Veritas

Abu Dis dan Lelucon Trump yang tak Lucu

Ali Mansour, penduduk di luar Yerusalem, terkekeh panjang saat mendengar rencana Presiden AS Donald Trump menjadikan Abu Dis — desa tempat dia menjalani masa pengasingan sampai usia tua — sebagai ibu kota masa depan negara Palestina.

“Itu lelucon,” ujarnya. “Abu Dis adalah desa kecil. Siapa yang bisa menganggapnya sebagai ibu kota Palestina?”

Bahkan, masih menurut Ali Mansour, anak kecil pun tidak akan menerima gagasan menjadikan Abu Dis sebagai ibu kota Palestina.

Keluarga Ali Mansour adalah korban pendirian negara Yahudi. Ia dipindahkan dari wilayah Israel ke Abu Dis tahun 1948. Ia, bersama ribuan orang lainnya, adalah penduduk ‘buangan’ di Abu Dis.

Tentang Abu Dis

Abu Dis terletak di luar Yerusalem, dan rumah bagi 20 ribu penduduk Palestina. Orang menyebutnya pinggiran kota, tapi masih bagian gubernuran Yerusalem.

Pemukiman di Abu Dis terpisah dari Kota Tua Yerusalem oleh tembok ilegal setinggi delapan meter yang dibangun pemerintah Israel, serta terputus dari wilayah lain akibat permukiman besar Yahudi — juga dibangun secara ilegal.

Abu Dis bersejarah, tapi tidak memiliki signifikansi budaya dan agama bagi Palestina. Tidak ada kisah tentang nabi dan rasul di Abu Dis, atau tentang apa pun.

Bagi penduduk Palestina, Yerusalem adalah satu-satunya kota yang akan menjadi ibu kota masa depan negara yang mereka idamkan. Mereka tidak akan pernah menerima Abu Dis sebagai ibu kota.

“Yerusalem memiliki signifikansi tiga agama Ibrahim; Yahudi, Kristen, dan Islam,” kata Khaled Muhsin, penduduk desa berusia 75 tahun.

“Yerusalem adalah ibu kota kami. Bukan milik Israel,” lanjutnya seraya menunjuk ke tembok pemisah.

Tak Tergantikan

Trump memperkenalkan gagasan menjadikan Abu Dis sebagai ibu kota Palestina dalam dokuman setebal 181 halaman. Gagasan diluncurkan di Gedung Putih, Selasa pekan lalu.

Ibu kota baru Palestina, dalam lelucon Trump, mencakup Kafr Aqab, bagian timur Shuafat, dan Abu Dis. Tiga wilayah ini bisa dinamai Al Quds.

Ahmad Abu Hilal, walikota Abu Dis, mengatakan; “Kami sepenuhnya menolak gagasan tu. Abu Dis hanya wilayah pinggiran sebelah timur Yerusalem. Kami tidak memiliki aspirasi menjadikannya ibu kota.”

Farah Hilmy, mahasiswa berusia 25 tahun yang sering menggunakan dinding pemisah untuk membuat film, mengatakan proposal menjadikan Abu Dis sebagai ibu kota akan selalu gagal.

“Yerusalem tidak tergantikan,” katanya.

Tidak hanya Palestina, Israel juga melihat Abu Dis berada di luar batas kota yang mereka tarik setelah pendudukan Yerusalem Timur tahun 1967.

Di bawah Kesepakatan Oslo, ditanda-tangani PLO tahun 1993 dan 1995, Abu Dis adalah bagian Wilayah B Tepi Barat yang diduduki. Luas wilayahnya hanya 21 persen dari Tepi Barat, dan berada di bawah Otoritas Palestina.

Abu Dis juga berada di bawah kendali militer Israel, dengan tembok pemisah di sekelilingnya yang mengisolasi penduduk dari kota utama.

“Dinding pemisah merampok ribuan kilometer tanah kami di Abu Dis,” kata Atef Erekat, penduduk usia 55 tahun kepada Al Jazeera. “Dinding itu memisahkan keluarga kami, tanah kami, dan membuat kami kesulitan mencapai Yerusalem.”

Abu Dis, menurut Erekat, adalah penjara kecil. “Yerusalem adalah kota kami,” lanjutnya.

Gagasan Usang

Lelucon Trump bukan baru, tapi berasal dari tahun 1990-an ketika pinggiran kota diusulkan sebagai basis baru Parlemen Palestina. Gagasan itu tidak pernah terwujud karena penduduk menolak.

“Proposal memindahkan parlemen Palestina ke Abu Dis tidak akan pernah terwujud, karena pinggiran kota itu terisolasi dari Yerusalem,” kata Jamal Amro, sejarawan yang meneliti Yerusulem.

Karima Hishma, pengelola taman kanak-kanak berusa 45 tahun, mengatakan apa pun yang akan dilakukan Israel dan AS, Abu Dis tidak akan pernah menjadi ibu kota Palestina.

“Selama bertahun-tahun mereka berupaya memberi arti bahwa Abu Dis penting, tapi gagal,” katanya. “Yerusalem adalah kota kami.”

Pejabat Palestina yang memimpin perundingan dan mencapai Kesepakatan Oslo membayangkan Yerusalem Timur, terdiri dari Kompleks Masjid Al Aqsa, tidak bisa dirundingkan lagi dan akan menjadi ibu kota masa depan Palestina.

Namun Trump berencana menjadikan Kompleks Masjid Al Aqsa berada di bawah kendali Israel. Trump seolah mengabaikan arti penting Al Aqsa bagi umat Islam.

Hani Halabi, aktivis berusia 34 tahun, punya definisi tentang Palestina dan Yerusalem. Menurutnya, Yerusalem adakah ibu kota bersejarah Palestina.

“Di sinilah terdapat Al Aqsa dan Gereja Makam Suci,” ujarnya. “Tidak ada yang bisa mengubah pikiran kami.”

Back to top button