Negara-Bangsa Bahagia
Visi negara dalam alinea kedua menempatkan kebahagiaan sebagai proyek kolektif. Hal itu tersirat dalam frase, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia.” Dalam alinea ini juga disebutkan, hasrat meraih kebahagiaan itu hanya bisa dipenuhi sepenuhnya bilamana negara Indonesia bisa mewujudkan visi negara-bangsa yang “merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH–Motif terbesar memperjuangkan kemerdekan Indonesia adalah meraih kebahagian. Dalam stanza kedua lagu “Indonesia Raya”, ada do’a pengharapan “Indonesia bahagia”.
Sejumlah pemikir memandang kebahagiaan sebagai kebajikan terluhur. Dari Yunani purba, Epicurus menyatakan kebahagiaan sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Pada akhir abad ke-18, Jeremy Bentham mendefinisikan kebajikan terluhur sebagai “the greatest happiness of the greatest number”. Ia pun menyimpulkan, satu-satunya tujuan berharga dari negara, pasar, dan komunitas keilmuan adalah meningkatkan kebahagiaan global.
John Stuart Mill mengeritik pandangan Bentham. Menurutnya, pernyataan “kebahagiaan terbesar dari jumlah terbesar” secara implisit menoleransi sebagian tertentu masyarakat untuk tidak bahagia. Sikap demikian secara etis amoral. Sebagai alternatif, dia mengusulkan gagasan “total happiness”, yang mencakup semua orang.
Itu berarti ada pergeseran pemikiran. Para pemikir terdahulu cenderung melihat kebahagiaan sebagai proyek perburuan pribadi. Para pemikir terkini cenderung melihatnya sebagai proyek kolektif.
Pemikiran terdahulu diwakili Deklarasi Kemerdekaan Bangsa Amerika Serikat. Para pendiri bangsa AS menempatkan hak untuk mengejar kebahagiaan sebagai salah satu dari tiga hak asasi yang tak dapat direnggut, bersama hak untuk hidup dan hak untuk bebas.
Namun, yang dijamin dalam Deklarasi Kemerdekaan tersebut hanyalah sebatas hak meraih kebahagiaan, bukan hak berbahagia itu sendiri. Dalam pengertian, tidak memandatkan kepada negara untuk bertanggung jawab atas kebahagiaan warganya. Hak meraih kebahagiaan malah dimaksudkan sebagai usaha membatasi kekuasaan negara; dengan memberikan semacam cagar penyediaan ruang privat bagi pilihan pribadi yang dirasa membahagiakan dirinya.
Pandangan terkini diwakili Pembukaan UUD 1945. Visi negara dalam alinea kedua menempatkan kebahagiaan sebagai proyek kolektif. Hal itu tersirat dalam frase, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia.” Dalam alinea ini juga disebutkan, hasrat meraih kebahagiaan itu hanya bisa dipenuhi sepenuhnya bilamana negara Indonesia bisa mewujudkan visi negara-bangsa yang “merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”. [ ]