Solilokui

Pemenangan Prabowo Jangan Salah Pilih Pasangan

Gibran bisa menjadi pilihan untuk menyenangkan Jokowi, tetapi bisa menjerumuskan. Ia hanya unnecesarry choice bagi Prabowo, karena hanya jadi simbol kepasrahan total Prabowo pada Jokowi. Erick Thohir bisa jadi punya popularitas di kalangan menengah, tapi kurang di akar rumput. Profil ET yang lebih tebal sebagai pengusaha berpotensi akan merepotkan Prabowo, bahkan melemahkan sinergi di koalisi.

Oleh     :  Nuryana*

JERNIH– Rangkaian gerbong Koalisi Indonesia Maju (KIM) pasca- masuknya Partai Demokrat, tak hanya semakin panjang,  juga semakin mengencang tarik menarik, tawar menawar di antara parpol anggota koalisi, terutama dalam urusan memilih cawapres.

Koalisi parpol ini to be or not to be harus menang demi memastikan Prabowo duduk di kursi nomor 1, walaupun untuk menuju ke sana ketergantungan terhadap ‘anggukan’ Jokowi sangat besar, terutama dalam menentukan cawapres Prabowo.

Dalam frame berfikir memastikan kemenangan itu, wajib tetap mengalkulasi peluang kemenangan dengan mengenyampingkan faktor ‘uluran tangan’ Jokowi. Karena, bila memasukkan unsur campur tangan Jokowi dalam perhitungan politik maka itu artinya koalisi ini menganggap mudah.  Padahal, medan persaingan 2024 itu unpredictable, faktor Jokowi tidak boleh jadi gantungan utama. Karenanya, Koalisi Indonesia Maju harus benar-benar mengkalkulasi secara cermat dalam menentukan cawapres yang akan ditetapkan.

Calon wapres KIM yang saat ini mengerucut adalah Gibran, Erick Thochir dan Airlangga Hartarto. Siapa yang paling menguntungkan bagi Prabowo? Mari kita hitung.

Pertama, Prabowo-Gibran. Gibran bisa menjadi pilihan, bila MK memutuskan batas usia minimal disetujui 35 tahun, maka ini akan menyenangkan Jokowi, tetapi juga bisa menjerumuskan. Gibran adalah pilihan unnecesarry choice bagi Prabowo, karena ia hanya jadi simbol kepasrahan total Prabowo pada Jokowi. Gibran bisa menarik dukungan generasi milenial dan generasi Z. Tapi sayang popularitas Gibran lebih lekat tertempel isu nepotism, ini melemahkan.

Kedua Prabowo-ET. Erick Thochir bermodal kapital sebagai pengusaha, pengalaman sebagai Menneg BUMN dan keberhasilan sebagai ketua timses pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin.

ET telah menjalin jejaring dengan kalangan muda NU melalui Banser dan menggunakan infrastruktur BUMN untuk membangun popularitas. ET bisa jadi punya popularitas di kalang menengah, tapi kurang di akar rumput. Profil ET yang lebih tebal sebagai pengusaha berpotensi akan merepotkan Prabowo dan partai koalisi lainnya. Ini melemahkan sinergi pemenangan.

Ketiga Prabowo-Airlangga Hartarto (AH). AH ketum Golkar juga sebagai Menko Ekuin. Jabatan politik dan jabatan birokrat yang melekat padanya membuat AH lebih memiliki kewibawaan politik ketimbang dua calon lainnya.

Pemilih yang merupakan mayoritas di saat 2024 nanti  60 persen dari kalangan generasi muda akan menyandarkan pada pilihan rasional. Rasionalitas ini penting untuk dipertimbangkan oleh Prabowo cs, agar cawapres yang dipilih adalah yang bila dipasangkan dengan Prabowo menjadi pasangan yang dinilai rasional.

PS-AH adalah pasangan rasional yang secara kalkulasi politik dan operasional pemenangan akan lebih mudah diangkat keterpilihannya. PS dikenal dengan leadership kemiliterannya, AH dikenal sebagai menteri yang tenang tapi efektif menjalankan tugasnya di bidang ekonomi.

Pemilih akan cukup mudah mengasosiasikan PS-AH sebagai pasangan yang saling melengkapi dan dirasionalisasikan sebagai pasangan yang paling tahu menyelesaikan berbagai persoalan Indonesia saat ini.

Maka, kalkulasi yang paling rasional bagi Prabowo untuk menang adalah AH. [ ]

*Analis politik independen

Back to top button