Veritas

Otak di Belakang Kemajuan Nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, Dibunuh di Dekat Teheran

Robert Malley, penasihat soal Iran untuk Obama, mengatakan pembunuhan Fakhrizadeh adalah satu di antara serangkaian gerakan yang telah terjadi selama minggu-minggu terakhir Trump, yang tampaknya bertujuan untuk mempersulit hubungan Biden dengan Iran

JERNIH–Seorang ilmuwan Iran yang telah lama dicurigai Barat sebagai otak program rahasia bom nuklir, meninggal dalam penyergapan di dekat Teheran, pada Jumat (27/11) kemarin. Insiden ini dapat memicu konfrontasi antara Iran dan musuh-musuhnya pada minggu-minggu terakhir masa kepresidenan Donald Trump.

Kematian Mohsen Fakhrizadeh, yang menurut media Iran meninggal di rumah sakit setelah pembunuh menembaknya di dalam mobil, juga akan mempersulit upaya apa pun yang dilakukan Presiden terpilih AS Joe Biden untuk menghidupkan kembali ketenangan kepresidenan Barack Obama.

Iran menuding Israel, sementara menyiratkan bahwa pembunuhan itu mendapat restu dari hengkangnya Trump dari Gedung Putih setelah dipecundangi Biden. Menteri Luar Negeri Javad Zarif menulis di Twitter tentang “indikasi serius dari  peran Israel”.

Sementara Penasihat Militer untuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, Hossein Dehghan, bersumpah untuk “menyerang seperti guntur pada para pembunuh martir yang tertindas ini”. “Di hari-hari terakhir kehidupan politik… sekutu mereka (Trump), Zionis berusaha untuk meningkatkan tekanan pada Iran dan menciptakan perang besar-besaran,” cuit Dehghan.

Saluran aplikasi pesan terenkripsi Telegram yang diyakini dekat dengan Pengawal Revolusi elit Iran melaporkan, badan keamanan tertinggi, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, mengadakan pertemuan darurat dengan dihadiri para komandan militer senior.

Israel menolak berkomentar. Gedung Putih, Pentagon, Departemen Luar Negeri AS, dan CIA juga menolak berkomentar, begitu pula tim transisi Biden.

Fakhrizadeh telah digambarkan oleh dinas intelijen Barat dan Israel selama bertahun-tahun sebagai pemimpin misterius dari program bom atom rahasia yang dihentikan pada tahun 2003, yang dituduh Israel dan Amerika Serikat sebagai upaya pemulihan oleh Teheran. Iran telah lama membantah berupaya mempersenjatai militernya dengan senjata nuklir.

“Sayangnya, tim medis tidak berhasil menghidupkan kembali (Fakhrizadeh), dan beberapa menit yang lalu, manajer dan ilmuwan ini mencapai status martir yang tinggi setelah bertahun-tahun berusaha dan berjuang,” kata Angkatan Bersenjata Iran dalam sebuah pernyataan. Kantor berita semi-resmi Tasnim mengatakan, “teroris meledakkan mobil lain” sebelum menembaki kendaraan yang membawa Fakhrizadeh dan pengawalnya dalam penyergapan di luar ibu kota.

Setelah kejadian itu, ada banyak pasukan keamanan menghentikan mobil di Teheran untuk mencari para pembunuh, kata beberapa saksi mata.

Trump, yang kalah dalam upaya pemilihan kembali untuk Biden pada 3 November dan akan meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari, menarik Amerika Serikat dari kesepakatan yang dicapai di bawah Obama, pendahulunya, yang mencabut sanksi terhadap Iran dengan imbalan pembatasan program nuklir. Biden mengatakan dia akan berusaha untuk memulihkan perjanjian itu, meskipun banyak analis mengatakan ini akan menjadi tujuan yang menantang.

Robert Malley, yang menjabat sebagai penasihat soal Iran untuk Obama dan secara informal menasihati tim Biden, mengatakan pembunuhan Fakhrizadeh adalah satu di antara serangkaian gerakan yang telah terjadi selama minggu-minggu terakhir Trump yang tampaknya bertujuan untuk mempersulit Biden untuk terlibat kembali dengan Iran.

“Tujuannya hanya untuk menimbulkan kerusakan sebanyak mungkin terhadap Iran secara ekonomi dan program nuklirnya selagi mereka bisa. Lainnya bisa untuk mempersulit kemampuan Presiden Biden melanjutkan diplomasi dan melanjutkan kesepakatan nuklir,” kata Malley, menambahkan bahwa dia tidak akan berspekulasi tentang siapa di balik pembunuhan itu.

Seorang pejabat AS mengkonfirmasi bulan ini bahwa Trump meminta bantuan militer untuk rencana kemungkinan serangan terhadap Iran. Trump memutuskan untuk tidak melakukannya guna menghindari konflik Timur Tengah yang lebih luas.

Januari lalu, Trump memerintahkan serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad yang menewaskan Qassem Soleimani, komandan militer paling kuat Iran. Iran membalas dengan menembakkan rudal ke pangkalan AS di Irak.

Senator AS Chris Murphy, pejabat tinggi Demokrat di subkomite Timur Tengah Senat AS, mengatakan di Twitter, “Pembunuhan ini tidak membuat Amerika, Israel, atau dunia lebih aman.”

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak semua pihak mengekang diri untuk menghindari meningkatnya ketegangan.

Utusan Iran untuk PBB, Majid Takht Ravanchi, mengatakan dalam sebuah surat kepada Guterres bahwa Teheran “berhak mengambil semua tindakan yang diperlukan” untuk mempertahankan diri. Dia juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk pembunuhan tersebut dan mengambil langkah terhadap para pelakunya.

Fakhrizadeh tidak memiliki profil publik, tetapi dianggap memimpin apa yang diyakini pengawas nuklir PBB dan badan intelijen AS sebagai program senjata nuklir terkoordinasi di Iran, yang ditunda pada tahun 2003. Dialah satu-satunya ilmuwan Iran yang disebutkan dalam “Penilaian Akhir Badan Energi Atom Internasional tahun 2015”  atas pertanyaan terbuka tentang program nuklir Iran. Laporan itu mengatakan,  dia mengawasi kegiatan “dalam mendukung kemungkinan dimensi militer untuk program nuklir (Iran)”.

Dia adalah tokoh sentral dalam presentasi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 2018, yang menuduh Iran terus mengupayakan senjata nuklir. “Ingat nama itu, Fakhrizadeh,” kata Netanyahu saat itu.

Michael Mulroy, seorang pejabat senior Pentagon sebelumnya selama pemerintahan Trump, mengatakan pembunuhan Fakhrizadeh akan memperlambat program nuklir Iran dan tingkat kewaspadaan harus dinaikkan di negara-negara tempat Iran dapat membalas.

Sheikh Naim Qassem, wakil pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran, menyalahkan “serangan keji mereka yang disponsori Amerika dan Israel” dalam sebuah wawancara dengan televisi Al Manar. Dia mengatakan, bola tanggapan kini berada di tangan Iran.

Selama bulan-bulan terakhir masa kepresidenan Trump, Israel telah berdamai dengan negara-negara Teluk Arab yang memiliki permusuhan terhadap Iran.

Minggu ini, Netanyahu melakukan perjalanan ke Arab Saudi dan bertemu dengan putra mahkotanya, kata seorang pejabat Israel, dalam apa yang akan menjadi kunjungan pertama yang dikonfirmasi secara publik oleh seorang pemimpin Israel. Media Israel mengatakan, dalam pertemuan itu akan bergabung pula Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. [South China Morning Post]

Back to top button