Veritas

Inilah Sosok di Balik Kemenangan Vietnam di Dien Bien Phu

Jika berkunjung ke Vietnam, sempatkan ke Dien Bien Phu — sebuah lembah berbentuk mangkuk dan lokasi pertempuran terakhir Perang Indochina I. Sejarah Pertempuran Dien Bien Phu telah banyak ditulis. Tidak ada yang baru, dan relatif bersumber pada dua buku karya Bernard B Fall; Street Without Joy dan Hell in a Very Small Place.

Khusus yang kedua, Fall secara rinci bertutur tentang Pertempuran Dien Bien Phu dari dua sisi; Prancis dan Vietnam. Ia memaparkan alasan di balik rencana Prancis mengajak Viet Minh — pasukan komunis Vietnam saat itu — perang terbuka.

Deskripsi Fall tentang Pertempuran Dien Bien Phu adalah yang terbaik dari semua buku tentang perang. Ia juga orang pertama yang mengkritik rencana perang Jenderal Henri Navarre, dan strategi landak yang digunakan. Kritik yang tak didengar, dan menjadi bencana.

Fall berada di Vietnam sampai Perang Indochina II, ketika AS mati-matian melindungi Vietnam Selatan. Ia mewawancarai Presiden Ho Chi Minh dan bertemu Jenderal Vo Nguyen Giap, arsitek kemenangan Viet Minh di Dien Bien Phu.

Namun, Fall tidak menulis satu hal, yaitu suasana di kubu Vietnam sebelum Pertempuran Dien Bien Phu dimulai. Terutama pada perubahan strategi Vo Nguyen Giap, beberapa jam sebelum jajaran petinggi Viet Minh mengambil keputusan akhir; menunda perang.


Malam sebelum pertempuran, tepatnya 25 Januari 1954, Jenderal Vo Nguyen Giap — biasa dipanggil Brother Van — tak bisa tidur. Matanya kerap tertuju ke sebuah peta Lembah Muong Thanh, tempat konsentrasi pasukan Viet Minh mempersiapkan diri.

Brother Van telah membuat rencana memenangkan pertempuran dalam tiga hari. “Kita akan mengalahkan Prancis sekali, dan untuk selamanya,” kata Brother Van dalam pertemuan dengan para perwira pada siang hari.

“Kita akan merayakan kemenangan bersamaan dengan Tet,” lanjut Brother Van.

Tet adalah perayaan tahun baru Vietnam, jatuh bersamaan dengan Imlek — perayaan tahun baru tradisional Cina. Vietnam pernah dijajah Cina selama seribu tahun. Tet tahun itu jatuh pada pekan pertama Februari.

Beberapa hari sebelumnya, bersama para perwira, Brother Van menyusun strategi, yang kemudian disebut ’Đánh nhanh, thắng nhanh, atau Menyerang Cepat, Menang Cepat.

Artileri berat disiapkan di bukit-bukit sekitar Muong Thanh. Penembak meriam tak sabar ingin segera menghujani Prancis dengan tembakan. Serdadu infantri, yang beralas sandal ban bekas, ingin menuju medan pertempuran untuk menang atau mati.

Namun, intuisi pengalaman bertempur selama 10 tahun membuat Brother Van merasa perlu meninjau kembali rencananya. Ia melihat ada yang salah dari yang tampak sempurna. Ia tidak yakin dengan rencana itu.

Brother Van merenung. Lama. Dia mengingat kembali kata-kata Presiden Ho Chi Minh; “Panglima, ini pertempuran sangat penting. Anda harus menang. Jika kemenangan tidak terjamin, jangan perang. Kegagalan adalah kehilangan segalanya.”

Ia juga berusaha mengingat kembali kegagalannya dalam Pertemuan Na San, ketika sepuluh ribu pasukan Viet Minh dipukul mundur dengan meninggalkan ribuan mayat.

Menjelang siang, setelah semalaman tidak tidur, Brother Van mengumpulkan perwiranya untuk membicarakan kembali strategi perang. Kebanyakan jenderal tidak memberi kritik apa pun terhadap strategi yang akan dijalankan, tapi Jenderal Pham Kiet sebaliknya.

“Brother Van, saya dari resimen artileri,” Pham Kiet membuka pembicaraan. “Artileri kami ditempatkan di posisi terbuka. Di siang hari, kami tidak akan tahan menghadapi gempuran Prancis. Saya secara serius menyarankan Brother Van mempertimbangkan kembali strategi itu.”

