Kedunguan Trump Menjadikan Virus Corona Sebuah Perang Budaya
Trump menyebarkan informasi yang salah. Selama akhir pekan dia membuat sindiran tak berdasar bahwa umat Islam yang merayakan Ramadhan pekan ini, tidak akan tunduk pada batasan social distancing yang sama seperti orang Kristen pada Paskah
NEW YORK CITY– Inilah yang terjadi manakala pandemi bertabrakan dengan perang budaya di Amerika.
Walikota Louisville, Kentucky, AS, memperingatkan gereja-gereja di wilayahnya bahwa mengadakan kebaktian pada hari Minggu Paskah berarti melanggar pedoman jarak sosial di kota itu. Mitch McConnell, pemimpin Partai Republik dan mayoritas di Senat Negara Bagian Kentucky, menjawab dengan surat tegas. Ia beralasan, “Orang-orang beragama tidak boleh diperlakukan dengan apa yang tidak mereka sukai.”
Gubernur Demokrat di Michigan memperpanjang larangan aktivitas luar ruang tertentu, termasuk menggunakan perahu motor. Kalangan konservatif menyebut gubernur perempuan itu otoriter dan mengkarikaturkannya. “Anda tidak bisa pergi memancing,” seorang aktivis lokal mengeluh dalam sebuah wawancara di ‘Fox & Friends.’
Meskipun took-toko senjata api tetap bebas untuk melakukan bisnis di sebagian besar wilayah AS, Asosiasi Senapan Nasional memiliki pesan yang jelas untuk pemilik senjata. “Mereka menginginkan senjatamu. Mereka inginkan semuanya,”kata legenda musik country, Charlie Daniels dalam video promosi yang direkam untuk National Rifle Association (NRA) dari karantina di rumahnya di Tennessee.
Tambalan baru pada kebijakan di beberapa negara bagian yang dirancang untuk meratakan penyebaran virus corona , justru mengobarkan gairah lama atas beberapa masalah paling kontroversial dalam politik AS. Senjata, aborsi, hak suara, dan ekspresi agama– kekhawatiran yang tampaknya tidak ada hubungannya dengan virus yang telah membuat jutaan orang Amerika sakit dan menewaskan lebih dari 37 ribu orang, telah muncul sebagai garis patahan dalam perdebatan tentang bagaimana pemerintah merespons krisis ini.
Presiden Trump kadang-kadang berbicara tentang pentingnya social distancing, seperti yang ia lakukan pada Senin lalu. Tetapi ia juga mendorong ketidakpuasan, saat melihatnya sebagai sumber emosi mentah yang dapat ia gunakan sebagai gelombang pengunjuk rasa di seluruh negara yang mengibarkan bendera untuknya, disertai permintaan dan yel,” Trump 2020”, yang meminta lockdown segera dicabut. Pesan-pesan Twitter Trump pekan lalu jelas dialamatkan untuk pengikut-pengikutnya di negara-negara “LIBERATE”, di mana warganya berada di bawah perintah untuk membatasi pergerakan mereka–khususnya Michigan, Minnesota dan Virginia, yang semua dipimpin oleh gubernur Demokrat. Trump memberi makan apa yang digambarkan oleh kaum konservatif sebagai meningkatnya rasa gelisah di sisi kanan.
“Ada banyak kerusuhan sosial yang luar biasa,” kata Jeff Landry, jaksa agung Republik dari Louisiana dan sekutu utama Trump. “Gubernur yang menggunakan pandemi sebagai alasan untuk mempertahankan langkah-langkah tertentu, tetap dilakukan dengan risiko sendiri.”
Untuk saat ini, Trump berbicara kepada minoritas Amerika yang percaya bahwa pemerintah telah bertindak terlalu jauh dalam upaya untuk menahan ancaman virus. Trump melakukan hal itu dengan menyebarkan informasi yang salah dan sindiran tentang bagaimana pembatasan di masa merebaknya corona mempengaruhi masalah seperti kepemilikan senjata dan kebebasan beribadah. Pekan lalu dia salah mengklaim. Misalnya, bahwa Amandemen Kedua berada di bawah ancaman di Virginia.
Selama akhir pekan dia membuat sindiran tak berdasar bahwa umat Islam yang merayakan Ramadhan, yang dimulai minggu ini, tidak akan tunduk pada batasan jarak sosial yang sama seperti orang Kristen pada Paskah lebih dari sepekan lalu. “Saya telah melihat perbedaan besar di negara ini,” katanya. “Mereka mengejar gereja-gereja Kristen, tetapi mereka cenderung tidak mengejar masjid.”
