, merawat dan mempercantik keindahan dunia; hamemayu hayuning bawana.

Thich Nhat Hanh, dalam “The Miracle of Mindfulness”, mengingatkan bahwa keajaiban itu bisa kita temukan dalam tanda-tanda semesta dan peristiwa sehari-hari.

“Orang biasanya menganggap berjalan di atas air atau di udara tipis adalah sebuah keajaiban. Namun, menurut saya, keajaiban sesungguhnya bukanlah berjalan di atas air atau di udara tipis, melainkan berjalan di bumi. Setiap hari kita terlibat dalam keajaiban yang bahkan tidak kita sadari: langit biru, awan putih, dedaunan hijau, mata hitam anak kecil yang penuh rasa ingin tahu — juga kedua mata kita. Semuanya adalah keajaiban.”

Adapun tentang cara mengalami kebahagiaan, Sang Bhikkhu ternama dari Vietnam itu sejalan dengan psikolog Victor Frankl. Bahwa kesanggupan menemukan makna hidup, lewat kesediaan berdamai dengan kenyataan dan pengorbanan untuk menjadi lebih besar dari diri sendiri, merupakan sumber kebahagiaan tertinggi.

Dunia dapat menjadi surga ketika kita saling mencintai, mengasihi, melayani, dan saling menjadi sarana bagi pertumbuhan batin dan keselamatan. Dunia juga bisa menjadi neraka jika kita hidup dalam rongrongan rasa sakit, pengkhianatan, kehilangan cinta, dan miskin perhatian.

Tentang hal itu, Bhikkhu Hanh mengisahkan seorang raja yang selalu ingin membuat keputusan yang benar. Raja itu mengajukan pertanyaan kepada seorang bhikkhu. ”Kapan waktu terbaik mengerjakan sesuatu? Siapa orang paling penting untuk bisa bekerja sama? Apakah perbuatan terpenting untuk dilakukan sepanjang waktu?”

Sang bhikkhu itu pun menjawab, ”Waktu terbaik adalah sekarang, orang terpenting adalah orang terdekat, dan perbuatan terpenting sepanjang waktu adalah memberikan kebahagiaan bagi orang (rakyat) sekelilingmu.”

Maka, marilah kita rebut keajaiban dan kebahagiaan sekarang dan di sini juga. [ ]

Back to top button