Semua terdiam. Seolah menunggu Brother Van naik pitam, dan menghardik orang yang mengkritik.

Itu tidak terjadi. Vo Nguyen Giap sebelum menjadi prajurit adalah wartawan. Ia tahu kapan harus mendengar, dan kapan mempertahankan pendapatnya.

Ia segera meninjau ulang strateginya secara menyeluruh, termasuk soal pengalaman tempur dan kesiapan pasukan. Lebih penting, mempelajari sistem pertahanan Prancis dengan benteng hutan alaminya.

Setidaknya ada tiga hal yang dilihat Brother Van. Pertama, pasukan Viet Minh tidak cukup besar, minim kecakapan tempur dan tak punya pengalaman menyerang kompleks benteng.

Kedua, pertempuran ini membutuhkan kerja sama mulus antara infanteri dan artileri. Viet Minh minim pelatihan, dengan banyak perwira lapangan tak kompeten.

Ketiga, tentara Viet Minh bertahun-tahun hanya perang gerilya malam hari, dan tidak punya pengalaman pertempuran terbuka.

Sadar akan tiga kelemahan itu, Brother Van menangguhkan rencana perangnya. Ia tahu kekalahan di Dien Bien Phu adalah akhir dari upaya Vietnam memerdekakan diri dari Prancis.

Kini, Brother Van dihadapkan pada satu-satunya pilihan; mengumumkan penundaan perang kepada seluruh prajurit. Ia harus melakukannya, dan memerintahkan jenderal-jenderalnya menarik pasukan yang telah mendekati Dien Bien Phu serta membongkar meriam yang terpasang di lapangan terbuka.

Di Hanoi, Jenderal Henri Navarre tidak menyadari perubahan strategi yang dilakukan Jenderal Vo Nguyen Giap.


Kini, Brother Van tak gegabah lagi. Ia mengkalkulasi setiap rencana, dan lebih banyak mendengar jenderal-jenderalnya.

Selama persiapan 46 hari, Brother Van memerintahkan infantri mempraktikan taktik baru, disebut Lapisan Pengupas. Tidak ada konfrontrasi langsung dengan Prancis.

Prajurit menggali parit komunikasi yang kompleks, sampai ke dekat benteng Prancis. Dari parit-parit itu, serangan akan dilakukan, dengan kecepatan penuh pasukan infanteri.

Artileri ditempatkan di ruang bawah tanah, atau dibawa ke atas bukit agar tidak terjangkau tembakan lawan. Pengangkutan meriam ke atas bukit dilakukan dengan mempreteli meriam, dan mendorongnya ke atas bukit dalam bentuk pretelan.

Setelah semuanya siap, pada 13 Maret 2020 pukul 17:05, Brother Van memberi aba-aba. “Perang bersejarah dimulai. Tembak!” teriak Brother Van kepada para penembak meriam.

Dien Bien Phu menjadi neraka bagi Prancis. Tembakan artileri balasan dari Prancis hanya beberapa, setelah itu senyap. Semua meriam Prancis di Bukit Lam Hill, Prancis menyebutnya Beatrice, hancur.

Jenderal Henri Navarre menjalankan strategi landak, dengan memasok pasukan di Dien Bien Phu dari udara. Artileri serangan udara Viet Minh mengakhiri upaya itu, membuat pasukan Prancis tanpa pasokan.

Selama 55 hari, siang dan malam, Dien Bien Phu digempur. Infanteri bergerak lewat sistem parit komunikasi yang rumit, dan mencekik benteng Prancis satu per satu.

Jendral De Castries, yang berada di Dien Bien Phu, menolak mengibarkan bendera putih. Namun tentaranya yang tak tidur sekian pekan dan kelaparan tak punya pilihan selain menyerah.

Perang diakhiri pengibaran bendera Vietnam di bunker Jenderal De Castries.


Situs goldennguyen.com menulis sejarah mencatat Jenderal Vo Nguyen Giap sebagai panglima hebat dan jenius. Namun dalam memoir-nya, dan di banyak kesempatan berbicara, Brother Van justru memuji Jenderal Pham Kiet sebagai figur yang mengubah rencana perang.

Bagi generasi Vietnam saat ini, sukses Jenderal Giap di Dien Bien Phu ditentukan oleh satu hal; sikap rendah hati dan mau mendengar keluhan bawahan yang tahu situasi medan pertempuran.

Back to top button