Tahun Ini Polisi Tangkap 232 Tersangka Teroris
Penangkapan Zulkarnaen dan lebih dari 30 anggota Jemaah Islamiyah lainnya dalam tiga bulan terakhir, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok tersebut akan melancarkan serangan lagi.
Oleh : Siktus Harson
JERNIH—Kepolisian Republik Indonesia tahun ini telah menangkap setidaknya 232 tersangka teroris. Sebagian besar dari mereka diyakini anggota Jemaah Islamiyah, yang dianggap sebagai salah satu kelompok teroris paling mematikan di Asia Tenggara.
Penangkapan terakhir pekan lalu adalah terhadap Zulkarnaen, salah satu pria yang diyakini bertanggung jawab atas pemboman Bali 2002 yang menewaskan 202 orang. Zulkarnaen juga disebutkan terlibat dalam penyerangan terhadap beberapa gereja 20 tahun lalu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar, mengatakan, mereka yang ditangkap tahun ini terdiri dari tiga kelompok: Jemaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indo-nesia Timur. Yang terakhir dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan empat anggota Bala Keselamatan di Sigi, Sulawesi Tengah, akhir November.
Menurut polisi, penangkapan itu menunjukkan perang melawan terorisme masih jauh dari selesai dan meski menangkap banyak pemimpin, kelompok-kelompok ini terus merekrut anggota baru. Sebagian besar rekrutmen dilakukan melalui media sosial karena pembatasan yang disebabkan pandemi Covid-19.
Penangkapan Zulkarnaen dan lebih dari 30 anggota Jemaah Islamiyah lainnya dalam tiga bulan terakhir, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok tersebut akan melancarkan serangan lagi.
Namun beberapa ahli menyatakan tidak yakin, dengan beberapa mengatakan teah terjadi perubahan strategi. Strategi mereka bukan lagi sebagaimana yang dipakai dua dekade lalu.
Mereka mengatakan, Jemaah Islamiyah sekarang secara ideologis berbeda dari JAD yang terkait dengan ISIS, atau Mujahidin Indonesia Timur, yang masih percaya bahwa menyerang dan membom merupakan cara mereka mendirikan kekhalifahan Islam di Indonesia.
Meski tak lagi melancarkan serangan, menurut mereka Jemaah Islamiyah tetap menjadi ancaman bagi Indonesia karena aktif menyebarkan radikalisme melalui lembaga pendidikan dan penelitian. Sebagian besar pengamat memperingatkan bahwa salah jika meyakini kelompok itu telah meninggalkan kekerasan.
Bagi umat Kristiani, penangkapan anggota Jemaah Islamiyah baru-baru ini dan pemikiran untuk kembali membuka kembali luka lama yang diderita 20 tahun lalu.
Pada Malam Natal 2000, kelompok itu membom lebih dari 20 gereja dan fasilitas Kristen di seluruh nusantara, termasuk Katedral Our Lady of the Assumption di Jakarta.
Saat itu 18 orang dilaporkan tewas, termasuk Riyanto, seorang Muslim berusia 19 tahun yang membantu menjaga sebuah gereja Protestan di Mojokerto, Jawa Timur. Dia meninggal ketika dia mencoba untuk mengeluarkan bom yang ditempatkan di dalam gereja.
Ali Imron, mantan jihadis Jemaah Islamiyah dan terpidana mati yang kini menjalani program deradikalisasi, pernah mengatakan di sebuah program televisi bahwa serangan gereja itu sebagai pembalasan terhadap umat Kristiani karena menganiaya umat Islam selama konflik sektarian di Poso, Sulawesi Tengah, sejak 1998 hingga 2000.
Hal serupa, kata dia, juga dilakukan pada bom Bali, dan terhadap simbol-simbol Barat lainnya di tahun-tahun berikutnya, yakni merupakan serangan terhadap musuh-musuh Islam.
Polisi mengatakan Zulkarnaen, seorang komandan saat itu, memainkan peran penting dalam penyerangan malam Natal karena ia pejuang yang berpengalaman, pernah berlatih militer dan pernah terlibat dalam konflik sektarian sebelumnya di Ambon, Ternate dan Poso.
Selain itu, empat bulan sebelum pemboman gereja, ia terlibat dalam pemboman kediaman Duta Besar Filipina, yang menurut Ali Imron merupakan tindakan solidaritas dengan kaum Muslim di Filipina selatan.
Penangkapan anggota Jemaah Islamiyah tahun ini atau tahun-tahun sebelumnya bukan berarti berakhirnya kelompok ini, yang menurut Imron tidak mengubah tujuan. Sama seperti kelompok teroris lainnya, para anggotanya menunggu saat yang tepat untuk menyerang dan mencapai misinya.
Tidak ada batasan waktu kapan ini akan terjadi. Ancaman masih ada dan para teroris percaya bahwa Indonesia adalah lahan subur bagi kelompok teroris mana pun. “Ancaman dari kelompok tersebut tidak boleh diremehkan,” kata mantan teroris itu.
Setelah serangan 2016 di pusat perdagangan Sarinah, Jakarta, oleh kelompok ISIS, seorang mantan komandan Jemaah Islamiyah, Nasir Abas, memperingatkan pasukan keamanan untuk tidak hanya memburu anggota ISIS tetapi juga mantan rekan-rekannya yang—menurut dia, sedang bersiap untuk kembali.
Peringatan ini tampak profetik dengan penangkapan anggota Jemaah Islamiyah selama dua tahun terakhir. Minggu lalu polisi mengumumkan bahwa anggota Jemaah Islamiyah telah menggunakan uang tunai dari kotak amal di seluruh negeri untuk mendanai pelatihan militer di luar negeri dan pembelian senjata. [Unioun of Chatolic Asian News (UCA News)/Eurasia Review]