Spiritus

Tentang Mengingat Allah dan Allah Pun Mengingat Kita

Sebagian ulama mengartikan ayat tersebut sebagai berikut: “Ingatlah kalian kepada-Ku di muka bumi, niscaya Aku akan mengingat kalian di dalam perut bumi (kubur).”

JERNIH—Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah 152, Allah berfirman,”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” Jelas, tidaklah seorang hamba mengingat Allah, melainkan Allah pun mengingatnya.

Sebagian ulama mengartikan ayat tersebut sebagai berikut: “Ingatlah kalian kepada-Ku di muka bumi, niscaya Aku akan mengingat kalian di dalam perut bumi (kubur).”

Dasar pendapat mereka adalah riwayat bahwa ketika jenazah dimasukkan ke dalam liang lahad lalu dikubur, manakala keluarga dan para pengantar telah pergi dan meninggalkannya sendirian terasing dalam kubur, Allah SWT berkata,”Wahai malaikat-Ku, lihatlah orang yang baru datang itu! Ia telah jauh dari keluarga dan kerabatnya. Selama di dunia ia selalu mengingat-Ku.”

Allah SWT kemudian berkata kepada orang itu,”Hamba-Ku, mereka telah meninggalkanmu. Hamba-Ku, mereka telah menjauhimu. Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku sungguh akan melimpahkan rahmat-Ku kepadamu.”

Sebagian lain memaknai ayat itu berikut rupa: “Ingatlah kalian kepada-Ku ketika melakukan kemaksiatan lalu dengan segera tinggalkan kemaksiatan itu, niscaya Aku akan mengingat kalian pada Hari Kiamat ketika kalian melihat api Neraka.”

Pemahaman lain berdasarkan sebuah riwayat, bahwa Allah SWT berfirman dalam salah satu kitab-Nya,” Hamba-Ku, malulah kamu kepada-Ku ketika melakukan kemaksiatan, niscaya Aku akan merasa malu kepadamu pada Hari Kiamat, sehingga Aku tidak mengazabmu dengan Neraka-Ku.”

Ada yang memahami pengertian ayat itu sebagai berikut: “Ingatlah kalian kepada-Ku seraya meyakini bahwa kalian adalah milik-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian dan Aku adalah milik kalian.”

Dasar pemahaman ini adalah riwayat bahwa Allah SWT berfirman dalam sebuah kitab yang diberikan kepada salah seorang nabi-Nya,” Hamba-Ku, Aku ini milikmu, lalu kamu milik siapa? Aku bersamamu, lalu kamu bersama siapa?”

Yang lain lagi mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah:”Ingatlah kalian kepada-Ku dengan melupakan selain-Ku, niscaya Aku mengingat kalian dan Aku singkapkan (bagi kalian) tabir Wajah-Ku, sehingga dengan cahaya dari-Ku kalian dapat memandang Cahaya-Ku.”

Ada juga yang berpendapat bahwa ayat tersebut berarti : “Ingatlah kalian kepada-Ku dengan hati, lidah,dan anggota badan, niscaya Aku mengingat kalian dengan (memberi kalian nikmat berupa) surge, memandang Wajah-Ku dan keridlaan.”

Balasan mengingat Allah dengan lidah adalah memandang Wajah-Nya.

Abu Yazid Al-Busthami berkata,” Aneh sekali orang yang mengatakan,”Aku pernah mengingat Tuhanku.” Aku saja pernah berusaha untuk melupakan-Nya, tetapi tidak bisa.”

Al-Busthami bersenandung:

          “Allah tahu bahwa aku tidak mengingat-Nya

          Bagaimana aku dapat mengingat-Nya,

          Sedangkan aku tidak pernah melupakan-Nya.”

Dikisahkan bahwa sekelompok orang miskin datang kepada Asy-Syibli—salah seorang wali sufi termasyhur– dan bertanya kepadanya,”Bagaimana pendapatmu tentang dzikir (mengingat Allah)?”

Asy-Syibli menjawab pertanyaan itu dengan sebait syair:

          “Aku heran dengan orang yang berkata,” Aku mengingat Tuhan”

          Bagaimanatah bisa aku melupakan, lalu mengingat selain Tuhan?”

Asy-Syibli lalu berkata  :

“Dzikir adalah pekerjaan orang yang sering lupa, zuhud adalah pekerjaan orang yang tidak mempunyai pekerjaan, muhasabah (introspeksi diri) adalah pekerjaan orang yang rajin ibadah, dan musyahadah (menyaksikan rahasia-rahasia Ilahi) adalah pekerjaan para mutahaqgiq (orang yang telah mencapai tangkat keyakinan tertinggi).”

“Ketika hati merasakan kerinduan kepada seseorang yang sedang diingat, lidah akan bergerak mengucapkan nama orang yang diingat itu. Sungguh indah perkataan orang yang bersenandung :

          Aku mengingatmu bukan berarti aku pernah lupa barang sekejap,

          Tapi kerinduan ini menggerakkan lidah dan namamu pun terucap.”

 Yahya bin Mu’adz RA berkata,” Sesungguhnya Allah SWT terikat dan tergantung di ‘Arasy pada hati orang mukmin. Setiap hati mempunyai tali yang mengikat-Nya. Seseorang tidak akan mengikat-Nya sebelum Ia menggerakkan tali yang mengikat-Nya itu.”

Yahya menambahkan,”Gerakan tali itu terjadi sebelum seseorang mengingat-Nya.”

Abu Sa’id Al-Nisaburi, ketika menafsirkan ayat :”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu”, dalam kitabnya “Al-Isyarah wa al-Ibadah” menunjukkan setidaknya tiga puluh kemungkinan penafsiran untuk ayat tersebut. Saya sendiri—Syekh Abu Thalib Al-Makki, bukan simkuring—kalau saja tidak khawatir akan menimbyulkan rasa bosan, akan terus berpanjang lebar hanya pada ayat ini. [dsy]

Back to top button