Solilokui

Pecinta Aspal: Berkendara vs Bertarung: Pengendara ala Petarung

Seorang pengendara ala petarung (PAP) yang berkendara tanpa signaling itu jelas mengacaukan ketertiban dan keselamatan publik sehingga perilaku berbahaya tersebut harus dihindari.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto,

JERNIH-Berkendara jelas berbeda dengan berkelahi/bertarung tapi banyak orang yang berkendara dengan cara mirip-mirip orang yang sedang bertarung sehingga memicu  kecelakaan dan gangguan keamanan.

Maksudnya, banyak pengendara yang memosisikan pengendara/pengguna jalan yang lain sebagai lawan yang harus ditaklukkan/dipecundangi untuk menjadi pemenang, yaitu jalan duluan agar lebih cepat mencapai tujuan. Itulah yang saya sebut sebagai Pengendara Ala Petarung (PAP).

Diam-diam membelok mendadak sengaja tanpa sein, nyrobot lajur tanpa sein, berhenti mendadak tanpa lampu stop, mendadak mendahului tanpa sein atau kilatan lampu, dll merupakan contoh perilaku abai “signaling” yang bisa memicu kecelakaan.

baca juga: Pecinta Aspal: Daftar Ketidaknyamanan di Jalan Tol

Untuk mencapai tujuan berkendara dengan selamat dan efisien ada aturan hukumnya. Hukum positif tertulis (salah satunya “signaling”) dan hukum alam tak tertulis! Sedangkan utk mencapai kemenangan bertarung tidak ada aturan legal hukum positif yang mengaturnya tapi ada hukum alam yg mengaturnya, salah satunya, hindari “signaling” untuk mengacaukan pikiran lawan.  Jadi, bertarung ini berlawanan dengan berkendara. Faktanya, banyak pengendara berlaku curang untuk menang.

Beberapa perilaku mencolok dari manusia PAP ini di jalanan antara lain adalah:

(1) Tidak melakukan “signaling” (kirim tanda perhatian/kode tertentu saat merubah posisi dan merebut posisi/hak pengendara yang lain: mendahului, serobot lajur, pindah lajur, zigzaging, dll.

Sebaliknya, PAP ini

(2) Justru melakukan “signaling” berlebihan yang seharusnya tidak pantas dilakukan, yaitu ketika tujuan yang tidak segera tercapai karena ada hambatan dimensional: menguntit (tailgating) pada laju tinggi di lajur cepat, kilatan lampu besar berlebihan, klakson memekakkan telinga, sirine- rotator, stiker mencolok/seram (nonAmbulance, mobil dinas  TNI-Polisi-Dishub), merangsek maju di jalanan sempit, dll.

baca juga: Pecinta Aspal: Terlampau Banyak “Game” di Ruang Publik Kita

Seperti sudah sering saya tulis, dalam pertarungan, seorang ahli beladiri/Petarung/Budooka (the real Petarung) pasti paham apa itu Bushidoo Combat Psychology.

Dengan open-minded attitude-based calm mind, seorang Budooka akan menghindari “signaling” untuk memenangkan pertarungan. Akibatnya lawan tidak bisa membaca gerakan Sang Budooka.

Sebaliknya, di jalan raya mereka para Budooka yang terbina mentalnya ini tidak akan mempraktekkan taktik “no signaling”nya karena sadar itu bisa membahayakan keselamatan pengguna jalan yang lain. Itu salah satu bukti tanggung jawab publik dari manusia-manusia terlatih fisik d mentalnya itu.

Jadi, seorang PAP yang berkendara tanpa signaling itu jelas mengacaukan ketertiban dan keselamatan publik sehingga perilaku berbahaya tersebut harus dihindari.

Jalan tol itu bukan medan pertarungan. Kalau mau balapan lakukanlah di sirkuit balap. Kalau ingin bertarung lakukanlah di medan bela kebenaran dan bela negara.

Terima kasih.

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karateka 4-th Dan/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button