Sejauh ini, pemberontakan massal tampaknya tidak mungkin. Banyak demonstrasi, seperti yang terjadi di Denver pada Minggu lalu, hanya menarik beberapa ratus orang. Pertemuan yang lebih besar, seperti yang diadakan di State Capitol di Lansing, Michigan, Minggu lalu, menarik aktivis sayap kanan dan simpatisan milisi. Beberapa di antaranya memiliki senapan semi-otomatis yang digantung di bahu mereka.
Pedoman Gedung Putih sendiri saat ini mencerminkan apa yang dikatakan sebagian besar ahli epidemiologi: menjauhkan diri dari hubungan sosial, membatasi kontak pribadi dan memakai masker di depan umum. Semuanya penting untuk menjaga agar virus tetap terkendali. Para ahli medis, termasuk mereka yang memberi nasihat kepada Trump, telah memperingatkan bahwa mengurangi pedoman tersebut dapat menyebabkan lonjakan infeksi baru.
Tetapi beberapa kalangan konservatif yang mendukung kampanye pemilihan ulang presiden mengatakan, mereka percaya banyak orang Amerika semakin frustrasi dengan perintah yang membuat mereka tidak bersosialisasi, bekerja dan beribadah secara normal. Gedung Putih secara dekat melacak kekhawatiran itu, dan telah membuat Trump dan Wakil Presiden Mike Pence hadir di beberapa konferensi dengan para pemimpin agama, untuk meyakinkan mereka bahwa pemerintah mendengarkan. Setelah sebuah gereja di Mississippi dihukum karena mengadakan layanan drive-in yang bertentangan dengan perintah lokal, justru Jaksa Agung William P. Barr memberikan dukungan kepada gereja itu dengan mengatakan bahwa hak Amandemen Pertama jemaat telah dilanggar.
“Perasaan saya, ini sebuah panci rebus (caldron),”kata Ralph Reed, pendiri Koalisi Iman dan Kebebasan, dan seorang veteran hak-hak keagamaan. “Sangat tidak berkelanjutan untuk memberi tahu orang-orang bahwa mereka harus duduk tanpa daya di rumah, menyaksikan bisnis mereka bangkrut, pekerjaan mereka hilang dan kehidupan mereka hancur.”
Merujuk survei American Enterprise Institute baru-baru ini pada kalangan berhaluan kanan yang mendapatkan data bahwa hampir 90 persen rumah ibadah di negara itu tidak lagi menawarkan layanan seperti biasa, Reed mengatakan, ada pertanyaan yang berkembang di kalangan konservatif agama, seperti “mengapa toko minuman keras dan toko kelontong bisa dibuka, sementara gereja harus ditutup?” Reed menambahkan, meskipun dia pikir sebagian besar orang masih bersedia untuk tinggal di rumah, dia melihat kesabaran orang mulai hilang.
Berbicara tentang Demokrat, dia berkata, “Jika mereka tidak hati-hati, mereka akan mengambil apa yang mereka pikir akan menjadi referendum tentang Donald Trump dan mengubahnya menjadi referendum pada penolakan kebebasan.”
Sementara ketegangan memanas pada pekan lalu, persaingan agenda politik telah membentuk bagaimana para pemimpin mendekati penegakan pembatasan terkait coronavirus dalam sebulan terakhir.
Texas, khususnya, telah menjadi laboratorium untuk respons pandemi kalangan konservatif. Seperti Ohio, Alabama dan beberapa negara bagian lain di bawah kepemimpinan Republik, Texas pada awalnya memasukkan aborsi di antara prosedur medis elektif yang katanya harus menunggu sesegera ancaman virus itu berlalu. Dan ketika negara mulai memerintahkan penutupan sekolah dan bisnis tidak penting akhir bulan lalu, Jaksa Agung Republik, Ken Paxton, memperingatkan penyedia aborsi bahwa mereka akan “bertemu dengan kekuatan penuh hukum” jika mereka tidak berhenti beroperasi.
Pembatasan itu sama dengan “penyalahgunaan kekuasaan dan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menggunakan pembenaran palsu untuk menutup klinik dan mengakhiri kasus Roe versus Wade,” kata Nancy Northup, presiden Centre for Reproductive Rights, salah satu dari banyak kelompok yang menuntut pemerintah Texas. Klinik tetap ditutup dan gubernur mengatakan akan menyerahkannya ke pengadilan untuk memutuskan apakah pelonggaran pembatasan pada beberapa prosedur medis, yang diberlakukan mulai Rabu, berlaku untuk aborsi.
Empat hari setelah memperingatkan klinik aborsi, Ken Paxton mengeluarkan pendapat tentang masalah perang budaya yang tidak terkait, tetapi sama-sama penuh. Ia menyatakan bahwa perintah darurat tinggal di rumah tidak dapat digunakan untuk memaksa penutupan toko senjata api di negara bagian.
