Armenia Ubah Masjid Bersejarah Jadi Kandang Babi, Dunia Diam Aja Tuh
- Armenia melakukan genosida di Nagorno-Karabakh, dan menghapus Agdam dari peta sejarah.
- Wartawan Inggris Thomas de Waal menyebut bencana Agdam sebagai Hiroshima Kecil.
- Pengelana George Mitchell menyebut Agdam sebagai Hiroshima di Kukasus.
- Armenia tidak hanya memusnahkan etnis, tapi menjadikan masjid sebagai obyek penghinaan Islam.
Nagorno-Karabakh — Turki mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid, dan dunia protes. Armenia mengubah Masjid Jame Agdam di Nagorno-Karabakh menjadi kandang babi, tapi dunia Islam sama sekali tak bersuara.
Dua tahun setelah Uni Soviet bubar, Armenia dan Azerbaijan terjerumus dalam perebutan wilayah Nagorno-Karabakh. Di era Soviet, Nagorno-Karabakh — pemukiman tertua dan pusat kebudayaan Azerbaijan — adalah bagian Azerbaijan.
Tahun 1988, tiga tahun sebelum Uni Soviet runtuh, Armenia membuat klaim terbuka terhadap Nagorno-Karabakh — tanah leluhur Azerbaijan — dan memprovokasi konflik etnis. Lebih 250 ribu orang Azerbaijan yang tinggal di Armenia diusir paksa, dan Moskwa tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah.
Akhir 1991 — hari-hari jelang kehancuran Uni Soviet — dan awal 1992, konfrontasi bersenjata Azerbaijan-Armenia dimulai.
Armenia mengambil keuntungan dari perselisihan internal Azerbaijan, kehancuran Uni Soviet, dan menerima uluran tangan militer asing. Operasi tempur di Nagorno-Karabahk, wilayah seluas 4,4 ribu kilometer persegi dimulai.
Februari 1992, Armenia membantai penduduk Azerbaijan di Khojaly, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ribuan orang terbunuh dan hilang. Khojaly terhapus muka bumi.
Genosida itu seolah tidak pernah dibicarakan PBB, dan terungkap ke pers Barat.
Mei 1992, orang-orang Armenia menduduki shusha dan Lachin, terletak di antara Nagorno-Karabakh dan Armenia. Tahun 1992, militer Armenia merebut enam lagi wilayah Nagorno-Karabakh; Kelbajar, Adgam, Fizuli, Jabrail, Gubadly, dan Zangelan.
Agdam adalah kota terbesar di Karabakh. Nama ini berasal dari bahasa Turki dialek lokal, yang artinya rumah putih diterangi matahari.
Sebelum 1990-an, kota mengembangkan sektor industri, pertanian, dan budaya, dengan populasi terbesar di Nagorno-Karabakh. Ada stasiun kereta api, museum, teater, sekolah.
Agdam adalah mutiara Azerbaijan, dengan arsitektur hebatnya. Di sini, ada museum roti, dengan pameran kuno yang unik.
Agresi Armenia 23 Juli 1993 menghasilkan pembersihan etnis lebih biadab sebelum Pembantaian Srebrenica di Bosnia-Herzegovina. Sebanyak 83 permukiman mengalami pembersihan etnis.
Sekitar 6.000 orang tewas dalam upaya mempertahankan kota. Setelah Armenia menguasai kota, Agdam dijarah dan dihancurkan.
Seluruh warisan budaya Azerbaijan dimusnahkan. Namun sebagian masjid selamat dari kekacauan.
Masjid Agdam, salah satu bangunan monumental di Karabakh, masih berdiri megah beberapa bulan setelah kejatuhan Agdam, tapi tidak lagi menjadi tempat shalat.
Sejarah mencatat Masjid Agdam dibangun arsitek Karbalayi Safikhan Karabakhi antara tahun 1868-1870, atau pada saat Agdam menjadi pusat perdagangan penting di wilayah itu.
Masjid Agdam terdiri dari dua lantai, dengan seluruh ornamen khas wilayah Karabakh. Bangunan masjid terbuat dari batu, dengan menara dari batu bata.
Empat kolom menopang kubah, membentuk balkon persegi dua lantai di tengah. Balkon-balkon menghadap ke aula ibadah. Ruang untuk wanita juga ditutupi kubah.
Di sini, pecinta arsitektur dapat menemukan hubungan antara segi empat dan lingkaran, yang terpenting bagi seni arsitektur Islam.
Kendati tidak dipergunakan, masjid mampu melawan usia. Dari luar masjid masih terlihat kokoh, tapi di bagian masjid mulai kehilangan jejak rejiliusnya.
Langit-langit masjid mulai rusak. Struktur dan prasasti juga tak terawat dan di ambang kehancuran.
Lebih menyedihkan orang-orang Armenia menjadikan masjid itu sebagai kandang babi dan sapi, yang menjadikan monumen keagamaan itu menjadi obyek penghinaan.
Armenia melanggar Konvensi Den Haag 1954, tentang Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik Bersenjata.
Tahun 1993, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan empat resolusi di Nagorno-Karabakh, yaitu resolusi 822 (April 30, 1993), 853 (June 29, 1993), 874 (October 14, 1993), 884 (November 12, 1993).
Resolusi No 853 meminta penarikan segera, dan tanpa syarat, seluruh pasukan pendudukan dari wilayah Agdam dan wilayah Azerbaijan lainnya.
Aremenia mengabaikan semua resolusi itu. Agdam kehilangan kehidupan peradaban, nilai-nilai budaya, dan infrastruktur. Wartawan Inggris Thomas de Waal menyebut kota itu Hiroshima Kecil, sedang pengelaman George Mitchell menyebut kota itu Hiroshima di Kaukasus.
Agresi milier Armenia membunuh lebih 20 ribu orang, merebut 20 persen wilayah Azerbaijan, melumpuhkan 50 ribu orang, dengan satu juta orang menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Barangkali inilah genosida paling kecil sebelum pergantian milenium, dan itu dilakukan oleh Armenia — bangsa yang seumur-umur meratap dianiayai Turki, tapi menganiaya orang lain.
London Post menulis dunia seharusnya tidak diam ketika Armenia melakukan pembersihan budaya Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Budaya adalah milik dunia. Kehilangan budaya di satu wilayah, adalah kerugian bagi umat manusia seluruh dunia.