Menunggu Sisa-sisa Waktu
Dalam menempuh hari ini, jangan merasa jumawa. Mengira akan sempat tiba pada hari esok dan hari-hari seterusnya. Sehingga tidak memikirkan apapun, kecuali khayalan, ambisi dan prediksi-prediksi berdasarkan hawa nafsu. Seolah mampu menentukan segala sesuatu.
Oleh : Usep Romli H.M.
Terkurung berminggu-minggu di rumah, akibat Covid-19, menggugah kesadaran akan arti waktu. Terasa seakan lamban dan sempit. Padahal terus melesat melaju. Makin mendekatkan pada titik akhir kehidupan pada saatnya kelak. Dunia dengan segala isinya, berupa harta kekayaan, pangkat jabatan dan lai sebagainya, hampa belaka. Tinggal keimanan dan amal soleh yang masih diperhitungkan.
Imam Hasan al Basri (21 H/642 M-110 H/728 M) berwasiat tentang dunia. Menurut beliau, dunia itu teramat singkat. Hanya tiga hari saja. Yaitu hari kemarin, yang sudah lewat. Tak bisa diharapkan kembali lagi. Hari sekarang, yang sedang ditempuh, yang harus diupayakan sekuat tenaga untuk diisi dengan amal kebajikan. Dan hari esok, yang belum tentu dialami, karena mungkin saja kita terlebih dulu kehilangan nyawa.
Hari kemarin, ibarat guru yang bijaksana. Telah mengajari dan mendidik kita dengan aneka macam pengalaman. Yang bagus dan manis, yang buruk dan menyedihkan. Yang bermanfaat dan sia-sia.
Segala pengalaman hari kemarin itu, dijadikan bahan koreksi diri pada hari ini. Yang bagus dan manis dipertahankan. Juga yang bermanfaat. Ditelusuri sebab dan akibatnya, untuk ditingkatkan menjadi lebih bagus, lebih manis dan lebih bermanfaat. Minimal dipertahankan. Yang buruk dan menyedihkan, dicegah. Diperbaiki. Jangan terulang lagi. Apalagi jika pengalaman buruk dan menyedihkan itu, berdampak terhadap diri sendiri,keluarga dan masyarakat.
Demikian pula hari ini, yang dalam hitungan 24 jam, akan berpisah dengan kita. Apakah perpisahan itu akan menimbulkan kesan baik dan menyenangkan. Karena selama bersama, kita mengisinya dengan hal-hal baik dan bajik, penuh keimanan dan amal saleh. Atau meninggalkan kesan buruk yang mengecewakan. Sebab selama bersama,kita mengisinya dengan hal-hal buruk, yang bertentangan dengan norma-norma keimanan dan amal saleh.
Dalam menempuh hari ini, jangan merasa jumawa. Mengira akan sempat tiba pada hari esok dan hari-hari seterusnya. Sehingga tidak memikirkan apapun, kecuali khayalan, ambisi dan prediksi-prediksi berdasarkan hawa nafsu. Seolah mampu menentukan segala sesuatu. Akan begini, akan begitu. Harus ini harus itu. Tanpa berpikir sedikitpun akan ketentuan-ketentuan di luar pengetahuan dirinya.
Padahal, siapa tahu, Malakalmaut sudah siaga di setiap tarikan nafas kita. Menunggu perintah dari Maha Penguasa Umur Manusia, Allah SWT. Karena Dialah yang menghidupkan dan mematikan (Q.S. Al Mu’min : 67).
Perputaran waktu, dari detik ke menit, dari menit ke jam dan seterusnya, seharusnya menjadi pelajaran bagi setiap Muslim beriman, tentang adanya kefanaan, ketidakabadian dalam hidup di dunia. Bunga mekar pagi hari, menebar wangi menyenangkan, hanya dalam seketika, lenyap tak berbekas. Digerogoti seranggga. Helai-helai kelopaknya berguguran. Sari manisnya telah pindah ke perut lebah atau serangga lain, yang membutuhkannya sebagai makanan.
Karena memang segala sesuatu di muka bumi, fana (Q.s. Ar Rahman : 26). Berubah. Lenyap. Tanpa harus menunggu kedatangan hari esok. Jika Allah SWT. berkehendak, apapun dapat terjadi, kapan saja di mana saja. Tak kurang dari 39 ayat Quran, yang menyatakan “Innallaha ala kulli syai’in qadir”. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Maka dalam menghadapi kehidupan di dunia yang hanya tiga hari itu, Allah SWT memberi petunjuk jelas : “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali yang beriman dan beramal saleh, serta saling mengingatkan agar menta’ati hak, dan saling mengingatkan agar berada dalam kesabaran.” (Q.s. Al Ashr).
Sebagian mufassir menyebutkan, ayat-ayat Surat Al Ashr di atas mengingatkan manusia agar tidak merasa punya kesempatan luas dan bebas untuk melanggar segala yang dilarang oleh Allah SWT dan mengabaikan segala perintah-Nya. Termasuk menyelewengkan amanat umat, demi memperoleh keuntungan duniawi. Sehingga setiap Muslim beriman wajib melakukan “amar ma’ruf nahyi munkar”. Mengajak kepada yang benar dan mencegah kemunkaran. Agar manusia tetap berada dalam koridor keimanan dan amal soleh, memegang teguh nilai-nilai hak berdasarkan perintah Allah SWT dan RasulNya, Muhammad Saw, dengan penuh kesabaran dan ketawakalan.
Hanya dengan cara itu, kita meninggalkan hari kemarin dengan penuh ketenangan, menjalani hari ini dengan penuh kenikmatan, dan menyambut hari esok dengan harapan mendapat kesempatan untuk hidup lebih baik lagi daripada hari-hari kemarin.
Kita jangan hanya mengharap semoga ancaman Corona Covid-19 segera cepat berlalu. Tanpa berencana untuk mengubah keburukan masa lalu dengan kebaikan masa datang. [ ]