Keputusan kebijakan publik di sana sangat berbeda dari negara-negara seperti New York, di mana Gubernur Andrew M. Cuomo telah menyatakan toko senjata sebagai bisnis yang tidak penting. Langkah itu mendorong gugatan dari NRA, yang menantang tindakan serupa oleh anggota parlemen di New Mexico dan California. Konservatif, kata Landry, melihat ini sebagai contoh bagaimana “Demokrat pada dasarnya memanfaatkan hal itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
Pada masalah-masalah lain, mulai dari hak milik hingga kebijakan penjara, Texas berada di garis depan dari pertikaian yang meningkat antara kiri dan kanan. Kalangan Konservatif menentang upaya lokal untuk mencegah pemilik rumah kedua pergi ke properti mereka, dan memperluas akses ke pemungutan suara melalui surat, yang terbatas pada populasi tertentu, seperti orang tua dan mereka yang cacat.
American Civil Liberties Union melakukan gugatan, setelah Gubernur Greg Abbott mengeluarkan perintah untuk mencegah pembebasan beberapa tahanan yang berisiko tertular virus tersebut. Abbott mengatakan bahwa melepaskan “penjahat berbahaya” berisiko membahayakan komunitas karena “memperlambat kemampuan kita untuk merespons bencana yang disebabkan oleh Covid-19.” Pengadilan negara tidak setuju dan untuk sementara memblokir perintah gubernur. American Civil Liberties Union (ACLU) telah mengajukan lebih dari 30 tuntutan hukum serupa di seluruh negeri.
Namun ada beberapa pengecualian. Meskipun Republikan di negara-negara seperti Texas dan Wisconsin telah mencoba untuk mencegah akses yang lebih luas ke alternatif untuk pemilihan langsung, di Pennsylvania Republikan mendukungnya. Dan di Oklahoma, gubernur Partai Republik telah menyetujui pembebasan ratusan narapidana, sehingga kondisi yang penuh sesak tidak berkontribusi pada lebih banyak infeksi.
“Pandemi mengulurkan harapan bahwa kita dapat bersatu, dan naik di atas divisi partisan yang telah lama menimpa kita, dan saya pikir dalam beberapa kasus kita melihat itu,” kata David Cole, direktur hukum nasional ACLU. Dia menambahkan bahwa contoh-contoh layanan gereja besar dan pertemuan ratusan pemrotes sejauh ini adalah outlier (data yang memiliki karakter unik dan berbeda, redaksi Jernih.co)
“Yang membuatnya semakin mengganggu,” tambahnya, “bahwa presiden Amerika Serikat mendorong kegiatan semacam ini.”
Tidak sulit untuk memahami mengapa Trump merasakan dorongan kuat untuk mendukung para demonstran. Cuplikan dari protes baru-baru ini menunjukkan kehadiran perlengkapan Trump yang signifikan, serta curahan dukungan untuknya di setiap demonstrasi. Di acara Michigan, yang didokumentasikan di Facebook oleh seorang reporter The Detroit Free Press, seorang pria mengibarkan bendera Konfederasi menjelaskan melalui topeng pelindungnya mengapa ia ada di sana. “Trump. Trump all the way,”katanya.
Yang lain membawa bumblebee yellow Gadsden flag, ular yang melilit serta tulisan “Jangan menginjakku” melambangkan simbol Pesta Teh, sesuatu yang Trump selalu tertarik untuk menyamakan diri padanya. Pada protes di luar Colorado State Capitol Minggu lalu, seorang wanita mengatakan bahwa lockdown telah berlangsung terlalu lama. Ia berkata kepada The Denver Post, “Toko-toko pot buka, klinik aborsi buka, kok gereja saya ditutup.”
Seorang pria yang juga menghadiri protes memegang poster bertuliskan “Fakta bukan rasa takut,” sebuah variasi dari perkataan yang digunakan Sean Hannity di radio dan program-program Fox News– “Facts without fear” untuk meninggalkan kesan salah kepada penggemarnya bahwa mereka mendapatkan kebenaran dan tidak lain hanya itu.
Protes-protes yang berlangsung itu ‘sangatlah putih’, alias kebanyakan didominasi kalangan kulit putih. Sementara coronavirus menyerang orang dari berbagai ras, kebangsaan, agama, atau pilihan politik, data menunjukkan bahwa virus itu menginfeksi dan membunuh orang kulit hitam di Amerika Serikat dengan tingkat yang sangat tinggi.
Penyebarannya juga tampaknya memburuk di beberapa negara bagian, di mana protes telah terjadi. Di Kentucky, saat pekan lalu demonstran berdiri di luar gedung Capitol di Frankfort dan meneriakkan, “Kami ingin bekerja!”. Esoknya Gubernur Andy Beshear, dari Partai Demokrat, melaporkan perkembangan yang menyedihkan. Negara mencatat jumlah tertinggi kasus virus corona baru dalam satu hari: 273. [Jeremy W. Peters /The New York Times]