Usahawan Inovator
Jalan menuju kemakmuran dapat direngkuh dengan usahawan inovator yang mengambil inisiatif memantik api inovatif, lalu pemerintah memperbesar bara api inovasi itu dengan dukungan regulasi, kebijakan dan infrastruktur yang diperlukan usahawan inovator dalam kerangka penciptaan pasar baru sebagai pelambung kemakmuran bangsa.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH–Saudaraku, mengapa setelah negara mengubah konstitusi-institusi dan mengeluarkan begitu banyak uang untuk menstimulasi perkembangan ekonomi, kemakmuran rakyat tak banyak meningkat?
Jawabannya tersimpul dalam buku “The Prosperity Paradox: How Innovation Can Lift Nations Out of Poverty“, karya Clayton M. Christensen dkk (2019).
Bahwa tata kelola negara tak bisa asal meniru model luar, dan transformasi menuju kemakmuran bangsa tak bisa hanya mengandalkan push factor dari negara, melainkan harus merefleksikan nilai budaya dan mengikuti pull factor dari dinamika pasar dan komunitas.
Menjadi bangsa “makmur” (prosper) itu beda dengan bangsa “kaya” (rich, wealthy). Sejumlah negara bisa kaya hanya karena memiliki satu-dua sumberdaya alam berlimpah; namun kekayaan seperti itu tak bisa berkelanjutan, dan tak bisa mendorong mobilitas vertikal secara luas. Untuk “makmur”, suatu perekonomian harus bisa menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan yang dapat meluaskan mobilitas vertikal secara lebih inklusif.
Maka, lokomotif kemakmuran itu adalah usahawan inovator yang berhasil mengembangkan inovasi-teknologi yang dapat mendorong market-creating innovation. Yakni usahawan yang dalam proses organisasi usahanya bisa mentransformasikan pekerja, modal, material dan informasi ke dalam produk dan jasa dengan nilai tambah lebih besar; hingga bisa menciptakan produk atau jasa yang belum ada di pasar; atau menciptakan produk dan jasa yang sudah ada di pasar dengan harga lebih murah dan terjangkau oleh kalangan lebih luas.
Dengan begitu, usahawan inovator bisa melahirkan keuntungan berlimpah untuk diinvestasikan ulang ke dalam sector-sektor usaha baru, lapangan kerja baru (secara lokal maupun global), ruang-ruang usaha ikutan, demokratisasi ekonomi, dan perubahan budaya baik pada tata kelola pemerintahan maupun perilaku masyarakat. Dengan cara itulah, kemakmuran secara berkelanjutan bisa tercipta.
Alhasil, jalan menuju kemakmuran dapat direngkuh dengan usahawan inovator yang mengambil inisiatif memantik api inovatif, lalu pemerintah memperbesar bara api inovasi itu dengan dukungan regulasi, kebijakan dan infrastruktur yang diperlukan usahawan inovator dalam kerangka penciptaan pasar baru sebagai pelambung kemakmuran bangsa. [ ]