DesportareVeritas

Rekor Haaland dan Cerita Timnas Norwegia Menggunduli Israel

Timnas Israel menghadapi dua hal tak menyenangkan. Pertama protes penonton yang menyorak “Free Palestine”. Kedua, habis dibabat Norwegia 5-0. Haaland sang bintang pecahkan rekor Pele. Hasil penjualan tiket pertandingan itu disumbangkan ke Gaza.

JERNIH –  Sabtu malam, 11 Oktober 2025, udara di Oslo terasa berat. Stadion Ullevaal, biasanya menjadi tempat riuh kebanggaan nasional Norwegia, malam itu berdiri di tengah ketegangan. Bukan hanya karena pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Israel, tetapi karena konteks politik yang melingkupinya.

Di luar stadion, ribuan suara membentuk paduan gema yang menusuk langit: “Free Palestine!” Polisi dikerahkan, gas air mata dilepaskan, dan di antara kekacauan itu, sepak bola mencoba tetap menjadi sepak bola — permainan yang indah, namun tak pernah bisa benar-benar lepas dari dunia yang melahirkannya.

Dan di tengah segala kegelisahan itu, seorang penyerang muda berjalan ke lapangan dengan tenang. Di matanya, ada fokus yang tak terganggu oleh riuh politik atau hujan spanduk. Namanya: Erling Braut Haaland.

Sebelum peluit pertama berbunyi, atmosfer sudah sarat emosi. Spanduk bertuliskan “Let children live” terbentang di beberapa sudut tribun. Sebagian penonton menolak berdiri saat lagu kebangsaan Israel diputar. Pertandingan ini sejak awal bukan hanya laga olahraga — ia adalah simbol, panggung di mana politik dan kemanusiaan saling bertubrukan.

Namun begitu bola mulai bergulir, lapangan hijau menjadi ruang kecil tempat keindahan masih bisa hidup. Haaland dan rekan-rekannya memutuskan untuk berbicara bukan lewat retorika, melainkan lewat permainan.

Pada menit ke-18, Alexander Sørloth mengirimkan umpan silang tajam ke kotak penalti Israel. Bola membentur kaki Anan Khalaili dan masuk ke gawangnya sendiri. Gol bunuh diri yang mengawali bencana bagi Israel — dan kebangkitan bagi Norwegia.

Beberapa menit kemudian, Haaland maju sebagai eksekutor penalti. Tendangannya gagal. Tapi seperti halnya para legenda, ia tidak berhenti di sana. Ia kembali menjemput bola, memimpin serangan, dan di menit ke-27 mencetak gol spektakuler yang membuat stadion bergemuruh.

Satu menit setelah itu, Idan Nachmias juga membuat gol bunuh diri. Skor 3–0 di babak pertama terasa seperti simbol kehancuran Israel — sebuah tim yang malam itu tak hanya kalah di lapangan, tetapi juga kalah dari semangat penonton yang meneriakkan “Free Palestine” dari setiap sudut Ullevaal.

Dan kemudian, di babak kedua, Haaland menyalakan kembali mesin golnya. Dua kali ia menembus pertahanan lawan, di menit ke-63 dan 72, menorehkan hat-trick sempurna.

Bersamaan dengan gol keduanya, ia mencetak sejarah baru dunia sepak bola: 50 gol internasional hanya dalam 46 penampilan.

Dengan angka itu, Haaland resmi melewati rekor Pelé, sang legenda Brasil, yang butuh 49 laga untuk mencapai jumlah yang sama. Ia menjadi pemain pria pertama dalam 53 tahun terakhir yang menembus 50 gol internasional secepat itu.

Di usia yang baru 25 tahun, ia telah berdiri sejajar — bahkan melampaui — nama-nama besar seperti Ronaldo, Messi, dan Pelé.

“Tak ada kata yang bisa menggambarkannya,” ujar asisten pelatih Kent Bergersen dengan mata berbinar, “Dia mencetak gol dengan segala cara yang mungkin.”

Alexander Sørloth, sahabat sekaligus tandemnya di lini depan, menambahkan, “Kau pikir kau sudah melihat segalanya, tapi dia selalu menemukan cara baru untuk mengejutkanmu. Tak ada yang tak bisa dia lakukan.”

Di tengah selebrasi Norwegia, seorang penonton berlari ke lapangan mengenakan kaus bertuliskan “Free Gaza.” Petugas keamanan segera menahannya, tapi pesan di dadanya telah lebih dulu dibaca seluruh dunia.

Stadion malam itu menjadi refleksi kecil dari planet yang bergetar oleh konflik, harapan, dan perlawanan. Suporter bersorak bukan hanya untuk gol Haaland, tapi juga untuk keadilan yang mereka yakini.

Kemenangan 5–0 atas Israel menjadi simbol kebangkitan Norwegia, bangsa kecil dengan impian besar. Setelah bertahun-tahun tenggelam dari peta turnamen besar, tim asuhan Ståle Solbakken akhirnya menatap Piala Dunia dengan keyakinan.

Lapangan terbesar di Oslo itu seakan menutup dengan dua pesan sekaligus: kemerdekaan bagi Palestina yang berdaulat dan timnas Norwegia yang berbahaya sebagaimana leluhur mereka The Vikings.

Tak cuma itu,  NFF (Norges Fotballforbund), federasi sepak bola Norwegia, lewat presidennya Lise Klaveness, menyatakan bahwa hasil dari penjualan tiket pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Israel, pada 11 Oktober 2025 di Ullevaal Stadion, akan disumbangkan untuk bantuan di Gaza. (*)

BACA JUGA: Haaland Mengguncang Derby Manchester: Dua Gol, Dua Luka untuk Setan Merah

Back to top button