Spiritus

Mengambil Teladan Kisah Cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra

Sayangnya, tak lama kemudian sahabat Rasul yang lain juga ingin melamar Fatimah. Kali ini Umar bin Khattab. Mendengar berita tersebut, Ali mulai merasa tak lagi punya kesempatan.

JERNIH—Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib KW adalah sahabat yang hidup dalam kesederhanaan. Namun Ali juga terkenal sebagai sahabat yang dalam shalatnya masih sempat bersedekah dengan sebuah cincin yang melingkar di jemarinya, untuk seorang pengemis.

Itulah yang dalam “Asbabun Nuzul” karya Imam As-Suyuthi disebutkan menjadi sebab turunnya ayat Alquran,” Innama waliyyukum wa Rasuluhu wal-ladzina aamanulladzina yuqimuna as-shalata wa yu’tuna az-zakata wa hum raaki’un. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan sholat, dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada Allah” (QS Al-Maidah:55)

Kisah cinta antara Imam Ali dengan Bunda Fatimah pun sederhana. Imam Ali dan Bunda Fatimah tak pernah sekali pun saling mengumbar perasaan. Mereka sama-sama menyimpan perasaannya dalam doa. Saling memantaskan diri agar menjadi pribadi yang mulia.

Betapa Allah menjaga perasaan Imam Ali dan Bunda Fatimah. Meskipun beberapa kali perasaan mereka diuji, namun mereka tetap pasrah dan saling mendoakan. Konon, pertama kali Imam Ali jatuh hati kepada Bunda Fatimah manakala putri Rasulullah SAW itu luka Rasulullah usai berperang.

Sejak kejadian itu, Ali bertekad akan melamar Fatimah. Namun Ali tak pernah mengumbar perasaannya. Ali hanya menitipkan doa atas rasa cintanya. Meski Ali adalah sahabat terdekat Rasul, beliau merasa malu untuk melamar. Apalagi karena dirinya pun belum memiliki mahar untuk melamar Fatimah.

Manakala tengah mengumpulkan modal untuk melamar, tersiar kabar bahwa sahabat Rasul yang lain ingin melamar Fatimah. Ia adalah Abu Bakar As-Shidiq. Tentu, betapa galau hati Ali.  Namun, lamaran Abu Bakar itu ditolak Fatimah. Kabar yang bagaimana pun membuat gembira hati Ali.

Sayangnya, tak lama kemudian sahabat Rasul yang lain juga ingin melamar Fatimah. Kali ini Umar bin Khattab. Mendengar berita tersebut, Ali mulai merasa tak lagi punya kesempatan.

Namun, dari sejarah kita tahu bahwa tak hanya Rasul begitu bijak, putri beliau, Fatimah, pun bijak dan berani menegaskan sikap. Lamaran Umar bin Khattab juga ditolak. Ali yang mendengar hal tersebut kembali gembira. Namun di sisi lain, beliau juga mulai merasa ragu: jika Abu Bakar dan Umar yang memiliki keimanan begitu teguh saja ditolak, apalagi dirinya yang ia rasa bukan apa-apa.

Ali hampir mengurungkan niat. Ia pun bercerita kepada Abu Bakar. “Wahai Abu Bakar, Anda telah membuat hatiku goyah. Padahal sebelumnya sangat tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah SWT, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku adalah karena aku tidak mempunyai apa-apa.”

Mendengar hal tersebut, Abu Bakar pun berkata, “Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah SWT dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka.”

Mendengar jawaban Abu Bakar, Ali tersadar dan mendapatkan semangat baru. Kali itu, beliau memberanikan diri datang menemui Rasulullah.

Sesampai di rumah Rasul, Ali ditanya. Namun beliau tak berani menjawab, hingga Rasulullah mempertegas pertanyaanya,“Apakah kedatanganmu untuk melamar Fatimah?”

Ali menjawab,“Ya.”

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau memiliki suatu untuk maskawin?”

“Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, ya Rasulullah. Tak ada sesuatu tentang diriku yang tak engkau ketahui. Aku tidak memiliki apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta.”

Mendengar jawaban Ali, Rasulullah pun tersenyum dan berkata,” Tentang pedangmu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu, engkau tetap memerlukannya untuk mengambil air bagi keluargamu, juga bagi dirimu sendiri. Engkau tentunya memerlukannya untuk melakukan perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkanmu dengan mas kawin baju besi milikmu. Aku bahagia menerima barang itu darimu Ali. Engkau wajib bergembira sebab Allah-lah sebenarnya yang Maha Tahu lebih dulu. Allah-lah yang telah menikahkanmu di langit lebih dulu sebelum aku menikahkanmu di bumi.” (HR. Ummu Salamah)

Bagi Ali, butuh usaha bertahun-tahun untuk memantaskan diri. Agar ia pantas untuk Fatimah. Beberapa halangan juga sempat Ali lalui. Namun, Ali tak pernah menyerah untuk dapat melamar Fatimah.

Begitupun Fatimah, ia mencintai Ali juga dalam doa. Bersama memantaskan diri. Sehingga kisah cinta mereka begitu mulia disisi Allah SWT.

Setelah segala-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya,

“Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”

Menurut “Hasan dan Husain, The Untold Story”, yang ditulis Sayyid Hasan al-Husaini, disebutkan zirah tersebut merupakan pemberian dari Utsman bin Affan. Utsman memberikan pakaian perang tersebut beserta uang yang senilai dengannya.

Dari sekarah kita tahu, pernikahan tersebut membangun keluarga sakinah yang penuh rahmat Allah. Ali begitu mencintai Fatimah, demikian pula sebaliknya. Selama Fatimah hidup, tidak sebagaimana kebiasaan di Arab kala itu, Ali tak menikahi siapa pun. Ali baru menikah lagi setelah Fatimah meninggal dunia. [ ]

Back to top button