POTPOURRI

Hari Ini Pada Tahun 624, Lahir Sang Pemersatu Umat, Imam Hassan bin Ali bin Abi Thalib

JAKARTA— Hassan bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada 1 Desember, sekitar tahun 624-669 M. Beliau adalah putra tertua pasangan Ali bin Abi Thalib dengan putri Rasulullah, Fatimah az-Zahra.

Secara de facto, Al-Hassan bin Ali memegang tampuk kekhalifahan selama sekitar enam atau tujuh bulan setelah mangkatnya Ali. Merasa pilu dengan kondisi umat yang terpecah belah, ia kemudian menyerahkan kedudukannya kepada Mu’awiyah untuk mengakhiri perang saudara antarumat Islam yang berkecamuk.

Menurut hampir seluruh golongan Syi’ah, Al-Hassan merupakan imam kedua, meski ada sekte lain di Syiah yang menyebut bahwa imam kedua adalah saudaranya, Al-Hussain. Al-Hassan merupakan salah seorang figur utama, baik dalam Sunni maupun Syi’ah karena ia merupakan Ahlul Bait Nabi Muhammad. Beliau juga sangat dihormati kaum Sufi karena menjadi Waliy Mursyid ke-2 setelah ayahnya bagi banyak tarekat sufi, terutama bagi tarekat Syadziliyyah.

Al-Hassan dilahirkan dua tahun setelah peristiwa hijrah ke Madinah,  pada 1 Desember 624 Masehi (15 Ramadhan 3 Hijriyah) di Madinah Shabbar. Hassan berarti ‘gagah atau tampan’ dalam bahasa Arab. Hassan menjadi kakek buyut bagi sebagian ‘waliy mursyid besar’ dan sangat utama seperti Syekh Abu Hasan Syadzili, yang lahir dari nasabnya, Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali. Syekh Abdul Qadir al-Jaelani juga merupakan keturunannya dari Abdullah bin Hassan bin Hassan bin Ali, serta tak terhitung banyak waliy mursyid zaman modern, terutama dari tarekat Syadziliyyah.

Sahabat Abu Bakrah bercerita, suatu hari Nabi SAW tengah memangku cucunya Al-Hassan bin Ali bin Abi Thalib RA. Sambil memangku cucunya, beliau berbicara kepada kami. Sesekali beliau menghadap kepada kami, dan sesekali beliau mencium cucunya. Lalu beliau bersabda,” Sejatinya cucuku ini adalah seorang pemimpin besar. Dan bila ia berumur panjang, niscaya dia akan mempersatukan dan mendamaikan antara dua kelompok ummat Islam yang sedang bertikai.” (HR Ahmad dan lainnya).

Sabda Rasululllah SAW benar adanya. Pada tahun 40 atau 41 Hijriyah, setelah sekian banyak melalui peperangan sengit antara pasukan Al-Hassan dan pasukan Mu’awiyyah, kebesaran jiwa Hassan pun terbit. Demi Islam, dengan segala kebesaran jiwa Al-Hassan menyerahkan kepemimpinan  umat Islam yang ada di tangannya kepada Mu’awiyyah yang terkenal ambisius. Dalam Tarikh Islam, tahun penyerahan itu dikenal dengan nama Tahun Persatuan.

Diceritakan, suatu hari Al-Hassan melihat seorang anak kecil, budak hitam dari Habsyi tengah memakan sepotong roti kering keras bersama seekor anjing di sisinya. Budak hitam itu memotong rotinya, dana memberikannya kepada anjing tersebut. Al Hassan bertanya,” Mengapa kamu lakukan itu, Nak?”

Si anak budak itu menjawab. “Aku malu kepada anjing itu. Sementara makan, aku tak memberinya bagian dari yang kumakan.” Jawaban itu membuat Al-Hassan terkesan hingga membeli si budak hitam dan membebaskannya.

Al-Hassan berulang kali diracun, dan akhirnya meninggal karenanya. Ketika dirinya merasa ajal tengah mendekati, kepada adiknya, Al-Hussein, beliau berkata, “Saudaraku, aku meninggalkanmu untuk bertemu Tuhanku. Aku telah diracun, dan tahu siapa yang melakukannya. Aku akan mendakwanya di hadapan Allah, Yang Mahatinggi dan Mahakuasa.”

Tentang kematian itu, Abu al-Faraj al-Isfahani berkata, “Mu’awiyah ingin orang-orang berbaiat (bersumpah setia) kepada putranya, Yazid. Namun keberadaan Al-Hassan dan Sa’ad bin Abu Waqqas sangat mengganggunya. Jadi dia pun meracun mereka.” Wallahu ‘alam. [ ]

Back to top button